Cerita:
Lima sekawan masing-masing Ale, Jarot, Lukman, Sadat, Jago adalah geng penguasa daerah pinggiran sejak remaja. Dalam suatu peristiwa pertandingan sepakbola yang berbuntut pertikaian, Jarot tanpa sengaja membunuh seorang preman saat membela Ale yang mengakibatkan dirinya dipenjara bertahun-tahun. Kehidupan keras di penjara membentuk pribadi Jarot yang keras, terlebih ia merasa ditinggalkan teman-temannya seorang diri. Sekeluarnya dari penjara, Jarot bergabung dengan geng Naga Hitam yang selalu berseberangan dengan Ale dkk. Pada akhirnya, Jarot mungkin saja berhadapan langsung dengan orang-orang yang pernah dekat dengannya di masa lalu.
Gambar:
Seperti mendapat banyak influence dari film-film mafia Hongkong, gaya noir modern sedikit tertangkap disini. Terbukti gambar-gambar yang dihasilkan sedikit dark dengan tone yang cukup konsisten.
Act:
Baru saja tampil sebagai polisi konyol dalam The Police Movie, Vino Bastian kali ini berperan sebagai mafia muda penuh dendam, Jarot yang ditempa di penjara.
Terakhir terlibat dalam Susahnya Jadi Perawan, Fathir Muchtar disini bermain sebagai Ale, kepala geng yang ditakuti sahabat-sahabatnya.
Reza Pahlevi sebagai tokoh kunci, si bisu yang sulit ditebak.
Fanny Fabriana yang terakhir mendampingi Tora Sudiro dalam Preman In Love kebagian peran Aisya, love interestnya Jarot sekaligus adik kandung Ale.
Beberapa aktor debutan seperti Dion Wiyoko, Dallas Pratama, Ali Syakieb bermain sebagai Lukman, Jago dan Sadat.
Juga turut didukung oleh beberapa pemain senior seperti George Rudy, Agus Melasz, Ully Artha dll.
Sutradara:
Terakhir mengarahkan Vino dalam Realita, Cinta dan Rock & Roll yang cukup dipuji, Upi kembali setelah absen beberapa tahun dalam film Serigala Terakhir ini yang disebut-sebut film mafia pertama bergaya Indonesia. Akankah sukses seperti harapannya? Kita tunggu saja.
Comment:
Sulit rasanya menilai film ini secara keseluruhan karena dua unsur yang sangat bertolak belakang. Pertama, plot cerita yang sungguh terasa dipaksakan mulai dari awal sampai akhir sehingga agak tidak rasional. Hal tersebut berpengaruh pada skenario yang terkesan dibuat-buat dan dialog yang terkadang bodoh, tidak peduli sebaik apapun penjiwaan aktor-aktrisnya. Kedua, penggarapan yang dilakukan sebetulnya bisa dikatakan baik, terima kasih pada kemampuan sang sutradara. Konsistensi pengadeganan dibantu dengan backsound yang pas membuat film ini masih enak untuk diikuti. Jika kedua hal tersebut bersinergi, anda akan merasakan apa yang saya rasakan saat menyaksikannya, yaitu intensitas menonton yang asyik tetapi berkali-kali mengernyitkan kening. Durasi yang teramat panjang sama sekali tidak membantu, hanya memperpanjang bagian-bagian yang sebetulnya tidak perlu. Oleh karena kesalahan di rangka cerita, saya harus memberikan ponten rendah bagi Serigala Terakhir. Sayang sekali!
Durasi:
140 menit
Overall:
6.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!