Thursday, 26 April 2012
SINEMA PURNAMA : Semangat Indie Menggurat Rasa
Quotes:
Arman: Langit itu kebebasan, tidak berbatas. Langit itu sederhana dan indah karena kesederhanaannya.
Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Imaginarium Entertainment bersama dengan Studio DG, Studio Amarana, Gundala Pictures dan Mimpi2 ini tayang istimewa di Blitzmegaplex Pacific Place pada tanggal 26 April dan 3 Mei 2012.
Cast:
Andrie Rizky sebagai Arman
Maryam Supraba sebagai Marni
Naya Anindita sebagai Rani
Lisa Syahtiani
Said Satriyo
Tim Matindas sebagai Bagas
Ananda Moechtar sebagai Dorinda
Jamie Soekarna
Dolfry Indasuri
W For Words:
DUNIA PARUH WAKTU - Radian Kanugroho (18 menit)
Menyukai fotografi membuat Arman amat mendewakan langit sebagai latar belakangnya. Hal tersebut didukung penuh oleh kekasih barunya Rani yang kemudian menjadi tunangannya. Masa lalu yang pernah dilewati bersama mantan istrinya dahulu Marni membuat Arman harus menentukan pilihan sulit masa depannya sendiri.
>Konsep fotografi indah terbilang senada dengan latar belakang panorama yang tersaji pada segmen pembuka ini. Interaksi minim antara Arman dengan Rani ataupun Marni memang membuat kita sulit untuk mengeksplorasi pilihan hati Andrie Rizky yang sesungguhnya. Meski demikian, persinggungan konflik yang memuncak di akhir cerita antara dua karakter wanita menjadi highlight yang mengejutkan meski harus ditutup dengan ambiguitas semu yang mengembalikan interpretasi pada masing-masing penonton.
THE KIOSK - Pandu Birantoro (22 menit)
Pemilik toko buku Ke’kun bernama Bagas yang juga seorang penulis kembali berhubungan dengan teman masa kecilnya Dorinda yang akan menikah sebentar lagi. Tak ayal, keduanya terlibat percakapan seru mengenai makna cinta, hubungan inter personal serta persahabatan mereka yang diuji oleh batasan kasih sayang itu sendiri.
>Penggunaan bahasa Inggris yang fasih dan mengalir dengan lancar dari aktor-aktrisnya menjadi nilai tambah tersendiri. Dialog-dialog yang terjadi antara Bagas dan Dorinda mengalun santai tatkala menganalisa apa yang mereka punya ataupun yang terjadi di sekeliling keduanya. Kemungkinan akan timbulnya percikan asmara adalah suatu teka-teki yang terjawab di kemudian waktu. Karakter Bagas yang tak begitu saja mengikuti kata hatinya semakin jelas lewat sekelumit kisah masa kecilnya. Tak dipungkiri pertemuan singkat justru meninggalkan kesan mendalam yang tak terencanakan.
DONGENG KSATRIA - Ray Nayoan (30 menit)
Bocah berusia 10 tahun bernama Gibran ditantang oleh geng kompleksnya The Last Boyz untuk masuk ke sebuah rumah kosong nan angker. Disanalah ia terpental ke dimensi lain hingga diselamatkan gadis kecil tak bernama yang disebutnya sebagai Kartini. Hubungan persahabatan istimewa yang terjalin di antara keduanya membuat Gibran ingin melakukan sesuatu bagi Kartini.
>Jarang memang sebuah film pendek bisa bercerita tentang cinta dari sudut pandang anak-anak. Ray Nayoan melakukannya disini lewat konsep imajinatif futuristik yang sayangnya masih mentah. Tak ada kejelasan batas antara dunia khayal dan nyata membuat premis yang sebetulnya menarik ini gagal total. Persinggungan konsep antara kepolosan dan masa akil balik karakter-karakternya yang masih belia ini pada akhirnya tidak berhasil menyampaikan esensi persahabatan multi makna kepada penontonnya.
SINEMA PURNAMA - Andra Fembriarto (26 menit)
Ahmad berupaya keras menyelenggarakan Festival Film Jihad sebagai dakwahnya agar dapat mengikuti jejak idolanya Ustad Mahmud dalam hal mendapatkan cinta. Janda kembang tetangganya yang bernama Sari membantu memilihkan film-film apa yang dapat menarik minat masyarakat. Interaksi keduanya menimbulkan semangat baru dalam diri Ahmad walau pada akhirnya ia mempertanyakan kesetiaannya sendiri terhadap iman yang selama ini dijunjungnya tinggi-tinggi.
>Festival film memang sebuah kultur yang kerapkali dijadikan acara puncak bagi komunitas yang mendukungnya. Kali ini perbedaan mendasar antara dua tokoh utamanya mengisyaratkan konsep majemuk yang tak terhindarkan mulai dari hal kecil hingga besar sekalipun. Hubungan Ahmad dan Sari yang beranjak dari pakem tersebut menyiratkan pembatas kompleksitas yang terbentuk lewat serangkaian dialog tajam kocak menggigit. Penyelesaian berkonotasi ringan di bagian pamungkasnya mungkin terasa naïf tetapi tujuan keduanya dalam membudayakan film jelas tercapai manis.
Secara keseluruhan, Sinema Purnama mungkin belumlah sempurna sebagai tontonan. Namun semangat indie yang mendasari para produser muda usia seperti Pandu Birantoro, Tim Matindas, Ananda Moechtar dan Andra Fembriarto jelas patut diapresiasi dalam upayanya memperkaya khasanah perfilman Indonesia. Format omnibus yang dipilih sebagai jalur memang tidak secara otomatis menempatkan keempat segmen tersebut dalam satu benang merah. Keragaman fokus cerita-cerita pendek yang didukung oleh muka-muka baru ini seakan mengajak masyarakat untuk larut menikmati eksperimental sineas-sineas anyar dalam balutan varian rasa yang jujur menggurat.
Durasi:
98 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter: