Quotes:
Piter: Kau ini tidak mengerti. Rupiah itu tidak ada artinya. Dollar Anissa, dollar!
Storyline:
Seorang marinir bernama Badai mendapat tugas di pos jaga perbatasan Indonesia dengan sebuah pulai di Laut Cinta Selatan. Ia bersahabat dengan Zein, nelayan setempat dan jatuh hati pada Anisa, gadis keturunan yang memegang teguh norma-norma setempat. Ketenangan seketika terusik saat penemuan beberapa mayat misterius terapung di laut. Badai dituntut masyarakat setempat untuk segera mengungkap kasus yang juga merenggut nyawa anak semata wayang Zein itu. Bukan hanya itu, Badai juga dipertemukan kembali dengan Joko, sesama perwira Angkatan Laut yang masih menyimpan salah paham dengannya. Siapa sesungguhnya otak dari kasus misterius tersebut?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Quanta Pictures dimana screeningnya diselenggarakan di Blitzmegaplex Grand Indonesia pada tanggal 28 September 2011.
Cast:
Arifin Putra sebagai Badai
Astrid Tiar sebagai Anissa
Yama Carlos sebagai Joko
Jojon sebagai Piter
Ida Leman sebagai Dr. Yana
Kukuh Adirizky sebagai Nugie
Director:
Merupakan feature film kedua bagi Agung Sentausa setelah Garasi (2006).
Comment:
Rasa penasaran dan optimisme tinggi muncul saat pertama kali saya mendengar proyek film ini dikerjakan oleh produser Pingkan Warouw sekaligus debut pertama dari rumah produksi Quanta Pictures. Apalagi genre drama aksi yang berfokus pada kiprah seorang marinir di tempat asing dapat dihitung dengan jari tangan. Lantas apakah hasil akhirnya yang mencakup semua aspek dalam film sudah sesuai dengan ekspektasi saya dan mungkin sebagian besar orang?
Penulis skrip Ari M Syarif terasa mengombang-ambingkan karakter Badai. Aspek masa lalu, masa sekarang dan masa depan yang dijalaninya sedikit banyak mempengaruhi karakter asli yang ingin ditonjolkan, dalam hal ini ketangguhan dan ketegaran seorang marinir. Oleh karena itu tak jarang Badai malah terlihat rapuh dan tidak konsisten dengan segala tindak tanduknya. Sebetulnya tidak menjadi masalah jika ingin menekankan sisi manusiawinya asal dilengkapi dengan penjelasan latar belakangnya.
Dengan karakterisasi demikian, Arifin Putra juga mau tidak mau turut terjebak dalam ketidakpastian. Kadang Badai terlihat dewasa tapi di sisi lain masih kurang matang dalam mengambil setiap keputusan. Korelasinya dengan percintaan, persahabatan dan tanggungjawab terhadap tugas utamanya juga blur sepanjang film berjalan. Patriotisme yang dituntut darinya seringkali kontradiktif dengan anggapan masyarakat awam yang masih agak primitif. Nah, ini yang setidaknya menjadi highlight tersendiri.
Jojon justru paling mencuri perhatian dari jajaran cast yang ada. Bagaimana imej komediannya bisa luntur dan membaur dalam karakter Piter yang culas. Sosok antagonis yang memang tidak akan memancing kebencian penonton tapi mampu menghadirkan konflik yang tajam. Astrid Tiar dan Yama Carlos belum terlihat menggali sisi emosional yang dibutuhkan untuk peran Anissa dan Joko, bisa jadi karena porsi yang diberikan pada mereka belum cukup maksimal.
Satu nilai plus lagi, sutradara Agung berhasil menghadirkan sinematografi Tanjung Pinang alias Kepulauan Riau dengan indah. Pesisir pantai, laut dan perkampungan nelayan dapat disetel sebagai panggung sesuai kebutuhan cerita. Sayangnya adegan aksi yang diharapkan mampu memacu adrenalin malah cenderung datar. Bahkan adegan tembak-tembakan di atas kapal pada bagian pamungkas terkes4an menutupi detilnya. Tak mau menonjolkan kesadisan kasat mata atau takut terlihat palsu?
Badai Di Ujung Negeri bukanlah masuk kategori film buruk tetapi terbilang gagal memaksimalkan potensi yang sebenarnya sudah ada. Gaya penceritaan yang mundur maju dengan tempo lambat bisa jadi terasa membosankan. Namun kelemahan utamanya yaitu tidak cukup kuat menjalin keterikatan emosional dengan penonton untuk benar-benar tergugah dengan perjalanan konflik yang mengatasnamakan heroisme selama satu setengah jam durasinya.
Durasi:
95 menit
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Notes:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa