Tagline:
We never know when it comes
Storyline:
Empat sahabat masing-masing Bi, Angga, Deni dan Bagas berniat menonton sepakbola di Jakarta. Mereka melakukan perjalanan jauh menggunakan mobil dari Semarang. Di saat bersamaan, dua gadis masing-masing Citra dan Candy harus menghadapi ayah dan ibu yang otoriter yang berujung pada penculikan dan pemberontakan mereka. Muda-mudi tersebut harus menghadapi tuntunan nasib masing-masing yang akhirnya mempertemukan mereka pada kejadian tak terduga yang mungkin mengubah segalanya.
Nice to know:
Diproduksi oleh Mega Entertainment dan diproduseri oleh M. Iqbal Ayub dan Abu Davy.
Cast:
Nicky Tirta
Sellen Fernandez
Chintami Atmanegara
Surya Lee
Rocky Jeff
Fahria Yasmin
Sinta Bachir
Ranti Purnamasari
Johgan Morgan
Deni Mono
Director:
Toto Hoedi terakhir menggarap Capres (2009) yang menyindir situasi kondisi Pemilu terakhir di Indonesia.
Comment:
Sejujurnya saya sangat penasaran dengan film ini, bukan karena isinya tetapi lebih pada ambisi pribadi untuk melengkapi daftar keseluruhan menonton 82 judul film nasional yang rilis di bioskop Indonesia sepanjang tahun 2010 yang lalu. Kualitasnya sudah bisa diprediksi mengingat catatan sutradara yang juga bertindak sebagai penulis skripnya.
Toto seakan menggarap sebuah proyek film televisi dengan berbagai episode tak terhubung yang digabung menjadi satu. Penggunaan jam yang terus berjalan di berbagai scene rasanya tidak berdampak apa-apa selain menegaskan judul yang dipakai. Tidak ada garis lurus yang bisa ditarik dengan logika kuat akan penceritaan berbagai macam subplot yang dihadirkan. Terkadang beberapa di antaranya malah tidak memiliki sinergi apapun terhadap jalinan cerita, contoh seorang sersan yang menghebohkan rumah sakit karena putrinya Dinda tidak kunjung ditangani dalam kondisi darurat dsb.
Aktor-aktrisnya juga bermain seadanya. Karakterisasinya tidak terbangun samasekali. Mungkin anda akan menemukan beraneka wajah familiar di dalamnya, entah mantan model yang sudah lama tenggelam atau bintang baru yang belum jelas kiprahnya. Sungguh patut dipertanyakan motif masing-masing untuk mau terlibat disini karena tidak akan berkontribusi apapun terhadap karir mereka.
Berkali-kali saya menguap menyaksikan TIME sehingga WAKTU durasi yang berjalan (yang sebetulnya singkat) sudah tidak saya pedulikan lagi selain menunggu scene demi scene berjalan tanpa makna yang berarti. Rasanya malas sekali jika berusaha mengingat atau bahkan mencaritahu hubungan si A dengan si B atau si C, si D dst yang tiba-tiba muncul dalam layar. Tidak ada yang lebih melegakan ketika credit title mulai bergulir yang menandakan selesainya film ini. Namun yang cukup menyengsarakan kala harus menulis reviewnya karena tidak ada satupun aspek yang dapat saya ingat!
Keberanian Blitzmegaplex menayangkan film ini meski cuma dalam waktu seminggu tayang karena sepi peminat bisa jadi karena co-produsernya adalah salah satu pendiri jaringan bioskop tersebut. Jika anda menginginkan sebuah film dengan segala rumus, segala genre yang berbaur menjadi satu, inilah jawabannya. Hanya saja semua itu tanpa konklusi yang dapat dipertanggungjawabkan walaupun sesungguhnya dramatisasi menyentuh telah coba dihadirkan.
Durasi:
80 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter: