Tuesday 14 August 2012

BRANDAL-BRANDAL CILIWUNG : Mengalir Datar Tanpa Kepolosan Anak-anak

Quotes:
Kalo solider dalam kebaikan bagus, kejahatan jangan..

Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Maxima Pictures ini gala premierenya dilangsungkan di Setiabudi 21 pada tanggal 8 Agustus 2012.

Cast:
Endy Arfian sebagai Jaka
Gritte Agatha sebagai Sissy
Julian Liberty sebagai Timur
Sehan Zack sebagai Umar
Aldy Rialdy Indrawan sebagai Tirto
M Syafikar sebagai Raja
Idrus Madani sebagai Wak Haji
Ira Wibowo sebagai Ibu Jaka
Hengky Solaiman sebagai Babah Alun

Director:
Merupakan film keenam bagi Guntur Soeharjanto setelah Purple Love (2011).



W For Words:
Satu-satunya film lokal yang dapat dikonsumsi oleh anak-anak dan keluarga pada libur Lebaran 2012 ini adalah hasil adaptasi novel lawas tahun 1973 karya Achmad S. Sederetan bintang cilik yang bermain disini memang belum lahir pada jaman itu tetapi keseriusan usaha mereka dalam menokohkan “Pandawa Lima” versi cilik tetap patut diapresiasi. Premis pluralisme tersebut lantas dipercayakan rumah produksi Maxima Pictures kepada sutradara Guntur Soeharjanto yang mengemasnya lewat tontonan selama nyaris dua jam.

Jaka, Umar, Raja, Timur dan Tirta tinggal di pinggir kali Ciliwung sehingga menamakan diri Pasukan Ciliwung. Meski berasal dari suku yang berbeda-beda, mereka selalu kompak belajar dan bermain. Ancaman satu-satunya datang dari Adam dkk yang kerapkali menantang kelimanya dalam permainan apapun. Kekompakan mulai terancam ketika cucu Babah Alun yang juga pemilik pabrik tahu di kampung, Sissy tiba di Ciliwung. Gadis tomboy yang berbakat itu menarik perhatian Jaka dkk yang menjadi salah paham satu sama lain tepat di saat lomba gethek Ciliwung akan berlangsung.

Menit-menit pertama film ini sudah kontradiktif dengan apa yang ada di kepala saya. Bayangan kehidupan sederhana (bukan sengsara) yang terjadi di pinggir kali Ciliwung sirna begitu melihat penampilan Jaka, Timur, Umar, Tirto, Raja yang masih cukup ‘wah’ apalagi dengan gaya bicara dan bahasa mereka yang sangat terkesan dewasa. Hal tersebut diperburuk oleh konflik yang juga klise dan tidak berhasil mencapai klimaks seperti cinta segitiga (?) dan persaingan antar geng. Skrip milik Alim Sudio tampak kedodoran dalam menerjemahkan esensi novel yang seharusnya penuh substansi itu.

Sutradara Guntur tampak telah mengerahkan segenap upayanya untuk merangkai benang merah cerita yang sering keluar jalur itu. Sayangnya terlalu banyak adegan yang ‘terputus’ dan sekuens yang ‘tak terselesaikan’ untuk dicover satu-persatu. Opening film penuh semangat yang menjanjikan itu gagal dipertahankan sehingga antusiasme penonton perlahan-lahan mulai merosot. Ending yang seharusnya menggigit lewat Festival Getek Ciliwung pun seakan menjadi tempelan belaka karena tersaji tanpa prosesi ujung pangkal yang jelas.














Unsur edukasi yang ingin disampaikan memang masih ada. Persahabatan Pasukan Ciliwung yang tak mengenal SARA atau kegiatan mereka membersihkan kali Ciliwung dari sampah adalah bukti konkret. Inilah nilai jual Brandal-Brandal Ciliwung yang setidaknya masih mengalir lancar dalam bercerita layaknya aliran sungai. Alangkah baiknya jika beberapa poin potensial yang ada bisa dimaksimalkan demi mengembalikan kepolosan dan kesahajaan film anak-anak lokal tanpa harus berkesan menggurui yang sepertinya sudah semakin berlabuh jauh dari pakemnya itu.

Durasi:
111 menit

Overall:
7 out of 10

Movie-meter: