Tagline:
Live every moment, love every minute
Nice-to-know:
Karakter Tessa digambarkan memiliki rambut coklat di novel tetapi berganti menjadi pirang di film. Olivia Williams yang memerankan ibu Tessa menggunakan wig pirang untuk penyesuaiannya.
Cast:
Dakota Fanning sebagai Tessa Scott
Kaya Scodelario sebagai Zoey
Olivia Williams sebagai Mother
Rose Leslie sebagai Fiona
Jeremy Irvine sebagai Adam
Paddy Considine sebagai Father
Director:
Merupakan karya kedua bagi Ol Parker setelah Imagine Me & You (2005).
Nice-to-know:
Karakter Tessa digambarkan memiliki rambut coklat di novel tetapi berganti menjadi pirang di film. Olivia Williams yang memerankan ibu Tessa menggunakan wig pirang untuk penyesuaiannya.
Cast:
Dakota Fanning sebagai Tessa Scott
Kaya Scodelario sebagai Zoey
Olivia Williams sebagai Mother
Rose Leslie sebagai Fiona
Jeremy Irvine sebagai Adam
Paddy Considine sebagai Father
Director:
Merupakan karya kedua bagi Ol Parker setelah Imagine Me & You (2005).
W For Words:
Novel Inggris, “Before I Die” setebal 336 halaman telah diterbitkan oleh David Fickling Books di tahun 2007 bahkan sempat memenangkan Branford Boase Award 2008. Kini di tahun 2012, kolaborasi Goldcrest Pictures, BBC Films, Blueprint Pictures, Lipsync Productions, UK Film Council sepakat mengadaptasinya ke layar lebar dengan bintang utama Dakota Fanning, peraih nominasi termuda Screen Actors Guild Awards sepanjang masa di usia 7 tahun lewat I Am Sam (2001). Menarik bukan? Untuk itu kesampingkanlah premis serupa yang pernah muncul di film-film sebelumnya.
Novel Inggris, “Before I Die” setebal 336 halaman telah diterbitkan oleh David Fickling Books di tahun 2007 bahkan sempat memenangkan Branford Boase Award 2008. Kini di tahun 2012, kolaborasi Goldcrest Pictures, BBC Films, Blueprint Pictures, Lipsync Productions, UK Film Council sepakat mengadaptasinya ke layar lebar dengan bintang utama Dakota Fanning, peraih nominasi termuda Screen Actors Guild Awards sepanjang masa di usia 7 tahun lewat I Am Sam (2001). Menarik bukan? Untuk itu kesampingkanlah premis serupa yang pernah muncul di film-film sebelumnya.
Gadis muda berusia 17 tahun bernama Tessa mengidap leukemia. Ia menolak semua proses pengobatan dan kemoterapi yang menyiksa demi mempercepat babak hidupnya. Ayahnya yang kuatir terus memantau perkembangan putrinya itu sambil sesekali dibantu mantan istrinya. Sahabat karib Tessa, Zoey membantunya menyelesaikan daftar hal-hal yang harus dilakukan sebelum mati. Keadaan mulai berubah saat tetangga barunya, pemuda tampan bernama Adam masuk ke dalam kehidupan Tessa yang secara perlahan membuatnya kembali bersemangat.
Hal pertama yang harus anda tolerir dari skrip demi bersikap obyektif adalah kecenderungan Tessa melawan orangtuanya sendiri. Bagian ini dapat dikatakan berjudi apakah sang tokoh utama mampu memenangkan simpati penonton. Saya maklum karena fakta yang terjadi memang demikian, pertentangan anak yang menginjak dewasa dengan orangtuanya kerap terjadi. Mari lihat dari sisi lain, Tessa adalah gadis pemberani yang tidak mau dikasihani oleh siapapun juga dan hanya ingin menjalani proses hidup yang mungkin tidak akan pernah sempat dilaluinya. Let’s try to fit ourselves in her shoes!
Dakota Fanning kembali bersinar dimana aksen British nya cukup meyakinkan. Tak peduli jika anda sebal pada Tessa di beberapa bagian, empati anda akan terbangun dengan sendirinya lewat sorot mata sayu dan sikap spontannya. Interaksinya dengan ayah, ibu, adik, kekasih, sahabat, dokter, suster terasa believable terlepas dari keklisean disana-sini. Karisma Irvine cukup mengimbangi lewat peran Adam yang tampan simpatik, lihat aksinya membuat snow angel di tanah bersalju. Kredit terbesar pantas diberikan pada Considine yang sukses menokohkan ayah yang tidak mau menerima kenyataan bahwa putrinya bernasib malang. Air mata saya jatuh melihat “kehancuran”nya kala bertengkar dengan Fanning.
Penulis skrip sekaligus sutradara Parker banyak mengandalkan one-liners yang mudah diingat semacam ‘Never have casual sex’, ‘Always try your hardest’ atau dialog jujur dari adik Tessa dan sarkastis dari Tessa terhadap orang-orang yang sesungguhnya menyayanginya itu. Fokus film memang ada pada substansi hubungan interpersonal walau harus mengabaikan degradasi penampilan penderita kanker dari waktu ke waktu. Gaya penyutradaraannya tergolong stylish terlepas dari beberapa kontinuitas yang patut dipertanyakan semisal, bagaimana Tessa kembali dari pantai dengan berjalan kaki setelah perginya bermotor?
Now Is Good adalah film remaja bertemakan leukemia dengan pendekatan realistis. Bagaimana reaksi seseorang dalam menghadapi situasi kritis tak selalu sesempurna dengan apa yang diharapkan. Sebagian besar dari anda jika ditempatkan di situasi yang Tessa hadapi, saya yakini akan menempuh jalan yang sama daripada harus terus menerus berdiam diri di atas tempat tidur dan pasrah menjalani segala macam pengobatan yang mungkin. Penguras air mata secara natural ini mengingatkan kita bahwa hidup hanyalah sekumpulan momen berharga, yang akan selalu datang dan pergi seiring berjalannya waktu.
Durasi:
103 menit
Overall:
8 out of 10
103 menit
Overall:
8 out of 10
Movie-meter:
Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent