Tuesday, 8 May 2012
LOVELY MAN : Realita Humanisme Substansi Personal Ayah Anak
Quotes:
Syaiful: Pasti orang-orang heran lihat ada banci duduk sama anak kecil, berjilbab pula.
Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Karuna Pictures bekerjasama dengan Investasi Film Indonesia ini gala premierenya dilangsungkan di Senayan City XXI pada tanggal 8 Mei 2012.
Cast:
Raihaanun Soeriaatmadja sebagai Cahaya
Donny Damara sebagai Syaiful/Ipuy
Asrul Dahlan
Yayu Aw Unru
Ari M Syarif
Director:
Merupakan film keenam bagi Teddy Soeriaatmadja yang dimulai sejak Banyu Biru (2004).
W For Words:
Film ini pertama kali diputar di Q! Film Festival 2011 pada bulan September 2011 lalu di Teater Salihara, Kemang dimana respon penonton sangatlah positif. Namun bukan faktor itu saja yang membuat antusiasme besar dalam diri saya tetapi karena kembalinya aktor lawas karismatik bernama Donny Damara ke kancah perfilman layar lebar. Tak sia-sia memang karena lewat perannya disini, ia diganjar penghargaan Aktor Terbaik dalam Asian Film Awards ke-6 di Hongkong pada akhir bulan Maret 2012 yang lalu dengan menyisihkan kandidat kuat lainnya termasuk Andy Lau (Hongkong), Chen Kun (China), Park Hae Il (Korea) dan Koji Yakusho (Jepang).
Gadis remaja pesantren, Cahaya datang ke Jakarta dengan satu tujuan yaitu menemui ayahnya, Syaiful yang telah meninggalkan rumah selama 15 tahun. Kaget bukan kepalang, Cahaya mendapati sosok Syaiful telah berganti wujud menjadi seorang waria bernama Ipuy yang mencari nafkah dengan “berniaga” di pinggir jalan setiap malamnya. Interaksi dadakan sambil menyusuri setiap sudut ibukota pun membuka rahasia demi rahasia di antara keduanya sekaligus menjalin tali silaturahmi yang telah lama hilang.
Penulis skrip sekaligus sutradara Teddy Soeriaatmadja menyuguhkan drama keluarga yang dibalut dengan realita lewat cara bertutur yang apik. Keterbatasan bujet berhasil disiasati dengan memaksimalkan lokasi syuting luar ruang yang juga berhasil memvisualisasikan Jakarta sebagai panggung dinamis kehidupan para pendatang yang terkesan tidak ramah. Niscaya anda akan merasa dekat dengan kosan kumuh, rumah makan Padang, warteg, flyover, kolong jembatan, busway hingga stasiun kereta yang menyimpan berjuta cerita dalam kesehariannya.
Donny Damara sekali lagi membuktikan kemumpunian seni perannya, mungkin sebagian dari anda akan teringat pada penampilannya satu dekade silam dalam Panggil Aku Puspa. Karakter Ipuy disini “bertransformasi” karena panggilan hidupnya, bukan semata karena uang. Raihaanun yang selalu saya rindukan aktingnya sukses menjiwai sosok gadis remaja pesantren yang tengah bimbang. Karakter Cahaya digambarkan soleh tapi tidak sempurna karena telah berbuat jauh dengan kekasih yang dicintainya. Itulah sebabnya anda akan mencintai Ipuy dan Cahaya sejak menit pertama film bergulir.
Interaksi ayah dan anak itu tidak terlihat canggung samasekali. Dialog-dialog yang tercipta di antara mereka terdengar realistis, datar tapi penuh luapan emosi yang tertahan. Perhatikan bagaimana pergeseran sikap dan tutur kata Ipuy terhadap Cahaya. Perlahan tetapi pasti penggunaan frasa “lu”, “gue”, “kuntil”, “perempuan” dsb berubah menjadi “aku”, “kamu”, “nak” setelah melalui proses “pengakuan” panjang dari hati masing-masing. Wig dan jilbab mereka seakan bertindak sebagai salah satu atribut identitas yang tak terbantahkan, setidaknya di mata umum.
Konflik dalam film ini terbilang sederhana. Ipuy dikatakan “mencuri” uang tiga puluh juta dari mafia dalam rangka membayar operasi kelamin demi sebuah pernikahan "tidak biasa" pada akhirnya memang menerima hukumannya. Cahaya dikabarkan “hamil” delapan minggu akibat terlalu intim menjalin kasih pada akhirnya mampu menuntaskan dilemanya. Kedua premis yang berjalan bersisian ini berujung pada (lagi-lagi) cinta, dedikasi pada pria pilihan masing-masing. Sepadankah pengorbanan mereka tentunya harus melihat pada kadar pembenaran yang ada.
Ketidaksempurnaan sebagai film dibayar tuntas dengan kesempurnaannya dalam mengeksploitasi substansi hubungan antar personal. Lovely Man tidak bertutur dengan cara yang ekstrim meskipun tokoh Ipuy sendiri tak akan diterima begitu saja oleh kebanyakan orang. Penyelesaiannya tergolong pas dalam menyudahi pertanyaan-pertanyaan yang menghinggapi Cahaya atau kewajiban-kewajiban yang membebani Syaiful secara harfiah, meninggalkan penonton dengan tanda tanya besar akan kelanjutan hidup ayah dan anak setelah perjalanan satu malam tersebut. Sisi humanis yang teramat realistis itulah yang menjadikan saya dan sebagian besar penonton lain jatuh cinta. Cinta akan tontonan berisi apa adanya tanpa harus membalutnya dengan sampul eksklusif. No argue, it's one of the best local dramas I’ve ever seen for my whole life!
Durasi:
76 menit
Overall:
8.5 out of 10
Movie-meter: