Thursday 15 December 2011

GARUDA DI DADAKU 2 : Hambatan Diri Kompetisi Sepakbola Asean

Quotes:
Wisnu: Kita jatuh bukan karena batu besar, tapi karena kerikil!


Storyline:
Bayu yang sudah menjadi kapten timnas U-15 bertekad membawa timnya menjuarai kompetisi sepakbola junior tingkat ASEAN di Jakarta. Sahabat setianya Heri selalu mendukungnya dengan analisa pertandingan yang tajam. Kedatangan pelatih baru Pak Wisnu sempat menurunkan semangat Bayu dkk karena kerasnya latihan fisik yang diberikan pada mereka. Kehadiran pemain baru bernama Yusuf sedikit mengacaukan konsentrasi Bayu ditambah dengan kedekatan Ibunya dengan om Rudi. Belum lagi rapornya yang semakin memerah menuntut kerja kerasnya di sekolah menyelesaikan tugas bersama murid pindahan Anya yang disukainya . Apakah Bayu bisa mengatasi hambatan dalam dirinya sendiri untuk meraih sukses?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh SBO Films dan KG Productions & XY Kids dimana gala premierenya diadakan di Gandaria XXI tanggal 11 Desember 2011.

Cast:
Emir Mahira sebagai Bayu Purnomojati
Aldo Tansani sebagai Heri
Monica Sayangbati sebagai Anya
Maudy Koesnaedi sebagai Wahyuni
Ramzi sebagai Dulloh
Rio Dewanto sebagai Wisnu
Rendi Krisna sebagai Rudi
Muhammad Ali sebagai Yusuf
Mayo Ramzi Fuhaira sebagai Effendi
Joshua Pandelaki sebagai Pak Miftah
Dorman Borisman sebagai Harri Dotto

Director:
Merupakan film ke-21 bagi Rudi Soedjarwo sekaligus yang ke-3 di tahun 2011 ini.

Comment:
Masih ingat dengan Garuda Di Dadaku (2009) yang berhasil membukukan jumlah penonton sebanyak 1,4 juta orang itu? Terus terang, film tersebut cukup membekas dalam ingatan saya sebagai salah satu film anak-anak bertemakan olahraga terbaik yang pernah ada dalam sejarah perfilman nasional karena kisahnya yang lugu dan inspiratif. Tak heran jika lantas 2 tahun kemudian muncul sekuelnya meski tanpa kehadiran Ikranagara ataupun Ari Sihasale.
Penulis skrip handal, Salman Aristo kembali melanjutkan tugasnya. Beberapa elemen yang ada dalam prekuelnya seperti nilai kerjasama, persahabatan, cinta monyet tetap dipertahankan. Selebihnya faktor persaingan dan kecemburuan menjadi konflik yang paling ditonjolkan kali ini, menyertai perkembangan karakterisasi para tokohnya yang beranjak remaja tersebut. Kompetisi sepakbola junior tingkat Asia Tenggara pun diambil sebagai latar belakangnya.

Emir yang baru saja memenangkan Piala Citra kategori Aktor Utama Terbaik lewat Rumah Tanpa Jendela (2011) ini menunjukkan perkembangan akting yang cukup signifikan. Sorot mata dan bahasa tubuh Bayu turut bermain saat mencemburui pemain baru Yusuf yang menjadi idola sahabatnya Heri atau om Rudi yang merenggut perhatian ibunya Wahyuni. Belum lagi perasaan ketertarikannya kepada Anya lewat tatapan malu-malu bercampur kagum.
Aldo dan Ramzi yang sukses mencuri perhatian di film pertamanya disini seperti kehilangan taji. Terjadi pengulangan dalam tokoh Heri yang kurang berkembang ataupun celetukan jenaka Bang Dulloh yang gagal mengembangkan senyum. Entah mengapa saya merasa raut “jutek” Monica cukup mengganggu dalam interpretasinya sebagai Anya yang seharusnya cerdas dan menyenangkan. Highlight akting tentu saja jatuh pada Rio Dewanto yang bermain keras tegas sebagai pelatih baru berdedikasi bernama Wisnu.

Rudi Soedjarwo yang menggantikan Ifa Isfansyah di kursi sutradara cukup berhasil merangkai plot dan subplotnya sedemikian rupa sehingga enak diikuti. Kekurangan yang cukup mengganggu adalah scoring music megah yang seharusnya menjadi latar suara belaka tapi malah digunakan sebagai penyelesaian momentum, contoh ketika presentasi PLKJ yang dilakukan Bayu di hadapan para guru atau saat mencetak gol pamungkas. Padahal hal sepele macam ini bisa memperkuat dramatisasi film yang terkadang kehilangan klimaksnya itu.
Saya berharap Garuda Di Dadaku 2 bukan hanya pengulangan sebuah proyek komersil, melainkan kelanjutan sebuah proses pendewasaan insan muda penerus kejayaan sepakbola Indonesia di tingkat kompetisi manapun juga. Setidaknya optimisme dan inspirasi nyata kali ini mampu dituangkan selayaknya menikmati esensi pertandingan sepakbola seru yang sesungguhnya. Kita butuh sosok seperti Bayu yang mau bekerja tiga kali lebih keras untuk menggapai mimpinya sekaligus beritikad baik untuk terus memperbaiki kesalahannya.

Durasi:
99 menit

Overall:
8 out of 10

Movie-meter: