Quotes:
Beben: Aku orang desa yang hidupnya biasa-biasa saja.
Larasati: Aku suka kok yang biasa-biasa saja.
Beben: Aku orang desa yang hidupnya biasa-biasa saja.
Larasati: Aku suka kok yang biasa-biasa saja.
Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Mitra Pictures dan BIC Productions ini gala premierenya dilangsungkan di Epicentrum XXI pada tanggal 18 September 2012.
Film yang diproduksi oleh Mitra Pictures dan BIC Productions ini gala premierenya dilangsungkan di Epicentrum XXI pada tanggal 18 September 2012.
Cast:
Adly Fayruz sebagai Rado
Mikha Tambayong sebagai Larasati
Agesh Palmer sebagai Nita
Boy William sebagai Beben
Yati Surachman
Jerry Likumahwa
Adly Fayruz sebagai Rado
Mikha Tambayong sebagai Larasati
Agesh Palmer sebagai Nita
Boy William sebagai Beben
Yati Surachman
Jerry Likumahwa
Director:
Merupakan film ke-17 bagi Findo Purwono HW setelah terakhir Suster Keramas 2 (2011).
Merupakan film ke-17 bagi Findo Purwono HW setelah terakhir Suster Keramas 2 (2011).
W For Words:
Jika topik cinta segitiga sudah ribuan kali diangkat ke layar lebar lantas apa lagi yang tersisa? Meski begitu, Mitra Pictures dan BIC Productions tetap mencoba peruntungannya di akhir kwartal ketiga tahun 2012 ini. Tumpuannya jelas ada pada ketiga bintang muda yang dianggap memiliki potensi untuk menjadi besar kelak yaitu Adly Fayruz, Mikha Tambayong dan Boy William selain tentunya sutradara yang juga sudah memiliki nama lewat serangkaian film percintaan remaja yang pernah dibesutnya yakni Findo Purwono HW, sebut saja salah satu yang terbaik yaitu Love In Perth (2010).
Jika topik cinta segitiga sudah ribuan kali diangkat ke layar lebar lantas apa lagi yang tersisa? Meski begitu, Mitra Pictures dan BIC Productions tetap mencoba peruntungannya di akhir kwartal ketiga tahun 2012 ini. Tumpuannya jelas ada pada ketiga bintang muda yang dianggap memiliki potensi untuk menjadi besar kelak yaitu Adly Fayruz, Mikha Tambayong dan Boy William selain tentunya sutradara yang juga sudah memiliki nama lewat serangkaian film percintaan remaja yang pernah dibesutnya yakni Findo Purwono HW, sebut saja salah satu yang terbaik yaitu Love In Perth (2010).
Larasati adalah tipikal gadis 16 tahun yang menggemari novel cinta dan film roman Korea. Di sekolah, ia jatuh cinta pada kakak kelasnya, Rado. Kedekatan keduanya terjalin lewat latihan softball bersama. Sayang mantan kekasih Rado, Nita tidak tinggal diam dan berhasil membuat Laras patah hati. Demi menghalau kesedihannya, Laras berangkat ke rumah nenek di Bandung dimana ia berkenalan dengan pemuda bersahaja, Beben. Akankah Laras mampu melupakan sosok Rado sepenuhnya dan beralih pada Beben yang menyayanginya?
Nyatanya penulis skenario Alim Sudio tidak mampu memberikan 'identitas' dalam filmnya. Saya tidak menemukan kohesi tarik menarik antara kesukaan Larasati akan drama Korea dengan kehidupan percintaannya yang labil itu, sekadar tempelan belaka yang bahkan tidak melekat samasekali. Laras tidak memiliki alasan yang kuat untuk langsung berpaling pada Beben hanya karena kebersamaan sehari semalam, Rado juga tidak terlihat bersungguh-sungguh menunjukkan perjuangannya untuk memenangkan hati Larasati.
Mikha seharusnya mampu memberi nyawa sebagai karakter sentral, tidak perlu bagus tapi cukup believable untuk menempatkan penonton berada di pihaknya. Kelemahan karakteristiknya semakin diperburuk dengan sikap malas membantu oma atau membolos dari sekolah. You still wanna cheer for this kind of girl? Sama halnya dengan Adly yang flat dalam menerjemahkan emosi apalagi menentukan pilihan hatinya. Sosok idola sekolah juga cuma dibangunnya lewat permainan softball dan sedikit pengolahan kata-kata manis terbungkus wajah lugu? Boy William mungkin satu-satunya yang terlihat 'berakting' disini. Penonton setidaknya mampu merasakan kelembutan dan ketulusannya dalam mencintai. Usahanya mengubah aksen kebarat-baratan menjadi Sunda khas pemuda desa pantas diapresiasi.
Sutradara Findo tidak cukup konsisten mengerahkan segenap kemampuan berceritanya. Latar belakang waktu pun tidak diperhatikannya, lihat bagaimana Beben mengajarkan Laras berkuda dari pagi sampai malam? Jangan lupakan satu scene apik nan epik ketika Laras dan Beben 'membubarkan' kawanan kunang-kunang dari kerimbunan yang lantas membentuk tanda hati. Ah! Sekuens adegan demi adegan juga terasa putus-putus sehingga bangunan cerita terkesan tidak utuh terlebih mendekati akhir film.
Fallin' In Love berupaya keras menjual romantika remaja yang sedekat mungkin dengan kehidupan sehari-hari tapi sayangnya jatuh terlalu jauh dari realita. Rasa suka, senang, marah, terluka yang berujung pada bingung menentukan pilihan pun didramatisir sedemikian rupa hingga sampai pada satu konklusi, “Kamu harus memilih pakai hati, bukan mata.” Sebuah petuah sejak jaman batu yang masih saja ampuh digunakan sebagai penutup film cinta. By the way, semua segi dalam film ini nyaris tak ada bedanya dengan apa yang disodorkan sinetron stripping ala televisi kecuali tentunya layar besar yang memutarnya.
Durasi:
80 menit
Overall:
6.5 out of 10
6.5 out of 10
Movie-meter: