Tuesday, 6 November 2012

JAKARTA HATI : Sekelumit Konflik Manusia Seantero Ibukota


Quotes:
Oh ternyata pacar kamu yang bikin istri saya mabuk laut?

Terbagi dalam 6 segmen:
ORANG LAIN (21 min)
Seorang pria di usia pertengahan 30 tengah mabuk di meja bar sambil mencelupkan cincin kawinnya ke dalam gelas di hadapannya. Tak lama datanglah seorang perempuan kisaran usia 20 yang mengatakan bahwa pacarnya berselingkuh dengan istri pria tersebut. Dalam situasi canggung, keduanya sepakat menghabiskan waktu dengan makan dan jalan bersama sembari membahas kekurangan pasangan masing-masing. Apakah mereka betul-betul mengenal diri sendiri?

MASIH ADA (17 min)
Marzuni adalah seorang anggota dewan yang ingin menyambangi rekan-rekannya di bilangan Senayan dengan membawa tas olahraga berisi uang tunai sejumlah satu milyar rupiah. Malang, mobilnya mogok dan supirnya tak mampu berbuat apa-apa. Marzuni lalu menyetop sebuah taksi dimana sang supir berceloteh tentang moral orang gede dan kecil yang memicu perdebatan di antara keduanya. Dalam perjalanan, Marzuni belajar bahwa anggapan negatif memang tak bisa lepas dari profesinya itu.

KABAR BAIK (19 min)
Bana adalah seorang polisi muda yang jujur dan disiplin meskipun banyak godaan untuk bermain kotor. Suatu saat, tahanannya adalah pria paruh baya yang ternyata ayahnya sendiri. Dituding melarikan sejumlah uang arisan berantai tetangganya sendiri, Bana harus menjalani prosedur pemeriksaan dan interogasi yang canggung. Interaksi keduanya mengungkapkan banyak cerita yang tidak diketahui Bana sekaligus menimbulkan dilema yang sulit dihindari.
HADIAH (18 min)
Seorang penulis skrip yang telah melewati masa emasnya, Firman tengah kekeringan ide dalam menyelesaikan apa yang dianggapnya akan meledak. Sahabatnya menyarankan via telepon agar Firman menghubungi langsung produsernya untuk membahas konsep komedi seks kacangan itu. Sementara putra Firman yang berusia 8 tahun merengek agar ditemani ayahnya datang ke pesta ultah teman sekolahnya yang kaya raya. Bermodalkan lima puluh ribu, Firman lantas mempertaruhkan harga dirinya.

DALAM GELAP (23 min)
Pemadaman listrik terjadi di sebuah kawasan Jakarta selepas maghrib. Pasutri muda yang biasa menyibukkan diri dengan gadget, media sosial dan seabrek kegiatan pribadi lainnya terpaksa berbicara satu sama lain. Sayangnya bahasan yang mereka ambil justru semakin memperkeruh suasana yaitu rahasia perselingkuhan masing-masing yang sudah diketahui keduanya. Betapapun mereka mencoba berdamai, kegagalan membina rumah tangga tak bisa ditutupi lagi.

DARLING FATIMAH (16 min)
Fatimah adalah perempuan keturunan Pakistan penjual darling alias dadar guling dan penganan lainnya di Pasar Senen. Kecantikan dan mulut manisnya selalu memikat para pembeli termasuk Ayun, pemuda keturunan Cina yang menaruh hati padanya. Interaksi mereka yang tak nyaman didengar karena terlampau jujur lambat laun mengarah pada cinta dimana hubungan keduanya mungkin menuju pada masa depan yang kompromis.

Nice-to-know: 
Film yang diproduksi oleh 13 Entertainment ini gala premierenya dilangsungkan di Hollywood XXI pada tanggal 6 November 2012 yang lalu.

Cast: 
Slamet Rahardjo sebagai Marzuni
Andhika Pratama sebagai Bana
Roy Marten sebagai Ayah Bana
Dwi Sasono sebagai Firman
Agni Pratistha
Dion Wiyoko
Shahnaz Haque
sebagai Fatima
Framly Nainggolan sebagai Ayun
Surya Saputra
Asmirandah
Didi Petet
Jajang C Noer
Agus Kuncoro

Cowboy Junior

Director: 
Merupakan karya kedua bagi Salman Aristo yang sebelumnya lebih dikenal sebagai penulis skenario ini.

Comment: 
Jika tahun lalu ada Jakarta Maghrib yang edar terbatas di jaringan bioskop Blitzmegaplex dengan konsep omnibus serupa dan durasi masing-masing segmen yang lebih singkat, maka kali ini Salman Aristo berupaya mengeksplorasi lebih jauh kedalaman hati segelintir orang yang dianggap mewakili idealisme kota Jakarta. Enam kisah pendek seperti Orang Lain, Masih Ada, Kabar Baik, Dalam Gelap, Hadiah, Darling Fatimah mengambil tema beragam yang ujung-ujungnya berpijak pada cinta itu sendiri. Hak rilis yang dipegang 21Cineplex jelas memberikan kesempatan yang lebih luas.

Kapabilitas Salman sebagai sutradara memang mengalami peningkatan. Permainan gambarnya jauh lebih variatif meski kontinuitasnya masih belum sempurna di beberapa bagian. Editing jempolan dari Cesa David setidaknya mampu menutupi hal tersebut. Dialog-dialog puitis nan menggigit tetap menjadi andalan dalam menohok perasaan penonton yang mungkin pernah berada di situasi nyata yang mirip. Sayangnya tata musik Jenal belum dapat menghadirkan penekanan nuansa yang diinginkan sehingga tak jarang pengadeganannya terasa kosong tanpa nyawa.

Dalam Gelap, Hadiah, Darling Fatimah, Masih Ada, Orang Lain, Kabar Baik. Urutan tersebut adalah susunan saya dari yang terfavorit hingga yang tidak. Ya, paruh pertama film ini menunjukkan kecanggungan yang tidak biasa sebelum diperbaiki dengan kefasihan yang lebih lancar di paruh kedua.
 Simak ulasan singkat saya terhadap masing-masing segmen. Abaikan jika anda tidak ingin tahu terlalu banyak.
Orang Lain>Kejutan berupaya disimpan rapat-rapat hingga akhir. Namun eksploitasi percakapan random tak cukup untuk menggali kepribadian dari sosok pria dan wanita disini sehingga logikanya sedikit terabaikan dan penonton tak mampu bersimpati pada keduanya. Wajah dan akting rupawan dari duet Surya Saputra dan Asmirandah setidaknya menyelamatkan bagian pembuka ini.
Masih Ada>Slamet Rahardjo tampak “sendirian” mengangkat segmen ini menangkis anggapan negatif orang-orang awam di sekitarnya. Penampilan Agus Kuncoro, Didi Petet, Herdin Hidayat yang juga tak kalah senior malahan tak cukup tegas menggarisbawahi pernyataan kontradiktif yang lahir dari stereotype pejabat negeri ini.

Kabar Baik>Pemasangan Roy Marten dengan Andhika Pratama nampaknya bukan ide yang bagus mengingat lintas generasi yang tidak didukung oleh kualitas akting yang sebanding. Konflik ayah penipu dan putra polisi seharusnya mampu memercikkan riak kekeluargaan yang kental, bukan sebatas cap legitimasi penegak dan pelanggar hukum.
Hadiah>Segmen inilah yang paling memiliki hati. Anda akan melihat kasih sayang tulus orangtua terhadap anak dan juga antar teman terlepas dari himpitan beban hidup dan kesenjangan sosial yang melatarbelakanginya. Dwi Sasono secara cemerlang menjiwai peran penulis skrip yang hidup di bawah bayang-bayang kesuksesan masa lalu sehingga lupa menyongsong masa depan. Simak pertukaran dialognya dengan sahabat di ujung telepon yang sukses menjelaskan segalanya.
Dalam Gelap>Segmen yang satu ini memang muncul dalam format steady shot minim cahaya. Pemadaman listrik yang berakhir pada perdebatan suami istri yang saling “menelanjangi” rahasia masing-masing tak memungkiri api rumah tangga yang mulai memadam. Dion dan Agni menyuguhkan gestur tubuh yang menarik disertai spontanitas kalimat sindiran yang tajam menohok walau ekspresi wajah tertutupi kegelapan.
Darling Fatimah>Keluhan saya cuma satu, Shahnaz terlalu cantik untuk peran wanita penjual di pasar. Meski begitu, usahanya menokohkan janda Pakistan pantas diacungi jempol. Sama halnya dengan Framly sebagai pemuda Cina Betawi berpendirian kuat. Interaksi Fatimah dan Ayun memang belum sempurna tapi chemistry mereka terbilang manis dalam merumuskan potensi cinta yang ada.

Menilik kualitas cerita secara keseluruhan, saya 
katakan Jakarta Hati tidak sebaik pendahulunya terlepas dari peningkatan aspek teknis yang kentara. Omnibus ini belum memiliki keseimbangan hakiki pada tiap segmennya dimana plot masing-masing tak mampu menyembunyikan kesan episodik dari sebuah potret besar. Penggunaan Jakarta sebagai ruang lingkup dan hati sebagai nyawa tampak terlalu berat untuk dirangkum terlepas dari durasi yang nyaris mencapai dua jam tersebut. Namun Salman jelas mempunyai niatan baik untuk bertutur dengan menempatkan kepingan hati ragam rasa di tiap sudut kota Jakarta yang hiruk pikuk.

Durasi: 
114 menit

Overall: 
7 out of 10

Movie-meter: