Tuesday, 18 October 2011

SEMESTA MENDUKUNG : Olimpiade Fisika Kerinduan Ibunda

Quotes:
Muslat: Hati-hati ya. Kalau naik pesawat jangan keluarin anggota badan sembarangan.


Storyline:
Muhammad Arief yang berasal dari Sumenep, Madura sangat menggemari ilmu sains terutama Fisika. Ayahnya, Muslat hanyalah seorang sopir truk serabutan sedangkan ibunya, Salmah memilih pergi ke Singapura untuk menjadi TKW. Sepulang sekolah, Arief bekerja di bengkel untuk mengumpulkan uang demi mencari ibunya kelak. Suatu ketika, Ibu Tari Hidayat yang melihat bakat Arief mengirimnya ke Jakarta untuk mengikuti seleksi peserta Olimpiade Fisika di bawah bimbingan Pak Tio Yohanes. Awalnya Arief menolak karena merasa tidak mampu tapi begitu mengetahui kompetisi akan diadakan di Singapura, ia berubah pikiran. Disanalah ia bertemu dengan teman-teman barunya dengan berbagai karakteristik yaitu Thamrin dan Clara yang suporttif serta Bima yang sinis. Akankah harapan Arief dapat tercapai pada akhirnya?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Mizan Productions & Falcon Pictures dimana saya menyaksikan special screeningnya pada tanggal 9 Oktober 2011 di Pejaten Village XXI.

Cast:
Sayef Muhammad Billah sebagai Arief
Revalina S. Temat sebagai Ibu Tari Hidayat
Lukman Sardi sebagai Muslat
Ferry Salim sebagai Pak Tio Yohanes
Feby Febiola sebagai Deborah Sinaga
Helmalia Putri sebagai Salmah
Indro Warkop sebagai Cak Kumis
Sujiwo Tejo sebagai Cak Alul
Rangga Raditya sebagai Bima Wangsa
Angga Putra sebagai Thamrin
Dinda Hauw sebagai Clara Annabela

Director:
Merupakan film ketiga John De Rantau setelah terakhir Obama Anak Menteng (2010).

Comment:
Rasanya khalayak umum sudah tahu jika setiap tahunnya siswa-siswi Indonesia aktif berpartisipasi dalam Olimpiade Fisika, bahkan beberapa di antara mereka terkadang berhasil menyabet juara ataupun gelar bergengsi lainnya. Sebuah prestasi yang patut dibanggakan sehingga Hendrawan Wahyudianto dan John De Rantau berduet menggarap skripnya yang dibumbui oleh ilmu pengetahuan, nilai-nilai persahabatan dan keluarga.
Judul film ini sendiri datang dari pedoman Prof Yohanes Surya PhD yang juga dikenal dengan sebutan Bapak Fisika Indonesia dimana istilah MestaKung dapat diartikan sebagai hukum alam dimana ketika suatu individu atau kelompok berada pada kondisi kritis maka semesta (dalam hal ini sel-sel tubuh, lingkungan dan segala sesuatu di sekitar dia) akan mendukung untuk dia keluar dari kondisi kritis. Cukup inspiratif, bukan?
Saya justru merasa film ini menjejalkan terlalu banyak tokoh yang berusaha menjadi fokus masing-masing subplot ceritanya. Katakanlah di paruh pertama, Arief terlihat sibuk berinteraksi dengan ayahnya Muslat, preman kampung Cak Alul, belum lagi bekerja di bengkel atau bahkan memantau karapan sapi. Di paruh kedua, Arief sibuk dengan guru-gurunya Pak Tio, Ibu Tari, Ibu Debby serta teman-teman barunya seperti Thamrin, Clara, Bima bahkan si penjual ketoprak Cak Kumis. Tujuan akhir bertemu Ibu dan berpartisipasi dalam Olimpiade Fisika dengan memuaskan seakan mendualisme ending.
Sutradara De Rantau gagal mengulang pencapaian sinematografi Denias, Senandung Di Atas Awan (2006) yang ciamik itu. Kali ini alam Sumenep alias Madura, Jakarta dan Singapura terkesan hanya tempelan lokasi syuting yang tidak tereksploitasi dengan baik. Beruntung penata musik Thoersi Argeswara dan band Goliath mampu menutupi kekurangan tersebut dengan cara membangun mood film lewat music scoring ataupun tembang hit secara inspiratif dan bersemangat.
Sayef memang menjiwai peran Muhammad Arief dengan natural, badannya yang tinggi bongsor kontras dengan wajahnya yang lugu itu. Namun Angga Putra justru lebih mencuri perhatian lewat karakter Thamrin yang setia kawan dan jenaka tersebut. Tokoh-tokoh dewasanya justru lebih bertindak sebagai pelengkap saja terutama Feby, Sujiwo dan Helmalia. Ferry, Revalina, Lukman, Indro mendapat porsi yang lebih besar meskipun pada saat mendekati penghujung cerita lantas menghilang begitu saja.
Semesta Mendukung terbukti membahas Fisika itu sendiri dengan cara yang ringan dan menyenangkan walau tidak sampai mendetil apalagi rumit. Konsep penyajiannya terhadap anak-anak pun cukup mengena terlepas dari keberagaman karakter di sekitarnya yang too crowded itu (lihat saja posternya!). Secara keseluruhan Mizan Production melanjutkan kiprahnya untuk menyuguhkan tontona inspiratif dengan penekanan bahwa dalam setiap kondisi kritis akan selalu ada jalan keluar bagi orang yang mau melangkah dengan menggunakan pikirannya. Jadilah pemenang atas diri anda sendiri!

Durasi:
100 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa