Quotes:
Dokter Intel: Jadi lagi nasional yang kamu tau apa?
Salman: Kolam susu.
Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh oleh PT Demi Gisela Citra Sinema dan Brajamusti Films ini gala premierenya diselenggarakan di Epicentrum XXI pada tanggal 11 Agustus 2012.
Cast:
Osa Aji Santoso sebagai Salman
Fuad Idris sebagai Hasyim
Ence Bagus sebagai Haris
Astri Nurdin sebagai Astuti
Tissa Biani Azzahra sebagai Salina
Ringgo Agus Rahman sebagai Dokter Anwar
Muhammad Rizky sebagai Lized
Deddy Mizwar
Gatot Brajamusti
Director:
Merupakan film kedua Herwin Novianto setelah Jagad X Code (2009).
W For Words:
Deddy Mizwar adalah satu dari sedikit insan senior perfilman nasional yang masih aktif berkarya. Tak hanya sebagai aktor tetapi juga penulis skrip, sutradara hingga produser. Pria yang kini berusia 57 tahun ini terkenal dengan gaya satirnya yang lembut menyentil, tanpa terkecuali skenario garapan Danial Rifki dimana bangku sutradara dipercayakan kepada Herwin Novianto. Premisnya sendiri konon diinspirasi dari lagu lawas tenar milik Koes Plus yang berjudul Kolam Susu. Masih ingat? Jika tidak, film ini akan mengingatkan anda.
Mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia 1965, Hasyim tinggal bersama putra satu-satunya, Haris yang telah memiliki sepasang anak laki-laki dan perempuan, Salman dan Salina. Keadaan yang kurang baik di Kalimantan Barat membuat Haris hijrah ke Malaysia dengan membawa Salina. Sedangkan Salman menjaga kakeknya yang sakit-sakitan itu sambil terus belajar pada guru pengganti, Astuti. Titik cerah muncul saat dokter Anwar datang ke desa dengan segala keterbatasan sarana dan obat. Benarkah Indonesia tak lagi layak ditinggali?
Nasionalisme adalah unsur yang rajin didengungkan dalam film ini. Bukan hanya dari kacamata mantan pejuang lanjut usia tapi juga bocah optimis yang serba kekurangan. Bagaimana Haris menolak dibawa berobat ke Malaysia atau Salman menukar bendera merah putih yang digunakan sebagai kain pembungkus. Mereka adalah contoh manusia-manusia yang lebih memilih hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang. Sepadankah pengorbanan itu dengan balas jasa yang didapat? Jawabannya tentu relatif.
Acungan jempol pantas dilayangkan bagi segenap pendukung film ini yang mampu tampil maksimal. Ringgo yang kocak memberikan aksen tersendiri sebagai dokter kikuk atau Astri yang lemah lembut sebagai pengajar santun. Keduanya terasa mampu menjembatani anak-anak dengan konflik dewasa yang tak dapat begitu saja dipahami. Kekerasan hati Fuad Idris amat bertolak belakang dengan Ence Bagus yang terkesan mudah dibeli.
Akting natural Osa Aji tak jarang menghadirkan perasaan haru atau trenyuh dalam diri penonton melihatnya.
Saya akan sedikit membantu Deddy Mizwar berpromosi disini dengan menyebut sosis So Nice, Entrostop atau Promag yang untungnya "muncul" di film dalam batas kewajaran. Isu pendidikan, kesehatan, penghidupan antar Indonesia dan Malaysia dihadirkan secara kontras. Adegan dini hari dimana perahu motor membelah sungai Kapuas ketika matahari masih bersembunyi amatlah memorable bagi saya, kombinasi perjuangan dan kepiluan yang membuncah.
Tanah Surga.. Katanya adalah film lokal pengisi libur Lebaran terbaik tahun ini. Kesahajaan tema yang dieksekusi secara terarah. Perbedaan kualitas kehidupan masyarakat di Sarawak dan Kalimantan Barat memang bukan untuk disesali tapi untuk dipelajari, terutama oleh pihak-pihak penguasa yang berkepentingan. Maafkanlah ambiguitas yang terkandung di endingnya dalam upaya menutup setiap subplot yang dibangun sejak awal. Deddy Mizwar dkk sudah memberi contoh konkret lewat media film bahwa "apapun yang terjadi, jangan sampai kehilangan cinta terhadap negeri ini".
Durasi:
90 menit
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter: