Wednesday, 8 June 2011

CARA MENIKMATI FILM BARU DI TENGAH KRISIS FILM

Krisis film yang melanda Indonesia selama 4 bulan terakhir tak dinyana menyebabkan bioskop-bioskop di Ibukota sepi penonton. Menurut sumber yang terpercaya, telah terjadi penurunan drastis sebanyak 20-50% dari jumlah penonton yang tentunya berimbas pada biaya operasional masing-masing sinepleks. Tentunya manajemen harus memutar otak untuk menutupi kekurangan tersebut, salah satunya yang paling kentara adalah penjualan snack (softdrink/popcorn) yang semakin gencar hingga menyambangi setiap baris kursi penonton.

Penyebab krisis ini adalah masalah kenaikan pajak impor film dan sejumlah denda yang ditunggak oleh para importir tersebut sehingga menyebabkan terjadinya boikot oleh 6 studio besar MPAA. Namun saya yakin masalahnya tidaklah sesederhana itu karena telah terjadi praktek monopoli dari lapisan atas hingga bawah sekalipun dalam rentang waktu yang teramat panjang dan juga sederetan isu lain yang tidak terjelaskan. Sayang sekali, Pemerintah kita terkesan berpangku tangan dalam menyelesaikan kasus yang terus berlarut-larut

Kekosongan tersebut lantas diisi oleh pihak 21 yang berusaha “menjual “ stok-stok lama berjumlah +50 judul film yang sudah dipeti-eskan sejak tahun 2005 lalu! Tidak heran jika anda menemukan film yang sedang ditayangkan bisa jadi sudah diputar di HBO, Star Movies bagi yang berlangganan TV kabel ataupun teronggok berdebu pada rak koleksi dvd lawas anda. Fakta ini tidak terelakkan dan sudah dialami oleh para konsumen bioskop pada umumnya.

Tidak terhitung jumlah tweet yang masuk pada jaringan akun Twitter saya menanyakan film-film apa saja yang mereka lewatkan selama periode hiatus ini atau apakah film A akan tayang, bagaimana dengan film B dan seterusnya. Setidaknya daftar panjang berikut dapat menjawab pertanyaan anda perihal film-film unggulan Hollywood yang tidak sudi mampir di negara kita tercinta ini:

Februari:
- The Rite
- Black Swan
- True Grit
- Just Go With It
- I Am Number Four
- Justin Bieber : Never Say Never
- Unknown
- Big Mommas: Like Father, Like Son
- Hall Pass

Maret:
- Rango
- Adjustment Bureau
- Battle : Los Angeles
- Red Riding Hood
- Mars Needs Moms
- Sucker Punch
- Diary of a Wimpy Kid: Rodrick Rules

April:
- Hop
- Hanna
- Arthur
- Soul Surfer
- Your Highness
- Rio
- Water For Elephants

Mei:
- Fast Five
- Hoodwinked Too! Hood vs. Evil
- Thor
- Bridesmaids
- Priest
- Pirates of the Caribbean: On Stranger Tides
- The Hangover II
- Kungfu Panda 2

Ironisnya daftar tersebut akan bertambah panjang karena puncak summer movies justru terjadi di bulan Juni-Juli sekarang ini. Saya dan juga kawan-kawan moviegoers lainnya merasa sangat tersiksa dengan kondisi demikian. Pada akhirnya kami memilih 2 cara yang dianggap realistis setidaknya dari segi tenaga, waktu dan uang yang mungkin dikeluarkan yaitu Download Internet & DVD bajakan!

Survey telah dilakukan beberapa waktu terhadap para bioskopers dengan hasil berikut:

55,2% memilih DVD bajakan

Alasan umum yang dikemukakan adalah harga yang relatif murah dan lapak-lapak DVD yang cukup mudah ditemui. Dengan bermodal 5000-7000 perak saja, anda sudah bisa menonton di televisi rumah sendiri plus subtitle yang bisa dipilih. Mungkin gambarnya belum sejernih kualitas blu-ray atau bioskop tetapi rasanya sudah bisa mengobati kekecewaan. Kekurangannya adalah buruknya kualitas disc atau tergores bisa menyebabkan gambarnya tersendat atapun menimbulkan suara berdecit serta terjemahan yang masih tidak sesuai dengan subtitle aslinya.

44,8% memilih Download Internet

Kebanyakan pengguna internet broadband diyakini memilih cara ini. Bayangkan 1 film bisa diunduh hanya dalam waktu 2-3 jam saja, berapa judul yang bisa anda dapatkan dalam sehari? Tentunya ini kembali lagi pada kecepatan akses masing-masing provider yang berbeda-beda. Jika pihak ini berbaik hati, mereka tidak akan segan-segan membagi hasil unduhan kepada sahabat-sahabatnya. Kelemahannya adalah versi yang diunduh terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan atau belum adanya subtitle yang lumayan menyulitkan pemahaman cerita.

Krisis film ini merupakan sejarah hitam yang tidak akan pernah terhapus dari catatan industri perfilman Indonesia secara global. Cepat atau lambat penyelesaiannya mungkin hanya Tuhan dan pihak-pihak yang berkepentingan yang tahu. Meminjam tagline AVP: “Whoever wins, we lose..” bahwa siapapun pihak yang merasa menang atas kondisi seperti ini sesungguhnya telah menelan kekalahan telak yang tidak terhitung besaran nominalnya.