Tuesday 31 January 2012

BLADES OF BLOOD : Duel Pendekar Pemenang Kekuasaan

Tagline:
Their destiny is drenched in blood!


Storyline:
1952, pendekar Lee Mong-hak menyatakan niatnya untuk menyelamatkan Korea dari serangan Jepang bahkan bersedia mengkhianati raja untuk mencapai tujuannya itu. Kondisi politik yang kacau, pemberontakan yang tidak terkendali pada akhirnya menghadapkan dua jago pedang dalam situasi berdarah penuh kekerasan demi mempertahankan negara tercinta meski harus berkorban nyawa sekalipun.

Nice-to-know:
Film berjudul asli Goo-reu-meul beo-eo-nan dal-cheo-reom ini sudah rilis di Korea Selatan pada tanggal 28 April 2010 yang lalu.

Cast:
Baek Seong-hyeon sebagai Gyeon-Ja
Cha Seung-won sebagai Lee Mong-Hak
Kim Chang-Wan sebagai Son-Jo
Han Ji-hye sebagai Baek-Ji
Hwang Jeong-min sebagai Hwang Jeong-Hak
Lee Hae-Yeong sebagai Han Pil-joo

Director:
Lee Jun-Ik mulai angkat nama setelah menyutradarai The King and the Clown (2005).

Comment:
Berapa banyak film adaptasi komik Korea yang pernah anda dengar sebelumnya? Salah satu dari terbatasnya jumlah tersebut adalah “Like the Mon Escaping from the Clouds” karya Park Heung-yong yang bercerita tentang perjuangan kasta pada abad ke-16 dimana berbagai kelompok kelas bawah harus terlibat pertarungan hidup dan mati dalam memperjuangkan keadilan dan persamaan hak yang menyeluruh di setiap lapisan.

Sentral cerita berada pada pertemuan tokoh Hwang dan Gyeon. Sempat tercipta beberapa momen yang lumayan menarik di antara mereka, tapi sayangnya tidak banyak yang tersisa selain itu. Sekuens permainan pedang yang menarik adalah hal yang mungkin paling anda tunggu-tunggu disini. Namun jika tidak didukung oleh pengembangan karakter yang baik terutama para tokoh utama, maka semua itu akan terasa sia-sia. Romantisme yang terbangun pun tergolong tempelan saja.
Sutradara Lee Jun-ik menyuguhkan adegan aksi pertarungan gerak pedang yang indah dengan warna pucat dominan. Sedikit mengingatkan anda akan Zatoichi : The Blind Swordsman (2003) yang mengambil pendekatan serupa. Tata kostum dan setting yang terjaga dengan baik juga menjadi nilai plus tersendiri dalam menghidupkan situasi masa silam. Terlepas dari penggunaan judul yang terkesan brutal, nyatanya tidak banyak darah tertumpah dalam film ini.

Blades of Blood sesungguhnya dapat diakui sebagai salah satu film Korea dengan production value yang unggul apalagi didukung dengan visualisasi yang cukup memanjakan mata. Menghibur secara ringan tetapi belum cukup membangun emosi penonton yang diyakini bisa merasa tersesat di pertengahan cerita. Jika demikian maka endingnya tidak terlalu penting lagi karena momentum yang hilang atau bahkan tidak sempat terbangun maksimal. Amat disayangkan!

Durasi:
111 menit

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Monday 30 January 2012

AGNEEPATH : Balas Dendam Seteru Masa Kecil


Tagline:
The path of fire

Nice-to-know:
Merupakan remake berjudul sama di tahun 1990 yang melejitkan nama Amitabh Bachchan.

Cast:
Hrithik Roshan sebagai Vijay
Priyanka Chopra sebagai Kaali
Sanjay Dutt sebagai Kancha
Rishi Kapoor sebagai Rauf Lala
Om Puri sebagai Gaitonde
Zarina Wahab sebagai Ibu Vijay
Katrina Kaif

Director:
Debut penyutradaraan bagi Karan Malhotra.

W For Words:
Remake film yang sudah melegenda tampaknya menjadi tren terbaru industri perfilman Bollywood. Sejauh ini hasil box officenya memang bagus termasuk yang satu ini sudah mengumpulkan total 67.5 crore di minggu pertama perilisannya. Namun jika ukurannya adalah kualitas maka semua penilaian akan dikembalikan kepada penonton, apakah versi asli atau remake yang lebih baik menurut mereka terlepas dari seberapa banyak kesamaan di antaranya.

Masih setia dengan originalnya yang rilis 22 tahun lalu, film ini berkisah mengenai terbunuhnya seorang guru yang disegani Dinanath Chauhan karena fitnah dari penjahat sadis Kancha di desa Mandwa disaksikan putranya Vijay. 15 tahun kemudian, Vijay yang telah tumbuh dewasa pindah ke Mumbai bersama ibunya yang tengah mengandung. Mudah ditebak, aroma balas dendam segera tercium dimana Vijay sepakat bekerjasama dengan musuh Kancha yaitu Rauf Lala.
Hrithik Roshan sekali lagi menunjukkan kelasnya. Penjiwaan ikon legendaris Vijay (dulu diperankan Amitabh Bachchan) dilakukannya dengan elegan sekaligus tangguh. Berseberangan dengannya, Sanjay Dutt yang sudah mulai berumur juga mampu memancing kebencian khalayak terhadap tokoh Kancha yang kejam. Di luar keduanya, Rishi Kapoor, Priyanka Chopra dan Zarina Wahab juga bermain baik walaupun karakter-karakternya sedikit kurang pengembangan.

Sutradara debutan Karan Malhotra memiliki semua elemen yang layak dijual disini mulai dari aksi seru, balas dendam, drama, percintaan yang teramat menghibur. Sebuah paket lengkap yang diceritakan dengan memikat. Tanpa lupa sentuhan baru juga diberikan pada masing-masing karakternya, Suguhan musik dari Ajay-Atul tidak buruk di sepanjang film tapi rasanya sulit menunjuk salah satu tembang untuk bisa menjadi hit dalam tangga lagu, mungkin Chikni Chameli dari Katrina Kaif?
Kekuatan Agneepath versi remake ini memang terletak dari eksplorasi Karan Malhotra yang dinamis di berbagai departemen. Scene yang mempertemukan Vijay dan Kancha diyakini akan selalu menarik perhatian audiens. Sebuah drama balas dendam yang setia dengan pakem tradisional dengan sedikit bergaya melodramatic berlebihan. Terlepas dari sumbangsih brilian para castnya, saya tetap merasa durasi 3 jam terlalu melelahkan dimana terjadi perpanjangan plot disana-sini. It’s quite good but not memorable enough to carry on in the next days!

Durasi:
174 menit

Asian Box Office:
Rs 67.5 crore in opening week in India

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Sunday 29 January 2012

THE THING : Transformasi Alien Ancaman Manusia


Tagline:
It's not human. Yet.

Nice-to-know:
Produser berhasil meyakinkan Universal Studios untuk membuat prekuel dari The Thing karya John Carpenter daripada meremakenya.

Cast:
Mary Elizabeth Winstead sebagai Kate Lloyd
Joel Edgerton sebagai Sam Carter
Ulrich Thomsen sebagai Dr. Sander Halvorson
Eric Christian Olsen sebagai Adam Finch
Adewale Akinnuoye-Agbaje sebagai Jameson

Director:
Merupakan debut penyutradaraan Matthijs van Heijningen Jr. yang sebelumnya hanya menangani film pendek.

W For Words:
Apabila anda berpikir film ini adalah remake John Carpenter’s The Thing (1982) yang ternama itu maka dugaan tersebut salah. Eric Heisserer, John W. Campbell Jr. lebih memilih mengerjakan skrip berdasarkan cerita pendek “Who Goes There?” yang mereka kembangkan ke dalam sebuah feature film. Temanya memang tidak jauh berbeda yaitu alien alias makhluk angkasa luar yang datang ke bumi dengan tujuan yang tidak baik tentunya.

Ilmuwan, Dr. Sander Halvorson mengundang mahasiswi paleontologis Kate Lloyd untuk melakukan ekspedisi ke daerah terpencil Antartika. Disanalah terdapat fosil alien yang membeku dalam lapisan es yang tebal yang juga menarik perhatian sekelompok peneliti ilmiah Norwegia yang menemukan kapal luar angkasa. Sesuatu yang diperkirakan telah mati ternyata mampu meneror dalam bentuk baru yang mematikan dan tidak terduga. Mereka yang tersisa harus bertahan hidup sekaligus melenyapkan makhluk tersebut sebelum berekspansi ke dunia nyata.
Matthijs van Heijningen Jr. berupaya setia dengan gaya John Carpenter, terlihat dari nuansa dinginnya area bersalju yang menjadi latar belakang, lorong lengang yang misterius dengan permainan musik latar yang mencekam dsb. Efek CGI mampu membuat transformasi makhluk-makhluk tersebut terlihat meyakinkan apalagi dalam bentuk yang tak kalah kreatif dalam menghadirkan kesadisan dan kengerian yang bertubi-tubi di sepanjang filmnya.

Tampilnya Mary Elizabeth Winstead sebagai peran utama cukup mengejutkan mengingat dalam The Thing (1982), keseluruhan tokoh utamanya adalah pria. Jika anda berpikiran terbuka mengenai hal ini seharusnya tidak menjadi masalah. Masih ada Edgerton, Thomsen dll yang tetap berupaya menghadirkan superioritas laki-laki dalam sains fiksi misteri ini. Toh semua plot dan subplot yang terpampang dalam skrip memang pada akhirnya bekerja dengan baik sebagai sebuah prekuel.
Meskipun banyak kritikus yang memberikan review buruk, saya tetap berpendapat The Thing adalah hiburan yang menggigit dengan ketegangan yang terjaga di setiap lininya. Prinsip “kill or be killed” juga tercipta disini sehingga tembakan dan ledakan menjadi menu utama yang tidak terhindarkan. Tanpa lupa menyebutkan permainan teka-teki “who is” dan “who isn’t” juga menarik untuk dibuktikan sendiri oleh anda yang kerapkali dapat terlompat dari tempat duduk.

Durasi:
103 menit

U.S. Box Office:
$16,907,450 till Nov 2011.

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Saturday 28 January 2012

THE MUPPETS : Bersatu Kembali Menyelamatkan Gedung Teater


Quotes:
Statler: Is this movie in 3-D?
Waldorf: Nope! The Muppets are as one-dimensional as they've always been!

Nice-to-know:
Setelah menyelesaikan keseluruhan syuting, filmmakers memberikan Jason Segel boneka Muppet versi dirinya untuk disimpan.

Cast:
Jason Segel sebagai Gary
Amy Adams sebagai Mary
Chris Cooper sebagai Tex Richman
Rashida Jones sebagai Veronica Martin

Voice:
Steve Whitmire sebagai Kermit / Beaker / Statler / Rizzo / Link Hogthrob / The Newsman
Eric Jacobson sebagai Miss Piggy / Fozzie Bear / Animal / Sam Eagle / Marvin Suggs
Dave Goelz sebagai Gonzo / Dr. Bunsen Honeydew / Zoot / Beauregard / Waldorf / Kermit Moopet
Bill Barretta sebagai Swedish Chef / Rowlf / Dr. Teeth / Pepe the Prawn / Bobo / Muppet Gary
Peter Linz sebagai Walter

Director:
Merupakan feature film pertama James Bobin yang sebelumnya menggarap beberapa serial televisi termasuk The Flight of the Conchords yang terlama yaitu dari tahun 2007-2009.

W for Words:
Sebagian dari anda yang lahir pada tahun 1970an ke atas tentunya sangat mengenal karakter muppets yang wara-wiri di layar kaca dengan segala polah tingkahnya yang unik mendidik itu. Ayo unjuk tangan. Tidak perlu merasa tua (atau malu) untuk bisa jatuh cinta pada versi layar lebar terbarunya. Generasi yang lebih muda saja besar kemungkinan bisa menjadi penggemar baru film yang diperuntukkan bagi semua kalangan usia ini.

Skrip yang ditulis Jason Segel dan Nicholas Stoller berdasarkan karakter Jim Henson berkisah mengenai Gary, Mary dan Walter yang menemukan fakta bahwa Tex Richman akan menghancurkan gedung teater muppets demi sumber minyak yang terkandung di bawahnya. Ketiganya sepakat mengumpulkan seluruh muppets untuk bersatu padu termasuk Kermit, Miss Piggy dan kawan-kawan untuk melakukan sebuah pertunjukan spektakuler sekaligus menggalang dana sebesar 10 juta dollar sebelum waktu berakhir.
Sutradara James Bobin menghadirkan gaya teatrikal yang kental di sepanjang filmnya. Scene dimana Segel atau Adams menyanyi diyakini mampu memancing senyum di wajah anda. Sama halnya dengan suguhan the muppets lewat aksi-aksi tak terbayangkan yang tiba-tiba tersaji di hadapan anda. Unsur komedinya juga tidak malu-malu walaupun sedikit cheesy disana-sini, salah satu contohnya adalah jargon “let’s travel by the map!” yang sukses membuat saya tertawa sambil mengernyitkan dahi.

Lagu-lagu yang menghiasi durasi 103 menit ini secara otomatis akan tertanam di dalam kepala anda selama berhari-hari bahkan membuat anda tergelitik untuk memiliki soundtracknya. Nomor favorit saya adalah Life’s a Happy Song yang riang gembira dan Man or Muppet yang getir sekaligus refleksi diri itu. Jangan lupakan juga penampilan cabaret para ayam dalam hit “Forget You” milik Cee Lo Green yang hilarious tersebut.
Tak dinyana, benang merah klasik yang dipertahankan membuat The Muppets layak tonton bagi penggemar lawas maupun anyar. Banyaknya cameo yang ambil bagian setidaknya menjadi nilai tambah, membantu menambal narasi dua pertiga awal yang sebetulnya cukup membosankan. Penampilan anggota baru, Walter dengan “hati” nya diyakini mampu meneruskan tongkat estafet secara pas jika memang franchise yang satu ini bisa dilanjutkan di masa mendatang. Definitely worth to wait!

Durasi:
103 menit

U.S. Box Office:
$86,694,431 till Jan 2012.

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Friday 27 January 2012

The correct dose of drama (Khandan)




Too much fun, I tell you. No wonder I'm never absolutely disappointed by A Bhimsingh's films. Revolving around family relationships in a big joint set-up, mostly set in villages where traditions and customs are heeded, a simplistic plot containing melodrama and awesome performances by a superlative cast. That's the crux yet again of Khandan, one of the biggest grossers of 1965, I'm told.

Thursday 26 January 2012

KAFAN SUNDEL BOLONG : Syarat Menggelikan Kaya Mendadak

Quotes:
Deden: Loe gak pantes nonton politik, pantesnya nonton tanjidor.


Storyline:
Deden adalah pecundang bermodal pas-pasan. Keinginan untuk dicintai wanita cantik dan mendapat kekayaan membawanya menemui dukun bernama Tante Sun dengan ditemani sahabat karibnya, Munaf alias Muka Nafsu. Syarat yang diajukan hanya tiga yaitu kolor gadis perawan, rambut tokoh tinggi dan kain kafan mayat yang belum semalam di kubur. Sayangnya begitu semua terpenuhi, Tante Sun keburu meninggal. Kekayaan instan yang diterima Deden ternyata membangkitkan amarah sundel bolong yang meminta imbalan.

Nice-to-know:
Diproduksi oleh K2K Productions.

Cast:
Aziz Gagap sebagai Deden
Arumi Bachsin sebagai Chery
Udin Penyok sebagai Munaf
Andreano Phillip
Jeffrey Lee

Director:
Merupakan film ketujuh bagi Yoyok Dumprink alias Yoyo Subagiyo.

Comment:
Intisari sebuah film nampaknya menjadi unsur ke-9529 bagi seorang KK Dheeraj. Sekelumit ide yang muncul di kepalanya tiba-tiba bisa dituangkan menjadi skrip jadi-jadian sekalipun. Film pertamanya di tahun 2012 ini seharusnya memicu kemarahan seorang Nayato Fio Nuala. Apa pasal? Aktor dan aktris kesayangannya dibajak! Namanya dipasang besar-besar. Tentu anda tahu, saya membicarakan siapa? Tidak lain dan tidak bukan adalah Aziz Gagap dan Arumi Bachsin.

Kembalinya Arumi Bachsin.. Sepertinya kalimat yang “dijual” dalam posternya ini belum selesai. Yang dimaksud bukan kembali ke dunia akting melainkan ke dunia antah berantah. Ini pendapat pribadi saya. Jika Nayato masih berbaik hati memberikannya peran di dunia fana maka tidak kali ini. Peran Cherry adalah pelengkap derita yang muncul di bagian pembuka dan penutup saja, selayaknya buah ceri yang menghiasi kue tart yang samasekali tidak enak rasanya. Kasihan!
“Bintang” sesungguhnya dalam film ini adalah duet Aziz Gagap dan Udin Penyok yang bahu-membahu berjayus ria sambil berupaya membangkitkan kembali trend sundel bolong yang konon digagas oleh almarhumah Suzanna yang legendaris itu. Sayangnya sundel bolongnya terlihat palsu dan tidak meyakinkan. Jangan harap melihat belatung bermunculan dari punggung berlobang, fokus justru ada di muka hitam yang merupakan kombinasi dari hanoman, nenek gerondong dan genderuwo?

Originalitas menjadi sesuatu yang mahal harganya dalam film-film KKD. Setidaknya ada 2 tembang hits mancanegara yang diambil dalam film ini yaitu Labels or Love dan Kuch Kuch Hota Hai. Adegan slapstick Aziz Gagap di toilet bahkan mengingatkan anda pada satu-dua episode serial televisi Mr. Bean. Entah sederetan jiplakan ide lain apalagi yang berlalu-lalang di kepala dimana saya terlalu malas untuk mengingatnya. Jika ada tambahan, sedianya anda bisa berbaik hati memberitahu.
Kafan Sundel Bolong yang teramat buruk secara kualitas bagaikan replika film-film Nayato KW2 yang setidaknya lebih baik dari segi penyajian gambar. Aziz Gagap hanya mencoba menjadi dirinya sendiri, jangan salahkan kemiripan akting saat ia melakukan “bully” terhadap pak Pocong atau tante Sun. Eh, mereka punya nama lho! Namun pemakaian nama besar Suzanna di poster filmnya dengan dalih “penghormatan” rasanya perlu dijelaskan KK Dheeraj pribadi lewat pidato 81 menit yang mungkin akan lebih menghibur dibandingkan filmnya sendiri.

Durasi:
81 menit

Overall:
6 out of 10

Movie-meter:

Wednesday 25 January 2012

CONTRABAND : Terjun Kembali Kapal Penyelundupan Narkoba


Quotes:
Chris Farraday: You think you're the only guy with a gun?

Nice-to-know:
Baltasar Kormákur yang menyutradarai film ini adalah aktor utama Reykjavik-Rotterdam yang kemudian diremakenya itu.

Cast:
Mark Wahlberg sebagai Chris Farraday
Ben Foster sebagai Sebastian Abney
Kate Beckinsale sebagai Kate Farraday
Giovanni Ribisi sebagai Tim Briggs
Connor Hill sebagai Michael
Robert Wahlberg sebagai John Bryce
Caleb Landry Jones sebagai Andy

Director:
Merupakan film Hollywood pertama bagi Baltasar Kormákur.

W for Words:
Mantan napi yang kembali lagi ke dunia hitam karena situasi yang tidak terhindarkan, semisal anggota keluarga yang terjerat hutang atau musuh lama yang membuat perhitungan dsb memang selalu menjadi tema yang kerapkali diangkat dalam sebuah film aksi, tanpa terkecuali yang satu ini. Jujur saya antusiasme saya nyaris tidak ada lagi mengingat banyaknya kemiripan dengan film-film sebelumnya. Apalagi film remake ini sepertinya lebih dikategorikan sebagai film kelas B.
Cerita asli yang ditulis oleh Arnaldur Indriðason dan Óskar Jónasson yang kemudian digubah oleh Aaron Guzikowski ini bertutur mengenai mantan penyelundup, Chris Farraday yang harus terlibat sekali lagi dalam aksi kotor demi menyelamatkan iparnya Andy dari tangan mafia kejam Tim Briggs. Dengan bantuan sahabat karibnya Sebastian, Chris tidak kesulitan mengumpulkan kru kapal dalam perjalanan menuju Panama untuk bekerjasama memasok narkoba dalam jumlah besar.

Film yang bertemakan pembajakan biasanya memberikan detil perencanaan yang memikat. Namun sutradara Baltasar Kormákur memilih tidak melakukannya sehingga penonton hanya bisa meraba-raba lewat serangkaian elemen suspensi yang tidak maksimal. Adegan aksi yang diharapkan seru nyatanya terjadi dalam porsi kecil, padahal anda sudah dihadapkan pada para kriminal, penyelundup, senjata, mobil, penyanderaan bahkan soundtrack blues ala New Orleans yang kental!
Mark Wahlberg pernah melakukan hal serupa dalam The Italian Job (2003) yang menjadi favorit saya itu. Sayangnya kali ini ia berakting dengan datar. Entah apa motivasinya memilih peran yang itu-itu saja, mudah-mudahan bukan karena uang sebab kita semua tahu bahwa ia adalah aktor laga yang cukup kompeten. Ben Foster dan Giovanni Ribisi justru bermain dengan esensi yang lebih baik, dimana antipati penonton mampu timbul menyaksikan aksi kotor mereka.

Contraband memang masih dapat dinikmati tetapi tidak dapat dikatakan bagus. Jika anda sempat menyaksikan trailernya yang dibuat dramatis dengan sempilan musik latar penggugah jiwa, tidak demikian dengan isi filmnya itu sendiri. Kesalahan utama mungkin ada pada penampilan para castnya yang kurang maksimal tetapi andil Kormákur dalam eksekusi ide cerita dan pengarahan aktor-aktrisnya jelas tidak bisa diabaikan begitu saja. Semua terserah anda jika masih bersemangat menyaksikan kapal pengangkut container yang bergerak lambat dengan aksi penyelundupan yang diperpanjang.

Durasi:
109 menit

U.S. Box Office:
$45,937,525 till Jan 2012.

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Guru Dutt's last (Sanjh aur Savera)






Considering that this 1964 drama was Guru Dutt's last film outing before he succumbed to the dangerous cocktail of sleeping pills and alcohol, I'm ready to overlook any minor glitch that happens in the film. True, Sanjh aur Savera does have some unnecessary plot twists and some of the sadness could be done away with, but on the whole this Hrishikesh Mukherjee classic is quite an engaging

Monday 23 January 2012

THE IRON LADY : Inspirasi Pemimpin Wanita Tangguh

Quotes:
Margaret Thatcher: Watch your thoughts for they become words. Watch your words for they become actions. Watch your actions for they become... habits. Watch your habits, for they become your character. And watch your character, for it becomes your destiny! What we think we become.


Storyline:
Kisah seorang wanita yang berupaya mendobrak tatanan parlemen Inggris yang didominasi oleh kaum pria. Jabatan ketua partai yang kemudian mengantarnya menjadi Perdana Menteri dalam periode yang cukup panjang memang harus dibayar mahal oleh Margaret Thatcher dimana kehidupan pribadinya tak jarang terkesampingkan termasuk mengganggu interaksinya dengan orang-orang terdekatnya.

Nice-to-know:
Pada tahun 1982, sekelompok komedian Inggris yang disebut The Comic Strip membuat parodi berjudul "The Strike" yang mengatakan bahwa Hollywood akan meminta Meryl Streep memerankan Thatcher. 30 tahun kemudian hal tersebut benar-benar terjadi.

Cast:
Meryl Streep sebagai Margaret Thatcher
Jim Broadbent sebagai Denis Thatcher
Susan Brown sebagai June
Alice da Cunha sebagai Cleaner
Phoebe Waller-Bridge sebagai Susie
Iain Glen sebagai Alfred Roberts

Director:
Phyllida Lloyd angkat nama melalui debut penyutradaraan pertamanya yang juga dibintangi Meryl Streep yaitu Mamma Mia! (2008).

Comment:
Siapa yang tidak kenal Margaret Thatcher? Wanita bertangan besi yang menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris selama lebih dari 11 tahun tersebut adalah sosok yang disegani. Mengetahui bahwa biopic yang diproduksi oleh Film4 dan UK Film Council ini akan diperankan oleh Meryl Streep, jantung saya langsung berdebar-debar. Salah satu aktris terbaik sepanjang sejarah perfilman yang bahkan tidak perlu Piala Oscar lagi untuk menegaskan kualitas aktingnya itu.

Pendekatan yang digunakan oleh penulis skrip Abi Morgan memang tergolong unik. Margaret Thatcher memang digambarkan tangguh walaupun sisi-sisi kewanitaannya tidak dapat dipungkiri begitu saja. Namun pembahasan dementia yang dideritanya seakan berupaya menyeimbangkan superioritas dengan kelemahan. Penonton lantas akan percaya bahwa Maggie adalah bagian dari perputaran roda dimana seseorang bisa berada di atas dan di bawah selama periode tertentu.
Impersonifikasi Meryl Streep sangatlah akurat dimana setiap detik aksinya di layar lebar amat mengagumkan. Detil ekspresi dan bahasa tubuh seorang Margaret Thatcher dilakoninya secara sempurna mulai dari sebagai pemimpin bertangan besi ataupun seorang wanita biasa yang sulit berintegrasi secara normal dalam hidupnya. Kinerja make-up department mendadani Streep dalam berbagai lapisan umur juga patut diacungi jempol.

Sutradara Phyllida Lloyd yang berdarah asli Inggris memang setia dengan sejarah yang terjadi. Peristiwa peperangan Falklands menjadi salah satu babak penting dalam film ini. Sayangnya proses pemulihan ekonomi Inggris termasuk menolak Euro yang terjadi setelahnya malah tergolong instan, tidak dijelaskan apa peranan Thatcher terhadap semua itu. Narasi yang dipilih Lloyd merupakan flashback tanpa garis waktu dimana Thatcher muda, Thatcher dan Thatcher tua silih berganti dihadirkan.
Aktor-aktris pendukung brilian juga semakin memperkuat The Iron Lady sebagai potret apa adanya seorang Margaret Thatcher yang kontroversial. Mengagungkan dan mempermalukannya seakan menjadi agenda yang tidak terpisahkan dalam film ini. Interaksinya dengan Denis seringkali menyedihkan untuk disimak. Bagi anda yang tidak terlalu mengenal siapa Maggie sesungguhnya karena tidak hidup pada masanya, Meryl Streep akan membantu pemahaman anda dengan interpretasi peran yang luar biasa.

Durasi:
105 menit

U.S. Box Office:
$520,669 till Jan 2012.

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Forgiveness comes naturally (Bahurani)




This is a typical family masala entertainer that sails smoothly because of its easy story and good performances. Yes, the melodrama, the conniving, the songs, the twists, the dances are all in place. But what stands out in this 1963 film is how a woman hold court throughout. A feisty heroine helps her husband come into his own through the light of erudition. She does all the good deeds despite

Sunday 22 January 2012

MIDNIGHT IN PARIS : Keindahan Magis Perjalanan Waktu Penulis

Quotes:
Inez: You're in love with a fantasy.
Gil: I'm in love with you.


Storyline:
Sambil mempersiapkan pernikahan, Gil dan Inez berlibur ke Paris menemani orangtua Inez yang melakukan perjalanan bisnis. Di sana Inez berjumpa dengan sahabatnya Carol dan Paul untuk bergabung dalam tour singkat. Gil yang tengah menyelesaikan buku terbarunya memilih menelusuri jalanan malam demi mendapatkan inspirasi. Sekonyong-konyong sebuah kereta kuda menjemputnya, Gil lantas bertemu tokoh-tokoh pujaannya yang hidup di masa lalu. Sebuah proses yang akan mempengaruhi keputusan masa depannya dalam waktu yang amat singkat.

Nice-to-know:
Woody Allen sempat merencanakan produksi film ini di Paris pada tahun 2006 tetapi dibatalkan karena biayanya terlalu mahal.

Cast:
Owen Wilson sebagai Gil Pender
Rachel McAdams sebagai Inez
Kurt Fuller sebagai John
Mimi Kennedy sebagai Helen
Michael Sheen sebagai Paul
Nina Arianda sebagai Carol

Director:
Woody Allen pernah menggarap Everyone Says I Love You di tahun 1996 yang cukup mengesankan itu.

Comment:
Tak henti-hentinya kota Paris menjadi obyek eksploitasi sineas Eropa maupun Amerika. Umumnya karena dipandang indah dan romantis, genre drama selalu menjadi pilihan utamanya. Tanpa terkecuali nama sekaliber Woody Allen yang kali ini menaburkan bumbu komedi dalam takaran yang minim sehingga masih dapat dikategorikan drama elegan yang membahas perjalanan waktu dari masa lalu ke masa depan yang mungkin mengingatkan anda pada The Purple Rose of Cairo (1985).
Hotel bintang lima, Le Bristol dan sederetan lokasi ternama Paris menjadi setting yang amat menjual. Apalagi lantunan jazzy score karya Stephane Wrembel berhasil membangun suasana magis yang menghangatkan. Langit senja, jalanan temaram, tata kota yang rapi, detil arsitektur bangunan yang memanjakan mata menjadi production value yang tak tergantikan. Sebagian besar memang mengesankan gaya hidup masyarakat kelas menengah ke atas.

Awalnya saya menganggap adanya nama Owen Wilson dalam jajaran cast merupakan keputusan yang salah. Aktor komedi slapstick yang melekat padanya ternyata memang pas untuk melakoni tokoh Gil yang berjiwa seniman. Seseorang yang bimbang menghadapi situasi dunia nyata yang seringkali bertentangan dengan mimpi-mimpinya. Ketika dihadapkan pada kesempatan paling berharga dalam hidupnya, Gil harus membuat pilihan yang sulit.
Melihat tokoh-tokoh legendaris macam Cole Porter, Zelda Fitzgerald, Ernest Hemingway. F. Scott Fitzgerald, Joséphine Baker,Gertrude Stein, Adriana hingga Pablo Picasso dihidupkan aktor-aktris kaliber akan memukau anda. Tidak lupa menyebut nama si cantik Marion Cotillard yang benar-benar pas untuk peran Adriana yang mempesona itu lengkap dengan aksen Perancis yang seksi. Bertolak belakang dengannya, Rachel McAdams tampak berusaha keras untuk mengangkat karakter Inez yang kurang tereksplorasi itu.

Midnight In Paris bagaikan menjual mimpi tengah malam yang penuh keajaiban dalam visualisasi yang mengagumkan. Sayangnya begitu kembali ke dunia nyata, bagian penutupnya yang melibatkan konflik inti antara Gil dan Inez menjadi sedikit kurang sempurna. Suguhan absurd bertema kompleks tetapi disajikan dengan sederhana jelas menjadikan summer movie yang satu ini tidak dapat dilewatkan begitu saja, stimulasi kuat yang akan membawa jiwa anda menelurusi setiap jengkal kota Paris sebelum menyiapkan raga anda untuk benar-benar travelling kesana!

Durasi:
94 menit

U.S. Box Office:
$56,407,283 till Jan 2012

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Saturday 21 January 2012

LOVE YOU YOU : Rahasia Terpendam Pantai Cinta

Quotes:
You Lele: To be or not to be. To do or bu xiang do..


Storyline:
12 tahun lalu, Xiami yang berlibur dengan kedua orangtuanya diselamatkan oleh paman nelayan ketika kapalnya terbalik. Sebatang kara ia melanjutkan hidupnya di Beijing dengan bekerja di kantor pengacara. Kemampuan Xiami membaca gerak bibir orang membuatnya menerima tugas dari klien JK menyelidiki saingan bisnisnya yang dianggap memalsukan catatan bisnis resort Love You You. Setibanya disana, Xiami teringat akan peristiwa pahit masa silam sebelum bertemu You Lele yang eksentrik tapi amat perhatian padanya. Andai You Lele mengetahui identitas Xiami yang sesungguhnya, akankah romansa di antara keduanya dapat dipertahankan?

Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh DMG Entertainment ini disebut sebagai sekuel tak resmi dari Summer Holiday (2002) yang melejitkan pasangan Richie Rend an Sammi Cheng.

Cast:
Angelababy sebagai Xiami
Eddie Peng Yu-Yan sebagai You Lele
Zhu Yuchen sebagai Hao Chang
Zhou Yang sebagai Sophia
Steve Yap sebagai JK

Director:
Jingle Ma Chor Sing terakhir menggarap Mulan (2009).

Comment:
Jika harus menyebutkan drama romantik Asia yang bersetting di pantai, ingatan anda otomatis akan langsung melayang pada Summer Holiday (2002) yang lagu-lagunya bahkan tetap dikenang sampai sekarang. Kini sang penulis skrip sekaligus sutradara, Jingle Ma meneruskan apa yang sudah dimulainya nyaris satu dekade yang lalu itu. Mudah-mudahan bukan karena ingin mengulang sukses serupa dalam rentang waktu yang terlampau jauh. Lantas apa alasan pemilihan Malaysia sebagai setting utamanya?

Meskipun kostum “pantai” amat dominan disini, Jingle Ma tidak menjual hal-hal seronok yang menjurus seksualitas. Sebaliknya kejutan manis disiapkan di akhir film, bergaya twisted dengan flashback scenes layaknya berbagai judul komedi romantik Thailand yang beredar belakangan ini. Sayangnya proses menuju kesana sedikit diperpanjang di beberapa bagian sehingga bisa jadi penonton akan merasa bosan terlebih dahulu dengan konsep yang itu-itu saja sebelum “melek” di penghujung cerita.
Eddie Peng dan Angelababy berbagi chemistry dengan luar biasa tanpa terkesan didikte oleh skrip ataupun sutradara. Karisma mereka sebagai pujaan remaja terjaga dengan baik, terima kasih pada karunia fisik yang memang di atas rata-rata itu. Tak jarang penonton terpekik menyemangati You Lele dan Xiami untuk dapat bersatu. Kedua tokoh juga menegaskan kepribadian banyak orang pada umumnya yang kesulitan menyeimbangkan mimpi dan cinta di antara kehidupan nyatanya.

Penempatan beraneka produk komersial yang menjadi sponsor film memang cukup mengganggu di beberapa adegan. Untungnya sumbangsih suara biduan Singapore yaitu JJ Lin dalam berbagai tembang mampu menjaga mood film untuk tetap sendu dan ceria sekaligus. Production value jelas keunggulan utama, lihat saja Lang Tengah yang terletak di antara Pulau Redang dan Pulan Perhentian berhasil menyuguhkan lanskap pemandangan pantai yang ciamik lengkap dengan resortnya.
Anda bisa dengan mudah menebak Love You You akan menjadi satu dari sekian judul komedi romantik yang empuk untuk dinikmati tetapi dangkal secara esensi. Namun tidak ada salahnya jika sesekali menyaksikan film semacam ini, bukan? Lagi-lagi sebuah contoh konkret bahwa cinta sejati tidak akan datang jika anda terus menunggu orang yang sempurna, melainkan belajar untuk mencintai orang yang tidak sempurna sekalipun dengan cara yang sempurna!

Durasi:
91 menit

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Friday 20 January 2012

HYBRID : Mobil Maut Berinsting Pembunuh

Quotes:
Tilda: If it can bleed, it can die. We’re going to kill it!


Storyline:
Sebuah mobil misterius dibawa polisi Chicago ke bengkel Ray setelah terjadinya kecelakaan maut. Mekanik yang bertugas yaitu Tilda menemukan keanehan dimana mobil tersebut seakan memiliki nyawa dan pikiran sendiri. Kecurigaannya tidak menunggu lama untuk terjawab karena mobil tersebut mulai mengincar nyawa mereka yang terjebak di dalam garasi malam itu dengan kemampuan berubah bentuk yang mengerikan.

Nice-to-know:
Film berjudul asli Super Hybrid ini sempat disertakan dalam Berlin Fantasy Filmfest pada bulan August 2010 lalu.

Cast:
Shannon Beckner sebagai Tilda
Oded Fehr sebagai Ray
Ryan Kennedy sebagai Bobby
Melanie Papalia sebagai Maria
Adrien Dorval sebagai Gordy

Director:
Eric Valette sebelumnya dikenal ketika menggarap One Missed Call (2008).

Comment:
Mobil pembunuh manusia? Ah, bisa jadi ingatan anda melayang pada masa silam dimana John Carpenter pernah membesut Christine di tahun saya lahir di dunia. Beberapa judul lain sebelum dan sesudahnya memang pernah bermunculan tetapi belum sempat saya saksikan. Kini, Benjamin Carr yang bertindak sebagai penulis skrip mencoba mengangkat tema serupa dimana atraksi Chevrolet C-10 dan Mercury Colony Park serta sederetan mobil lain akan memanjakan mata anda.

Harus diakui konsep mobil yang bisa membunuh memang menggelikan. Namun jika anda bisa menerima premis tersebut, tidak ada alasan untuk tidak menyukai yang satu ini. Penjelasan unik mengapa mobil tersebut membunuh dilakukan secara wajar di pertengahan film sekaligus membuka rahasia monster laut yang mampu bertransformasi dalam waktu singkat. Jebakan maut yang menjanjikan begitu manusia masuk dan duduk di belakang setir? Dang!
Perubahan “identitas” Tilda dari wanita penurut menjadi empunya inisiatif perlawanan memang terlalu instan tetapi Beckner melakukannya dengan cukup meyakinkan. Fehr mungkin nama lain yang anda kenal dan peran Ray yang brengsek tampak dinikmatinya. Dari segi akting memang tidak ada yang luar biasa disini tetapi karakterisasi hitam-putih yang terbangun lumayan menarik sehingga anda akan peduli mengikutinya sambil berpikir, “Who’s gonna be the next victim?”

Sutradara Valette menggunakan setting garasi dengan efektif. Kamera yang bergerak dinamis menyoroti setiap sudut gelap dan lengang bisa membuat anda paranoid membayangkannya. Efek CGI nya lumayan maksimal meski tidak dapat dibandingkan dengan milik James Cameron atau Steven Spielberg. Elemen 3D yang dibebatkan hanya sebagai pelengkap saja, terbantu oleh pencahayaan temaram yang membuat setiap obyek dalam film terasa hidup.
Sebagai thriller horor kelas B tanpa banyak ekspektasi, Hybrid 3D ternyata cukup enjoyable. Bahkan sebuah film dengan rating PG-13 semacam ini ternyata menyimpan beberapa adegan gory yang cukup eksplisit. Semua departemen bekerja secara efektif terutama music scoringnya yang dinamis itu. Pacing yang terjaga dengan suguhan sekuens action yang believeable membuat film ini jelas lebih baik dari berbagai review negatif yang terpampang di internet. Tidak percaya?

Durasi:
90 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Thursday 19 January 2012

PARANORMAL ACTIVITY 3 : Teman Imajiner Keluarga Ritual Misterius

Tagline:
It Runs In The Family.


Storyline:
Tahun 1988, dua gadis kecil bersaudari yaitu Katie dan Kristi memiliki teman imajiner bernama Toby yang juga tinggal di rumah mereka. Sang Ibu, Julie dan kekasihnya, Dennis tidak percaya cerita tersebut. Ketika Dennis bermain-main dengan kamera barunya dan memasang beberapa di setiap penjuru rumah, gangguan supernatural makin menjadi. Julie yang tidak percaya kerapkali memprotes tindakan Dennis tersebut. Kekuatan apakah yang sesungguhnya mengintai keluarga tersebut?

Nice-to-know:
Sebagian besar adegan dalam trailer yang tidak ada dalam film sehingga banyak fans franchise ini yang marah karena merasa ditipu.

Cast:
Christopher Nicholas Smith sebagai Dennis
Lauren Bittner sebagai Julie
Chloe Csengery sebagai Young Katie
Jessica Tyler Brown sebagai Young Kristi Rey
Dustin Ingram sebagai Randy Rosen

Director:
Merupakan debut feature film bagi Henry Joost dan Ariel Schulman yang sebelumnya hanya menggarap film pendek, documenter dan film televisi.

Comment:
Gelombang protes dari para pecinta franchise Paranormal Activity telah bermunculan di seluruh dunia. Pasalnya trailer film ini tidak setia dengan isi filmnya. Ekspektasi tinggi menyaksikan trailernya yang cukup menggigit itu bisa jadi alasan penurunan rating yang diterima film lanjutan yang mengambil waktu kejadian sebelum Paranormal Activity (2007) dan Paranormal Activity 2 (2010) yaitu di tahun 1988 dimana dua bersaudari, Katie dan Kristi masih berusia kurang dari 10 tahun.

Penulis skrip Christopher Landon dan Oren Peli menggunakan stereotype sejenis dalam pengenalan keluarga Julie dimana karakterisasi masing-masing tokohnya disesuaikan dengan kebanyakan orang pada umumnya. Anda akan diajak mengenal Julie yang skeptis dan tidak percaya kejadian supernatural. Dennis yang terobsesi dengan kamera barunya sebelum menemukan keganjilan dalam rekamannya. Lalu seperti yang sudah disinggung sebelumnya, Katie dan Kristi yang memiliki teman imajiner layaknya anak-anak sebaya mereka alami.
Sutradara Joost dan Schulman menggunakan empat ruang utama yang menjadi fokus ketakutan yaitu kamar Julie dan Dennis, loteng tempat tidur Katie dan Kristi, ruang makan serta dapur yang terhubung. Pintu yang terbuka sebagian dan anak tangga yang lengang dijamin akan membuat imajinasi anda bekerja dengan sendirinya. Namun aset juara film ini adalah kamera yang dipasang pada kipas angin sehingga mampu bergerak menyoroti dua ruangan sekaligus secara bergantian. Bisa bayangkan kejutan apa yang bakal temui?

Awal film yang bergulir lambat seakan memberi waktu bagi penonton untuk menyiapkan mental terbaik untuk menghadapi teror-teror yang semakin memuncak mendekati akhir. Jujur saja, prekuel ini tidak melebihi Paranormal Activity 2 yang masih menjadi favorit saya. Banyak adegan yang sudah dapat kita prediksi mengacu pada dua episode pendahulunya. Kejutan di ending juga tidak semengejutkan sebelum-sebelumnya apalagi dengan sedikitnya penjelasan yang melatarbelakanginya.
Paranormal Activity 3 tidak akan (atau belum) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tersisa dari 1 dan 2 nya secara gamblang. Namun petunjuk demi petunjuk yang merangkai keseluruhan misteri yang melingkupi keluarga Katie bahkan hingga dewasa cukup terpampang jelas dari bahasa gambar yang disuguhkan. Ketiga seri sejauh ini masih dalam range kualitas yang sama sehingga saya lagi-lagi menikmati permainan mata yang menyapu setiap sudut rumah sampai berimbas pada berdirinya bulu kuduk tanpa disadari. Pastikan tidak mendapati rumah anda kosong sepulang menonton film ini.

Durasi:
83 menit

U.S. Box Office:
$104,007,828 till Jan 2012

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent