Saturday 31 March 2012

WRATH OF THE TITANS : Slightly Better Epic Demigods’ Letdown


Quotes:
Zeus: You will learn someday that being half human, makes you stronger than a god.

Nice-to-know:
Gemma Arterton sedianya kembali dalam produksi film ini tapi mengalami konflik jadwal dengan Hansel and Gretel: Witch Hunters (2012).

Cast:
Sam Worthington sebagai Perseus
Liam Neeson sebagai Zeus
Ralph Fiennes sebagai Hades
Édgar Ramírez sebagai Ares
Toby Kebbell sebagai Agenor
Rosamund Pike sebagai Andromeda
Bill Nighy sebagai Hephaestus
Danny Huston sebagai Poseidon

Director:
Merupakan feature film kelima bagi Jonathan Liebesman yang terakhir menggarap Battle Los Angeles (2011).

W for Words:
Pada Clash of the Titans (2010), Perseus berhasil mengalahkan Medusa dan Kraken sambil menyelamatkan Andromeda dan juga kota Argos dari kehancuran. Film tersebut sukses mengumpulkan nyaris 500 juta dollar lewat peredaran internasionalnya saja. Untuk itulah Warner Bros bermata silau untuk melanjutkan petualangan tokoh yang masih diperankan oleh Sam Worthington itu ke dalam installment baru, tentunya dengan konflik yang berbeda dan musuh-musuh yang jauh lebih tangguh.
Satu dekade setelah peristiwa yang mengangkat namanya, Perseus yang merupakan keturunan dari Zeus berupaya menjalani hidup normal sebagai nelayan bersama putranya Helius di sebuah desa yang tenang. Sementara itu, perebutan kekuasaan terjadi di antara para dewa dan the Titans itu sendiri. Pemimpin Titans yaitu Kronos bekerjasama dengan Hades dan Ares mengancam kedudukan Zeus dengan pasukan mautnya. Kini Perseus harus sekali lagi mengerahkan segenap kemampuannya untuk melindungi apa yang ia punya meski harus membahayakan nyawanya.

Kali ini anda akan menjadi saksi visualisasi monster-monster yang dihidupkan oleh CGI dengan senyata mungkin mulai dari chimera, trio Cyclopes, raksasa berkepala dua Makhai hingga sang Kronos itu. Kesemuanya berguna dalam menciptakan teror yang cukup mencengangkan dan berdarah untuk sebuah film remaja. Sutradara Liebesman yang banyak menggunakan shaky cam style di paruh pertama terutama untuk pertarungan Perseus melawan raksasa mampu menghadirkan serangkaian adegan aksi ala blockbuster yang lebih nyaman untuk disimak di paruh keduanya.
Saya tidak melihat ada perbedaan akting Worthington disini. Sorot matanya masih terasa kosong dan intonasi suaranya datar saja padahal muatan emosinya jauh lebih berisi, lihat saja nasib ayahnya Zeus dan putra remajanya Helius yang berkali-kali terancam. Pike yang menggantikan Davalos sebagai Andromeda memang terlihat jauh lebih dewasa walau cenderung lebih feminin yang mengurangi kesan tangguhnya. Dua aktor senior, Neeson dan Fiennes seperti biasa tidak mengecewakan samasekali sebagai dua saudara yang saling berebut kekuasaan menjelang akhir dunia, Zeus dan Hades.

Wrath of the Titans untungnya masih menyisakan beberapa adegan yang memorable, salah satunya adalah sekuens labirin di penghujung film yang terasa mencekam. Selebihnya tidak ada perbaikan yang signifikan dari prekuelnya selain action yang lebih intens dan visual yang lebih menjual termasuk konversi 3D yang lebih efektif di setengah jam terakhir durasinya. Kekurangan dari plot cerita dan pengembangan karakternya yang miskin tidak membantu para penggemar kisah ini untuk memberikan opini yang positif. See it only if you want to see some fantasy action in the fantastic spare time but for me, the last few demigods movies have been such a letdown including this one.

Durasi:
99 menit

U.S. Box Office:
$34,200,000 in opening week of Apr 2012

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Friday 30 March 2012

LOVE IS U : Ekploitasi Chibi Cantik Nan Semu


Quotes:
Cherly: Kalo punya keyakinan, kita gak akan cepat menyerah..

Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Day Dreams Entertainment dan Radikal Films ini gala premierenya dilangsungkan di Hollywood XXI pada tanggal 26 Maret 2012.

Cast:
Cherly Chibi
Anisa Chibi
Wenda Chibi
Angel Chibi
Christy Chibi
Devi Chibi
Felly Chibi
Gigi Chibi
Auryn Chibi
Kevin Leonardo
Panca Makmun sebagai Victor
M Leo Lumanto sebagai Ayah Cherly
Fifie Buntaran sebagai Ibu Cherly

Director:
Merupakan film ke-11 bagi Hanny R Saputra yang karya terakhirnya, Di Bawah Lindungan Ka’bah (2011) menuai banyak kritik.

W For Words:
Apapun hasil akhirnya, Cherry Belle alias Chibi patut berbangga karena menjadi girlband lokal pertama yang bisa bermain dalam sebuah produksi film Indonesia apalagi diarahkan oleh salah satu sutradara papan atas yaitu Hanny R. Saputra yang mengerjakan skrip olahan Jaumil Aurora. Sekadar catatan, sebelumnya boyband Ungu dan Wali sempat mencoba peruntungan mereka dalam Purple Love dan Baik-Baik Sayang di tahun 2011 yang lalu dengan hasil yang tidak terlalu memuaskan, setidaknya itulah pendapat pribadi saya.
Cherry Belle beranggotakan Cherly, Angel, Anisa, Christy, Devi, Felly, Gigi, Auryn dan Wenda dimana masing-masing memiliki ciri khas dan ego yang berbeda-beda.Hal tersebut tak jarang mengganggu kekompakan mereka yang berbuntut ketdak selarasan aksi panggung maupun olah vokal. Sang manajer, Victor berupaya mengembalikan keutuhan grup ini. Bukan hal mudah lantaran Cherly bermasalah dengan ayahnya yang meninggalkannya sejak kecil, Wenda mengalami konflik dengan ibunya yang super sibuk, Gigi dan Anisa yang saling iri hati, Auryn yang gampang sakit, Felly dan Christy yang keberatan dibilang kembaran serta sederetan kesalahpahaman lain.

Alih-alih terfokus pada suatu konflik besar yang menantang untuk diselesaikan, film ini malah sibuk bermain pada konflik-konflik kecil yang cuma menghabiskan durasi. Permasalahan demi permasalahan sepele kerap terjadi yang hampir semuanya diselesaikan hanya dengan permintaan maaf, berpelukan dan bernyanyi bersama. Gosh, it’s really annoying especially with the repetition itself. Jika menggunakan alasan bahwa kesembilan anggotanya masih muda usia sehingga diganjar pembenaran untuk bertingkah labil pun rasanya tidak bijaksana karena penonton ingin melihat lebih.
Sutradara Hanny terlihat telah melakukan usaha maksimalnya untuk menyajikan film yang enak ditonton sekaligus mudah diikuti. Ia memang berhasil karena sinematografinya lumayan memikat dengan memaksimalkan sudut pengambilan gambar indoor maupun outdoor yang variatif. Namun kelemahan skrip tidak dapat ditutupi begitu saja apalagi ditunjang keterbatasan akting yang membuat segalanya terasa dibuat-buat. Chibi yang baru menelurkan 5 single itu terkesan miskin musikalitas karena diulang terus-menerus sebagai backsound nyaris di setiap adegannya.

Saya tidak menghujat Chibi samasekali, mereka cantik, manis, lucu dan memiliki olah vokal lumayan tetapi menghibahkan skrip buruk ke tangan mereka sama seperti membongkar kedok bahwa kesembilan gadis ini hanyalah propaganda produser untuk mengIndonesiakan K-Pop lengkap dengan gaya rambut,make-up hingga busananya. Lagu ringan ear-catchy dalam balutan koreografi unyu menjadi pelengkap paket yang entah harus dibanggakan atau diprihatinkan. Love Is U terasa semu sebagai sebuah film meskipun dibalut dengan rentetan kalimat pesan moral yang tidak cukup dalam untuk dicerna. Kinerja Hanny setidaknya sedikit menyelamatkan drama penuh “drama” ini dari nilai terendah!

Durasi:
80 menit

Overall:
6.5 out of 10

Movie-meter:

Thursday 29 March 2012

HI5TERIA : Omnibus Lima Kecemasan, Belum Ketakutan


Quotes:
Vita: Jika kepala terlepas dari ragamu, carilah wanita berbadan dua.. Atau bayi yang masih suci..

PASAR SETAN - Adriyanto Dewo (14 menit)
Sari mencari kekasihnya Jaka yang telah menghilang 3 hari di sebuah hutan pegunungan Lawu. Tak lama kemudian ia berjumpa seorang pendaki lain bernama Zul. Keduanya ternyata hanya berputar-putar di tempat yang sama selama berhari-hari. Ketika malam tiba, hutan mendadak ramai dengan suara dan cahaya yang terang benderang. Berhasilkah mereka keluar dari hutan tersebut?

WAYANG KOELIT - Chairun Nissa (24 menit)
Seorang jurnalis Amerika, Nicole bertugas untuk meliput pertunjukan wayang kulit di sebuah desa Jawa Tengah. Ketika menyadari bahwa semua anggotanya adalah perempuan, ia justru diikuti oleh kekuatan mistis yang sulit diperkirakan tujuannya. Nicole semakin terperangkap dimana satu-satunya yang bisa dipercaya adalah pemahamannya sendiri.

KOTAK MUSIK - Billy Christian (20 menit)
Ilmuwan muda bernama Farah terbiasa hidup modern dan independen dimana segala kejadian diyakininya mampu dijelaskan secara ilmiah. Namun penemuan kotak musik yang kemudian diikuti dengan hantu bocah perempuan kecil yang selalu mengikutinya membuat Farah goyah. Ia harus mulai mempercayainya atau segalanya terlambat.

PALASIK - Nicho Yudifar (21 menit)
Sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri dan putri remajanya tengah menikmati liburan di sebuah villa yang terletak di sebuah kota kecil Sumatera Barat. Kegembiraan tidak berlangsung lama karena sang istri diteror oleh setan kepala terbang tanpa badan yang tampaknya berhubungan dengan rahasia misterius masa lalu.

LOKET - Harvan Agustriansyah (18 menit)
Pada suatu malam sepi, seorang petugas penjaga loket parkiran basement sebuah mall mengalami kejadian aneh. Diawali dengan palang pintu loket yang tidak bisa terbuka hingga muncul sosok menyeramkan seorang perempuan setengah baya yang meneror dirinya. Benarkah ada kasus pembunuhan yang terjadi di sekitar situ?


Nice-to-know:
Diproduksi oleh Upi Production dan PT Kharisma Starvision Plus dimana screeningnya dilangsungkan di Hollywood XXI pada tanggal 27 Maret 2012.

Cast:
Luna Maya sebagai Farah
Dion Wiyoko sebagai Zul
Ichi Nuraini sebagai Penjaga Loket
Poppy Sovia sebagai Novi
Tara Basro sebagai Sari
Kriss Hatta sebagai Teddy
Imelda Therinne sebagai Vita
Maya Otos sebagai Nicole
Sigi Wimala
Bella Esperance
Dinda Kanya Dewi

W For Words:
Regenerasi filmmaker harus tetap berjalan di belantara perfilman nasional, setidaknya itulah yang dikumandangkan oleh Upi yang sukses meyakinkan Chand Parwez Servia untuk kemudian memproduseri sekelompok anak muda yang sudah berkiprah sebagai pembuat film-film pendek berkualitas sebelumnya. Lahirlah sebuah omnibus horor thriller yang hendaknya tidak disamakan dengan produksi Thailand yakni 4BIA (2008) dan kelanjutannya Phobia 2 (2009) walaupun memiliki pendekatan yang kurang lebih sama.
Adriyanto Dewo, Chairun Nissa, Billy Christian, Nicholas Yudifar dan Harvan Agustriansyah tak menyia-nyiakan kesempatan langka ini untuk mengerahkan kemampuan terbaik yang mereka punya apalagi dengan mentor sekelas Upi. Dua nama yang paling outstanding adalah Ilun dan Billy, tak heran karena dari segi jam terbang mereka sedikit di atas yang lainnya. Urutan favorit saya adalah Wayang Koelit, Kotak Musik, Loket, Palasik dan Pasar Setan. Lihat SPOILER ALERT! di bawah jika anda ingin tahu detail penilaian saya.

Saya bersyukur omnibus horor thriller ini masih tetap setia dengan akar budaya lokal, terlihat dari penekanan masing-masing segmennya yang Indonesia banget. Satu garis lurus yang dapat ditarik adalah tokoh wanita yang menjadi sentralisasi cerita dan bukan kebetulan kalau semuanya ditempatkan sebagai korban. Lihat saja posternya yang jelas menampilkan wajah-wajah mereka dengan warna yang berbeda-beda. Komposisi scoring music dari Tya Subiakto juga tidak mengecewakan karena berhasil melebur pas untuk memancing rasa tertentu yang diharapkan oleh filmmaker.
Di satu sisi, HI5TERIA memang sukses mencuri start dengan teaser trailer yang kerap diputar pada ajang iNAFFF tahun lalu. Namun di sisi lain, hal tersebut justru dapat memancing ekspektasi yang kelewat tinggi dari para penikmat genre sejenis. Terlepas dari berbagai kekurangan minor, HI5TERIA tetap harus diapresiasi karena tujuan mulia produser dan kerja keras pekerja kreatif generasi penerus ini. Meskipun belum sampai mencapai batas phobia (baca: ketakutan) yang diinginkan, HI5TERIA tetap mampu memunculkan kecemasan dalam diri penonton yang bisa jadi akan dihadapkan pada situasi serupa di kehidupan nyata mereka selepas menyaksikannya.


SPOILER ALERT!
Pasar Setan: Saya melihat fokus berada di antara pencarian orang hilang dan keberadaan pasar setan itu sendiri. Dua elemen yang seharusnya saling memperkuat untuk koalisi cerita yang padat tapi nyatanya pasar setan itu sendiri hanya ditampilkan dalam satu adegan sebagai latar belakang belaka. Selebihnya Tara dan Dion yang sibuk berputar-putar di hutan Gunung Lawu tanpa menyadari bahwa keduanya telah meretas rentang waktu yang teramat panjang. Twist nya tidak buruk hanya saja pernah dilakukan sebelumnya dalam Pencarian Terakhir (2008).
Wayang Koelit: Entah mengapa instrumen musik dan atribut etnik yang digunakan benar-benar mampu menciptakan suasana magis yang mendirikan bulu kuduk. Sudut pandang dari tokoh utama Maya Otos yang berasal dari luar semakin mempertebal konflik pertentangan budaya yang terjadi. Jujur saja, adegan bayangan wayang merambat di dinding sempat menggetarkan saya selain kinerja make-up artist yang demikian baik dalam menyajikan “wajah” seram di tengah kekalutan malam. Twist nya tidak terlalu sulit ditebak dan adegan penutup persis dengan prediksi saya.

Kotak Musik: Tak pelak lagi, Luna Maya bermain paling menonjol dalam omnibus horor ini. Anda akan melihatnya bersikap mandiri, tak butuh cinta, profesionalitas dalam bekerja, apatis terhadap supernatural hingga bingung dengan pemahamannya sendiri. Aksesori kotak musik yang selalu iringi kemunculan arwah bocah perempuan itu menjadi momok tersendiri walau saya berharap sedikit penjelasan di akhir cerita mengenai “koneksi” khusus antara Farah dengan arwah yang mengikutinya. Twist nya terbilang memelintir konsep garis waktu sehingga kembali ke kondisi awal dengan keadaan yang berbeda 180 derajat!
Palasik: Sosok setan kepala terbang tidak ditampilkan dengan jelas di sepanjang durasinya padahal ini yang paling ingin dilihat penonton kecuali beberapa detik di akhir cerita yang efeknya masih terasa kasar. Untungnya penjiwaan Imelda Therinne sebagai obyek teror dalam kondisi hamil mampu mengangkat cerita. Keganjilan terjadi ketika Vita yang sudah berada di ambang kebebasannya justru kembali masuk ke dalam rumah tanpa alasan yang jelas?! Jangan lupakan kemunculan Poppy Sovia yang merupakan tokoh penting di balik twist nya.

Loket: Saya sependapat bahwa karyawan yang bekerja sebagai penjaga loket keluar masuk kendaraan shift malam di basement gedung itu memiliki nyali yang luar biasa. Ichi Nuraini menghidupkannya dengan pas apalagi dengan dukungan nyonya menyeramkan Bella Esperance! Sedikit lambat dalam bercerita di awal, Harvan akhirnya tancap gas di penghujung. Tetap saya merasa seharusnya film ditutup ketika Ichi “sadar”. Twist yang ditawarkan mungkin mengingatkan anda pada Triangle tapi sayangnya tidak tersampaikan dengan jelas. Anyway, this could be a great finale segment but came up quite short!

Durasi:
97 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:

Wednesday 28 March 2012

WAR OF THE ARROWS : Awesome Archers’ Battle Finale


Quotes:
Nam-yi: Rasa takut untuk dihadapi, bukan dielakkan.

Nice-to-know:
Mencatatkan diri sebagai film terlaris kedua setelah Sunny tahun 2011 di negeri asalnya, Korea. Namun saat diedarkan kembali pada bulan Oktober dengan tambahan director’s cut berhasil mendongkrak posisinya ke urutan teratas.

Cast:
Park Hae-il sebagai Nam-Yi
Ryoo Seung-yong sebagai Jyu Shin-Ta
Moon Chae-won sebagai Ja-In
Kim Mu-Yeol sebagai Seo-Goon
Lee Han-wi sebagai Gap-Yong
Lee Kyeong-yeong sebagai Kim Moo-Sun
Park Gi-woong sebagai Doreukon

Director:
Merupakan film ketiga Kim Han-min sejauh ini yang diawali oleh Paradise Murdered (2007).

W for Words:
Lotte Entertainment dengan pecahannya Dasepoclub Co. bekerjasama dengan DCG Plus Co. menghadirkan sebuah action bertempo cepat dengan latar belakang epik sejarah yaitu kependudukan Manchu China di ranah Korea sekitar tahun 1600an. Plot ceritanya mungkin umum yaitu seorang pria dalam misi penyelamatan saudarinya yang diculik musuh sampai memimpin gerakan masyarakat melawan tirani. Namun yang membedakan adalah penggunaan senjata yang disinggung dalam judulnya yaitu busur dan panah!

Pemanah ulung sekaligus pengkhianat mati-matian menyelamatkan putra putrinya ketika kediamannya diserbu hingga harus mengorbankan nyawanya. Saat itulah Nam-yi dan Ja-in melarikan diri, tumbuh dewasa bersama 13 tahun kemudian dengan kemampuan beladiri yang diwarisi dari ayahnya. Ketika Ja-in dilamar Seo-goon, armada kerjaan Qing tiba-tiba menyerang dan melarikan wanita malang tersebut. Nam-yi tak tinggal diam, ia memimpin gerakan pemberontakan sekaligus menghadapkannya pada pertarungan akhir hidup dan mati dengan Jyu Shin-ta dan kawanan yang bengis itu.
Sutradara Kim berhasil menangani action berskala besar dengan narasi yang linier dan sederhana sehingga tidak perlu membuat penonton sulit mencerna apa yang disuguhkannya. Pemakaian bahasa lawas Manchu yang nyaris punah menjadi daya tarik tersendiri meskipun teramat asing di telinga anda. Sinematografi Kim Tae-seong dan ilustrasi musik Choi Tae-young juga berhasil memperkuat intensitas yang diinginkan termasuk adegan kucing-tikus menelusuri belantara hutan dan lembah yang masih asri.

Semua aktor aktris disini terlihat keren dalam kostum tradisional Korea ataupun baju perang tentara Manchu yang meyakinkan itu. Park melanjutkan peran emosionalnya dalam The Host (2006) dalam sosok Nam-yi yang ditugaskan melindungi adiknya. Ketangkasannya memanah juga patut diapresiasi karena terlihat bertarung dengan hati. Moon sendiri juga bukan tipikal wanita yang tidak bisa apa-apa, Ja-in jelas bisa melawan dengan gigih jika dibutuhkan. Ryoo mampu menjiwai peran antagonis dengan maksimal, naluri pemburu Shin-ta terkesan mengerikan sampai titik darah penghabisan.
Paruh pertama film memang sedikit bertele-tele dengan kinerja kameranya yang sedikit shaky. Namun semuanya terbayar lunas di paruh kedua yang mencekam dimana duel panah kelompok Nam-yi dan Shin-ta seakan membawa film ke babak yang baru, survival in the woods yang memperhitungkan segala kemungkinan termasuk lokasi sarang harimau, arah angin, jarak lompatan dsb. War of the Arrows lemah dari konteks sejarah tapi kuat dari segi aksi intens. Anda hanya akan peduli pada nasib Nam-yi, Ja-in dan Seo-goon dimana anak panah terakhir bisa jadi menentukan nasib kubu yang terakhir berdiri tegak.

Durasi:
122 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!

Tuesday 27 March 2012

MR. AND MRS. INCREDIBLE : Lame Action But Fun Comedy Combo


Quotes:
Gazer Warrior: Honey, let’s find a small village and settle down.

Nice-to-know:
Diproduksi oleh We Pictures dan sudah dirilis di Hongkong 3 Februari 2011 yang lalu.

Cast:
Louis Koo sebagai Huan / Gazer Warrior
Sandra Ng Kwan Yue sebagai Red / Aroma Woman
Zhang Wen
Wang Po-chieh
Li Qin

Director:
Vincent Kok yang juga dikenal sebagai aktor ini terakhir menyutradarai l's Well, Ends Well 2009.

W for Words:
Sineas Asia memang terhitung jarang menggarap sebuah film bertemakan superhero. Kali ini Vincent Kok bersama Min Hun Fung mencoba peruntungan mereka dengan menulis skenario mengenai pasangan suami istri berkekuatan super yang mencoba menjalani kehidupan sehari-hari mereka secara normal. Pada beberapa bagian, anda akan merasakan pengaruh The Incredibles (2004) ataupun Mr. & Mrs. Smith (2008) yang diperbaharui sedemikian rupa dalam aksen komedi yang lebih kental.
Sepuluh tahun lalu, Gazer Warrior pernah menggagalkan perampokan yang dilakukan oleh Empat Hama sedangkan Aroma Woman sempat membekuk seorang suami penyiksa istri dan anaknya. Tak pelak keduanya dianggap pahlawan oleh masyarakat. Suatu pertemuan tak diduga membuat Huan dan Red jatuh cinta dan sepakat untuk menikah. Kejenuhan mulai melanda hingga mereka sepakat memiliki anak justru di tengah berlangsungnya event penentuan ranking perguruan para petarung masa kini.

Jujur saja melihat trailernya, saya berharap menemukan kombinasi aksi komedi yang amat menghibur. Namun lebih dari satu setengah jam berjalan, semua harapan tersebut sirna. Aksi yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang hingga penghujung film, villain yang tiba-tiba muncul gagal membangun suspense yang seharusnya ditebarkan sejak awal. Harus diakui efek CGI digunakan secara efektif, tidak bombastis tapi disesuaikan dengan esensi yang diinginkan. Vincent yang juga bertindak sebagai sutradara termasuk cermat dalam menciptakan setting desa yang mirip Forbidden City.
Romansa yang terjalin antara Louis dan Sandra memang pas. Keduanya mengingatkan pada duet legendaris Stephen Chow dan Anita Mui di masa silam. Berbagai adegan slapstick antara suami istri seperti bertengkar, isyarat untuk bercinta,nostalgia, saling cemburu ditampilkan dengan lugas meskipun beberapa repetisi cukup mengganggu. Penggunaan musik latar dari Wong Ying-Wah menegaskan konsep komikal terlebih suara yang menyerupai video game Mario Bros itu.

Mr. & Mrs. Incredible hanya menawarkan hiburan yang decent sebagai penyegaran di tengah keseragaman tema film Hongkong belakangan ini. Namun jika dimaksudkan untuk menyambut Tahun Baru Imlek rasanya tidak akan memorable kalau tidak mau dikatakan lame dengan tarik ulur plot di sepanjang durasi. Jika anda mengharapkan sesuatu yang intens dipastikan kecewa karena fighting scenes nya sendiri tak sampai menonjolkan kekerasani. Walau begitu saya cukup terhibur melihat pasutri superhero yang pensiun dan harus menghadapi realita usia yang semakin menua.

Durasi:
98 menit

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Monday 26 March 2012

POSTCARDS FROM THE ZOO : Metafora Indah Perjalanan Ambigu


Quotes:
Pak Maman: Kalo yang hilang, dia perlu dicari. Tapi kalo yang pergi, dia akan datang dengan sendirinya..

Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Babibutafilm dan Pallas Film ini sempat dinominasikan Golden Berlin Bear Award dalam ajang Berlin International Film Festival.

Cast:
Ladya Cheryl sebagai Lana
Nicholas Saputra
Adjie Nur Ahmad
Klarysa Aurelia
Dave Lumenta
Nazyra C. Noer
Heidy Trisiana Triswan

Director:
Merupakan feature film kedua bagi Edwin di luar berbagai film pendeknya sebelum ini.

W For Words:
Betapapun teramat ingin tapi nyatanya saya belum berkesempatan menyaksikan Babi Buta Ingin Terbang alias Blind Pig Who Wants To Fly (2009) hingga saat ini. Sisi positifnya mungkin akan muncul sebuah penilaian murni netral untuk film terbaru Edwin ini yang secara membanggakan sudah terpilih mewakili Indonesia berpartisipasi dalam ajang Berlin International Film Festival dan New York Tribeca Film Festival beberapa waktu yang lalu.
Alkisah Lana, seorang gadis yang sejak kecil telah ditinggalkan orangtuanya di kebun binatang Ragunan. Ia tumbuh besar dan menghabiskan hari-harinya bersama petugas atau pengunjung yang kerap memperkayanya dengan pengetahuan baru. Suatu ketika, Lana dipertemukan dengan Magician berkostum ala Koboi yang banyak mengajarkannya trik sulap sebelum diajak melangkah keluar dunia yang selama ini dikenalnya. Akankah pada akhirnya Lana mendapatkan pembelajaran yang dibutuhkan untuk menggapai mimpinya?

Sutradara Edwin memang banyak menggunakan metafora disini. 30 menit pertama nyaris tidak bercerita apa-apa karena sibuk menggambarkan kondisi kebun binatang sekaligus introduksi hewan-hewan di dalamnya mulai dari harimau, kuda nil sampai jerapah yang menjadi inspirasi sang tokoh utama. Tanpa lupa selipan berbagai kalimat narasi yang deskriptif digunakan sebagai pemotong scene yang efektif, tentunya dengan timing yang dianggap cukup untuk membuat penonton menarik kesimpulan sendiri sekaligus menyimpannya dalam benak masing-masing.
Ah betapa saya merindukan sosok Ladya Cheryl di layar lebar. Peran Lana dihidupkannya dengan pas dimana sifat naif dan rasa keingintahuan yang kuat menuntunnya melewati fase-fase kehidupan yang tidak pernah dapat terelakkan. Interaksinya dengan Nicholas Saputra juga terbilang unik. Tidak perlu diceritakan ketertarikan satu sama lain di antara kedua karakter ini karena penonton sudah dapat merasakan chemistry tersendiri saat mereka bersosialisasi. Keberanian Nazyra C Noer dan Sapto berakting lugas dalam "aktifitas" terlarang disini memang patut diacungi jempol.

Menonton Postcards From Zoo mungkin akan meninggalkan ambiguitas dalam diri anda layaknya potongan puzzle yang tersebar selama 95 menit. Gaya penceritaan Edwin yang linier memang tidak memberi penjelasan yang dibutuhkan penonton untuk dapat mengerti latar belakang setiap karakter intinya. Namun kebebasannya bereksperimen dengan sedikit sentuhan magis itulah yang menjadikan konsep film ini terasa matang dalam balutan semangat indie. Bagaikan menggiring kita dalam sebuah tour singkat kebun binatang yang dianalogikan sebagai dunia tempat anda berpijak dan hewan-hewan di dalamnya sebagai orang-orang yang anda temui dalam kehidupan sehari-hari dengan ragam variatif. Selalu dibutuhkan proses pengenalan, pembelajaran, adaptasi yang samasekali tidak mudah dilalui demi sebuah pencapaian tertinggi. Jika impian Lana ialah memegang perut jerapah, bagaimana dengan anda?

Durasi:
95 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:

Saturday 24 March 2012

THE LORAX : Saving Thneeds For Ecological Reminder


Quotes:
Ted: The last seed?
Once-ler: It's not about what it is. It's about what it can become.

Nice-to-know:
This is the first film to feature Universal's 100th Anniversary logo.

Voice:
Danny DeVito sebagai The Lorax
Ed Helms sebagai The Once-ler
Zac Efron sebagai Ted
Taylor Swift sebagai Audrey
Betty White sebagai Grammy Norma
Rob Riggle sebagai Mr. O'Hare

Director:
Merupakan film kedua bagi Chris Renaud setelah Despicable Me (2010) dan kolaborasi pertama dengan Kyle Balda yang sebelumnya menangani beberapa film pendek.

W for Words:
Koleksi cerita Dr. Seuss memang amat beragam dari yang pendek hingga yang panjang. Sebagian di antaranya sudah diadaptasi ke layar lebar dengan pencapaian tersukses adalah How the Grinch Stole Christmas! (2000). Kali ini buku cerita anak-anak berisi 45 halaman pun ditranskripkan menjadi skenario oleh duo penulis, Ken Daurio dan Cinco Paul ke dalam animasi berdurasi 86 menit yang sebetulnya bertemakan serius ini yaitu pelestarian alam dari campur tangan manusia.
Bocah berusia 12 tahun Ted bertekad memenangkan hati gadis pujaannya Audrey dengan menelusuri kisah Lorax, makhluk oranye penggerutu berkumis lebat yang selalu berjuang untuk kestabilan ekosistem yang pernah dirusak oleh manusia egois bernama Once-ler yang seenaknya menggunduli pohon Thneeds untuk kepentingannya sendiri. Sayangnya petualangan Ted harus ditentang oleh walikota eksentrik Mr. O’Hare yang tidak ingin mengubah tata kotanya dengan cara apapun juga.

Plot utamanya memang sederhana yaitu pertemuan laki-laki dan perempuan. Namun di luar itu, subplotnya mengenai pelestarian alam memang amat kuat dinarasikan lewat animasi grafis yang keindahannya mencengangkan termasuk desain Thneedville lawas dan anyar yang sangat kontras. Meski demikian unsur 3D yang dibebatkannya nyaris tidak memberikan kontribusi apa-apa selain penampakan “timbul” yang minim, jauh jika dibandingkan dengan karya sutradara Chris Renaud sebelumnya.
Percakapan menggigit antara Ted dan Once-Ler di balik gubuknya merupakan kekuatan utama film ini. Rasa penasaran Ted disulihkan dengan baik oleh Zac Efron. Sama halnya kebijaksanaan Lorax yang disuarakan dengan maksimal oleh Danny DeVito. Sedangkan kredibilitas tinggi patut dilayangkan kepada penjiwaan naik turun Ed Helms yang hidup dalam penyesalan setelah termakan oleh ambisi pribadinya semasa muda lewat penemuan Truffula selain dorongan untuk memenuhi kebutuhan keluarga besarnya sendiri. Kelembutan suara Taylor Swift sebagai Audrey juga memperkaya keragaman karakter disini.

Proyek yang beresiko tinggi ini rasanya akan lebih dapat dinikmati oleh anak-anak yang menemukan lucunya tingkah laku anak beruang atau imutnya trio ikan bernyanyi sambil berkoreografi. Nyatanya orang dewasa mungkin tidak akan terlalu terkesan begitu mengetahui sesungguhnya apa yang ingin dikampanyekan film ini yaitu menanam sebatang pohon demi kelangsungan penghijauan di muka bumi. Tujuan yang mulia karena digelorakan lewat animasi cantik semi-persuasif yang untungnya tidak terkesan memaksa ini. Simply let the trees grow. We should start caring bout it without being reminded!

Durasi:
86 menit

U.S. Box Office:.
$121,724,850 till March 2012

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Friday 23 March 2012

THE INNKEEPERS : Horrendous Building Slowly Little Scares


Quotes:
Some guests never check out.

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Dark Sky Films dan Glass Eye Pix dimana rilis terbatas Amerika Serikatnya sudah dilakukan pada tanggal 3 Februari 2012.

Cast:
Sara Paxton sebagai Claire
Pat Healy sebagai Luke
Alison Bartlett sebagai Gayle
Jake Ryan sebagai Boy
Kelly McGillis sebagai Leanne Rease-Jones
George Riddle sebagai Old Man
Brenda Cooney sebagai Madeline O'Malley

Director:
Merupakan film kelima bagi Ti West setelah terakhir Cabin Fever 2: Spring Fever (2009).

W for Words:
Sebuah penginapan tua di daerah Connecticut tengah beroperasi di minggu terakhirnya. Claire dan Luke bergantian melayani beberapa tamu yang masih berniat untuk bermalam disana. Hadirlah kisah masa lalu di antara mereka mengenai arwah wanita pemilik Yankee Pediar tersebut yaitu Madeline O’Malley yang mati mengenaskan karena calon suaminya tidak hadir di hari pernikahan mereka. Misteri mulai merambat karena rasa penasaran dua pegawai yang tersisa tersebut.
Melihat trailer dan poster ini yang mengedepankan bangunan kuno Yankee Pediar Inn, saya mengharapkan sebuah horor bergaya tradisional yang mampu membangun tensi secara perlahan tanpa harus menggedor jantung penonton dengan serangkaian adegan sadis berdarah-darah. Sayangnya jadwal rilis yang berdekatan dengan The Woman In Black (2012) di 21 Cineplex membuat film yang diambil hak rilisnya oleh Blitzmegaplex ini akan dibandingkan bulat-bulat.

Benar sekali jika teknik untuk menakuti penonton sangatlah tipikal untuk film bergenre sejenis mulai dari pemakaian E.V.P. alias Electric Voice Phenomenon (sudah dilakukan dalam White Noise) atau web cam (Paranormal Activity) serta berbagai adegan penampakan yang mengejutkan tokoh utama. Namun semua itu tentu tak ada gunanya jika tidak didukung oleh sound department yang kuat sebagai pemicu sugesti penonton akan adanya sesuatu meskipun tidak terlihat oleh mata.
Cast yang amat terbatas memang jelas mengandalkan duet Sara Paxton dan Pat Healy yang bahu-membahu menjaga intensitas cerita dengan humor kering yang terkadang menjurus seksualitas atau tindakan bodoh yang seringkali memacu reaksi “tidak menyenangkan”, termasuk dari sudut pandang penonton yang menyaksikannya. Saya katakan mereka berhasil memaksimalkan gimmick yang demikian terbatas! Penampilan aktris lawas Kelly McGillis juga patut mendapat kredit tersendiri sebagai pembawa acara tenar kharismatik yang mampu berkomunikasi dengan arwah di sekitarnya.

Sayangnya The Innkeepers yang sudah didukung dengan atribut setting yang menyeramkan nyatanya tidak menawarkan hal baru. Pergerakan tempo nan lambat memang sedikit membosankan dimana tiga chapter yang ada (Yankee Pediar Inn, Madeline O’Malley dan The Final Guest) harus diakhiri dengan Epilog yang ambigu dan menyisakan banyak pertanyaan di benak penonton. Walaupun begitu derit pintu, koridor lengang, basement gelap, denting piano berhasil dimaksimalkan untuk membangun suspensi misteri yang diharapkan di sepanjang film dan sesekali sukses membuat anda meraba tengkuk!

Durasi:
100 menit

U.S. Box Office:
$75,172 till Feb 2012

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Thursday 22 March 2012

THE HUNGER GAMES : Hungry Young Souls Against Autocracy













Quotes:
Haymitch Abernathy: This is the time to show them everything. Make sure theyremember you.

Nice-to-know:
Pada tanggal 22 Februari, empat minggu sebelum rilis, Lionsgate mulai menjualtiket di muka. Tidak hanya berhasil memecahkan rekor per hari yang dicetak olehThe Twilight Saga: Eclipse sebelumnya tetapi mengumpulkan 83% dari total penjualanhari tersebut.

Cast:
Jennifer Lawrence sebagai Katniss Everdeen
Stanley Tucci sebagai Caesar Flickerman
Josh Hutcherson sebagai Peeta Mellark
Wes Bentley sebagai Seneca Crane
Willow Shields sebagai Primrose Everdeen
Liam Hemsworth sebagai Gale Hawthorne
Elizabeth Banks sebagai Effie Trinket

Director:
Merupakan film ketiga bagi Gary Ross yang pertama kali diawali olehPleasantville (1998).

W for Words:
Selepas 7 seri Harry Potter berakhir, wajar jika banyak pecinta film di seluruhdunia menantikan kehadiran franchise baru yang sedianya dapat selalu ditunggukelanjutannya. Harapan itu ada pada novel trilogy milik Suzzane Collins yangterdiri dari The Hunger Games, Catching Fire dan Mockingjay. Trailer seripertama yang sudah wara-wiri sejak akhir tahun lalu ini nyatanya suksesmemancing perhatian publik dimana skripnya digarap sendiri oleh Collins bersamasutradara Gary Ross yang juga dibantu oleh Billy Ray ini.
Capitol memilih sepasang remaja laki-laki dan perempuan dari 12 distrik untukberkompetisi dalam ajang The Hunger Games ke-74. Mengajukan diri sebagaipengganti adiknya Primrose yang terpilih, Katniss Everdeen harus meninggalkansahabatnya Gale untuk bergabung dengan Peeta Mellark. Mentor mereka adalahCinna dan Haymitch yang mengajarkan trik khusus agar mendapat simpati daripenonton sehingga mau memberikan sponsor yang mungkin saja mempengaruhi hasilakhir permainan yang tinggal menyisakan satu orang saja tersebut.

Premisnya mungkin akan lumayan brutal dalam bayangan anda. Namun sutradara Rossdengan cerdas memanipulasi berbagai aksi di antara para kontenstan untukmenyelamatkan rating Remaja yang disematkan pada film ini. Adegan kekerasanmemang terlihat di beberapa bagian tapi tidak eksplisit menampilkan darah.Sebaliknya sisi kemanusiaan turut ditekankan, dimana remaja-remaja ini seakanmenjadi tumbal para Pemerintah sehingga mengundang simpati siapapun yangmelihatnya.
Jennifer Lawrence pernah dinominasikan Oscar kategori Aktris Terbaik bukantanpa alasan. Ia mewakili kekuatan, ketakutan, kemauan hingga kelembutan hatiKatniss dengan penjiwaan yang baik. Josh Hutcherson dan Liam Hemsworth jugamenjadi padanan yang seimbang bagi Lawrence meskipun nama tersebut belakangantidak terlalu dominan disini. Siapa yang tahu jika cinta segitiga ini akanbersemi pada sekuelnya di kemudian hari. Another Twilight wannabe perhaps?

Aktor-aktris pendukung yang sudah punya nama juga menuntaskan tugasnya denganmaksimal, sebut saja Stanley Tucci yang menggelikan sebagai presenter televisi Caesarlayaknya The Truman Show, Donald Sutherland yang mengerikan sebagai PresidenSnow, Woody Harrelson yang eksentrik sebagai mentor pemabuk Haymitch. Janganlupakan juga si menyebalkan Wes Bentley sebagai Seneca dan Elizabeth Banks yangtampil bak Lady Gaga sebagai Effie dengan make-up dan rambut warna-warninya.
Bagi yang sudah membaca bukunya niscaya akan menyukai perubahan minor dari Rossyang berhasil mempertajam narasi, apalagi suguhan musik T-Bone Burnett danJames Newton Howard yang semakin mengangkat semangat permainan itu sendiri.Sejujurnya saya belum menemukan sesuatu yang terlalu istimewa dari seri pertamanyaini walau mengakui adanya potensi besar di dalamnya untuk pengembangan yanglebih dalam di masa mendatang. Konsep “perburuan” yang terlalu berlarut-larutdengan “aturan” membunuh yang tidak biasa memang tak jarang membuat penontonmenguap ataupun mengernyitkan dahi. Beruntung jajaran cast dan eksekusi ciamikRoss masih menjadikan The Hunger Games tontonan yang berkelas dan memilikipesan moral di dalamnya. Yes, it’s us versus the government, hungry for justiceagainst hungry for autocracy!

Durasi:
142 menit

U.S. Box Office:.
$50,451,681 till Feb 2012

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:

Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent