Storyline:
Pesantren La Tansa pimpinan Kyai Besar membebaskan siswa-siswinya untuk mengembangkan kesenian apapun yang mereka sukai. Adalah empat sekawan Apoy, Faank, Tomi dan Ovie yang sepakat merintis cita-cita mereka dengan membentuk grup musik. Hal ini kerapkali mendapat gangguan dari Hamzah, pemuda tambun yang iri pada kekompakan mereka. Pada suatu saat, Faank tanpa sengaja mencelakakan gadis yang dicintainya Westi ketika berkendara motor yang mengakibatkan Westi lumpuh. Ayah Westi pun mengusir Faank jauh-jauh karena tidak mampu membiayai pengobatan dan menjodohkan putrinya itu dengan mantan bosnya, Bagas yang kaya raya dan menaruh perhatian pula pada Westi. Meski telah dicoba dekat dengan gadis lain, Faank tetap memikirkan Westi seorang dan menciptakan sebuah lagu. Akankah pada akhirnya impian mereka terwujud?
Nice to know:
Diproduksi oleh Big Pictures dan gala premierenya dilangsungkan di fX Platinum XXI tanggal 11 Januari 2011.
Cast:
Wali Band masing-masing Faank, Apoy, Tomi, Ovie
Intan Nuraini sebagai Westi
Arumi Bachsin sebagai Azizah
Sulis sebagai Nurul
Dennis Adhiswara sebagai Bagas
Didi Petet sebagai Kyai Besar
Alicia Djohar sebagai Ibu Westi
Agus Melasz sebagai Ayah Westi
Director:
Kolaborasi pertama bagi Iding Sunadi dan Dodi Mawon.
Comment:
Film seringkali dijadikan biografi bagi tokoh yang sudah mempunyai nama, tidak terkecuali mereka yang berkarya di bidang musik. Kondisi tersebut yang mendorong empat personil Wali menjadi sentralisasi cerita film yang judulnya diambil dari salah satu single hit mereka pula. Suatu perjudian yang cukup berani karena hasilnya bisa jadi buruk sekali jika terlalu mengedepankan ego.
Beruntung Faank, Apoy, Tomi dan Ovie tampil wajar menjadi diri mereka masing-masing disini. Jikapun ada improvisasi, hal tersebut masih dalam batas yang bisa diterima. Terutama Faank dan Apoy yang menurut saya mampu memberikan emosi tersendiri bagi perannya, keluguan yang dibalut semangat optimisme. Penonton akan diajak mengenal satu persatu personil Wali secara sederhana dan tidak terkesan ambisius samasekali.
Sutradara Iding dan Dodi menghadirkan tontonan yang cukup menarik, tidak terlalu ngepop ataupun terlalu berlarut-larut pada konflik di dalam pesantren itu sendiri sebagai proses awalnya. Saya angkat topi bagi Jujur Prananto yang menulis skenarionya dengan maksimal sehingga mempermudah film ini untuk terus mengintrusi subplot demi subplot yang dihadirkan karakter-karakter pendukung.
Intan Nuraini berakting maksimal sebagai Westi yang ceria hingga muram saat terpaksa duduk di kursi roda. Penghayatannya yang berurai mata rasanya cukup menggugah penonton apalagi chemistry nya dengan Faank terasa saling mengisi. Menarik melihat Arumi mau mengambil peran di luar film-film Nayato seperti yang pernah dilakoninya dalam 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta kali ini ia kebagian tokoh siswi yang santun. Dennis meski tidak mendapat porsi yang dominan tetap memberikan support yang tidak kalah penting sebagai Bos Bagas. Apalagi Didi Petet dan Alicia Djohar yang tak perlu diragukan lagi kontribusinya.
Walaupun kesan sinetron yang serba gampang tidak lepas sebagai label film ini, Baik-Baik Sayang tidak dapat dikatakan film sampah. Disinilah kontribusi soundtrack yang ear-catchy dan melantun membahana di setiap adegan yang memang tepat untuk itu berperan sangat besar. Bahkan hingga layar tergulung menutup ending yang terasa dipermudah itu, suara Faank akan tetap mengisi ruang telinga anda dengan lirik-lirik puitisnya. Hanya satu pintaku di siang dan malammu..
Durasi:
95 menit
Movie-meter: