Tagline:
Don’t ever cross Alex Cross.
Don’t ever cross Alex Cross.
Nice-to-know:
Idris Elba sedianya mengambil alih peran Alex Cross dari Morgan Freeman dimana ia pernah membintangi film Tyler Perry yang berjudul Daddy's Little Girls (2007).
Cast:
Matthew Fox sebagai Picasso
Tyler Perry sebagai Dr. Alex Cross
Rachel Nichols sebagai Monica Ashe
Giancarlo Esposito sebagai Daramus Holiday
Edward Burns sebagai Tommy Kane
Jean Reno sebagai Leon Mercier
Director:
Merupakan feature film kesebelas bagi Rob Cohen setelah The Mummy: Tomb of the Dragon Emperor (2008).
Idris Elba sedianya mengambil alih peran Alex Cross dari Morgan Freeman dimana ia pernah membintangi film Tyler Perry yang berjudul Daddy's Little Girls (2007).
Cast:
Matthew Fox sebagai Picasso
Tyler Perry sebagai Dr. Alex Cross
Rachel Nichols sebagai Monica Ashe
Giancarlo Esposito sebagai Daramus Holiday
Edward Burns sebagai Tommy Kane
Jean Reno sebagai Leon Mercier
Director:
Merupakan feature film kesebelas bagi Rob Cohen setelah The Mummy: Tomb of the Dragon Emperor (2008).
W For Words:
Masih membekas dalam ingatan saya betapa piawainya seorang Morgan Freeman membawakan tokoh Dr. Alex Cross dalam Kiss The Girls (1997) dan Along Came A Spider (2001). Entah apa yang ada di pikiran QED International, Envision Entertainment Corporation, IAC Productions, James Patterson Entertainment untuk menghidupkan karakter tersebut dengan bintang.. Tyler Perry? Marc Moss yang juga menulis skrip tahun 2001 itu kini bertandem dengan Kerry Williamson untuk menerjemahkan novel milik pencetus aslinya yakni James Patterson yang berjudul Cross.
Masih membekas dalam ingatan saya betapa piawainya seorang Morgan Freeman membawakan tokoh Dr. Alex Cross dalam Kiss The Girls (1997) dan Along Came A Spider (2001). Entah apa yang ada di pikiran QED International, Envision Entertainment Corporation, IAC Productions, James Patterson Entertainment untuk menghidupkan karakter tersebut dengan bintang.. Tyler Perry? Marc Moss yang juga menulis skrip tahun 2001 itu kini bertandem dengan Kerry Williamson untuk menerjemahkan novel milik pencetus aslinya yakni James Patterson yang berjudul Cross.
Dr. Alex Cross adalah detektif pembunuhan kawakan yang didukung oleh tangan kanannya, Tommy Kane dan kekasihnya, Monica Ashe. Suatu ketika seorang pembunuh sadis yang dikenal dengan sebutan Picasso muncul dan menebar teror kesakitan dari penyiksaan. Korban pertamanya adalah wanita kaya, Fan Yau Lee dimana pebisnis Jerman, Erich Nunemacher menjadi target berikutnya. Dr. Alex Cross mengendus petunjuk yang ditinggalkan sang pelaku dan berupaya membongkar motif sesungguhnya di balik semua kasus kejahatan ini.
Entah mengapa saya merasa filmmakers lebih memihak pada tokoh antagonis dibanding protagonis. Ini tidak wajar! Sejak menit pertama kemunculannya, Picasso lebih mencuri perhatian dengan sisi psikopat berdarah dingin yang meyakinkan. Sedangkan Alex Cross tidak mencerminkan sosok detektif cerdas yang sigap. Empatinya terhadap rekan kerja, ibu, istri dan anaknya sendiri pun tidak terlihat hangat. Elemen aksi dan misteri di tiga puluh menit pertama sebetulnya menjanjikan, intensitas suspensinya menurun di tiga puluh menit kedua sebelum berantakan di paruh terakhirnya.
Rob Cohen memang berpengalaman dalam menyutradarai film action. Namun hal itu tidak menjamin kualitas film yang lebih mendekati kelas B dengan dialog cheesyini. Endingnya yang mengambil lokasi di Bali dengan sedikit penggunaan bahasa Indonesia mungkin akan menarik bagi penonton kita meskipun terkesan dipaksakan demi menyimpulkan berbagai plot yang dikembangkan sejak awal. Keputusannya untuk meminimalisasi CGI mungkin harus dibayar mahal mengingat beberapa adegan aksi disini kentara memakai stuntman dengan set lokasi yang terlalu standar pula.
Perry bukanlah aktor buruk tapi ia harus jeli memilih peran. Detektif Alex Cross, sang jagoan intelek jelas bukan untuknya. Bahkan Fox melakukan tugas yang lebih meyakinkan dengan sorot mata tajam dan perawakan mengerikan, terima kasih pada kerja kerasnya dalam memahat tubuh walaupun tidak sekalipun nama karakternya disebut dalam film. Burns dan Nichols tidak memiliki pengaruh apa-apa sebagai sidekick dimana screentimenya juga minimal. Begitupun dengan Reno yang tiba-tiba muncul dan merasa berkewajiban menjelaskan semuanya.
Alex Cross tidak terasa sebagai thriller cerdas high profile seperti dua pendahulunya, melainkan drama kepolisian biasa dengan misi sulit dan balas dendam yang kental tanpa lupa menyebut unsur seksualitas yang cukup eksplisit di bagian prolog. Klimaks yang biasanya menyelamatkan sebuah film kali ini berdampak sebaliknya. Narasi penutup yang terburu-buru, fokus yang hilang hingga rangkaian penjelasan yang tidak masuk akal mungkin saja menamatkan karakter Cross dalam film untuk selama-lamanya. All i can say, this is under par. So, Morgan Freeman, Ashley Judd and Monica Potter were much luckier that time!
Durasi:
101 menit
101 menit
Overall:
7 out of 10
7 out of 10
Movie-meter:
Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent