Sunday, 28 February 2010
MY NAME IS KHAN : Pembuktian Cinta Lewat Perjuangan dan Pengorbanan
Rizvan Khan-My name is Khan, and I am not a terrorist.
Storyline:
Sedari kecil, Rizvan Khan menderita asperger atau autism. Takut pada warna kuning, ruang sempit, suara bising, orang-orang yang baru dikenal sehingga sulit mengembangkan dirinya. Beruntung ibundanya selalu setia menemani dan mengajarkan nilai-nilai kehidupan tentang orang baik dan jahat. Rizvan sebetulnya anak yang cerdas, di usia remaja mampu memperbaiki barang-barang elektronik yang rusak. Hal ini kemudian memisahkan ia dengan adik kandungnya, Zakir yang hijrah untuk studi di tempat yang lebih baik. Bertahun-tahun kemudian, ibunya meninggal dan memaksa Khan untuk keluar dari zona nyamannya. Perjalanan membawanya bertemu dengan Mandira, kapster cantik ceria yang pernah gagal dalam pernikahan dan membawa seorang putra bernama Sameer. Perlahan tetapi pasti, kedekatan Rizvan dan Mandira semakin meyakinkan mereka untuk kehidupan pernikahan yang saling mengisi. Sayangnya kejadian 9/11 mengubah semuanya dan Rizvan harus meyakinkan publik Amerika bahwa ia bukanlah teroris dengan tujuan akhir bertemu Presiden agar Mandira mau bertemu dengannya kembali..
Nice to know:
Sutradara Karan Johar dan penulis skrip Shibani Bathija sempat mewawancarai Chris dan Gisela Slater-Walker, penulis buku yang menginspirasi romansa hubungan Rizvan dan Mandira di bagian pertama film.
Cast:
Mega bintang Bollywood, Shah Rukh Khan didapuk sebagai Rizvan Khan yang berhasil mengatasi kekurangannya untuk hidup bahagia dan melakukan apa yang ia anggap benar.
Kajol sebagai Mandira
Christopher B. Duncan sebagai Barack Obama
Zarina Wahab sebagai Ibu Rizvan dan Zakir
Jimmy Shergill sebagai Zakir
Director:
Film debutnya Kuch Kuch Hota Hai (1998) sukses besar di pasaran internasional yang melambungkan nama Karan Johar yang juga sering bertindak sebagai produser dan penulis cerita.
Comment:
Saat pertama diputar di jaringan XXI, saya sempat bertanya-tanya film apakah ini. Lalu mendengar orang-orang berkata ini film yang bagus dan menimbulkan antrian panjang. Akhirnya pada pemutaran weekend keduanya, saya menyempatkan diri menyaksikan film ini tanpa ekspektasi apapun secara saya bukan penggemar film India walau pernah menonton beberapa yang cukup go internasional di masa lalu. Pada dasarnya film ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama bercerita tentang pengenalan tokoh dan awal kisah cinta. Bagian kedua lebih ke permasalahan perbedaan ras di negara maju seperti Amerika dan tragedi WTC yang memilukan itu yang telah menimbulkan jurang di antara penduduk sipil dengan warga Muslim pada umumnya. Semua itu diolah dengan tepat dan relevan. Sinematografi yang disuguhkan Karan sangat istimewa. Jangkauan setting yang luas dengan rentang waktu yang panjang berhasil diketengahkan dengan alur maju-mundur yang solid. Dari segi cast, reuni SRK dan Kajol yang pertama kali menghentak lewat Kuch Kuch Hota Hai sudah merupakan nilai plus. Dan SRK menampilkan akting terbaik sepanjang karirnya disini dengan mempertontonkan ekspresi, bahasa tubuh dan olah kata yang meyakinkan sebagai orang yang menderita kelainan bawaan. Kajol juga menampilkan emosi yang tidak kalah mengagumkan sebagai seorang Ibu yang tertekan menghadapi situasi ras yang tidak menyenangkan yang telah mengambil semua miliknya yang berharga. Chemistry keduanya terasa pas dan wajar. Original score juga dengan indah mengiringi setiap scene. My Name Is Khan bukanlah film India pada umumnya dan saya yakinkah anda menontonnnya untuk merasa tergugah, bahagia, trenyuh, benci sekaligus dalam pengalaman sinema yang luar biasa emosional selama hampir tiga jam ini. Tidak heran jika film ini akan booming dalam tangga box-office ataupun festival film internasional. Pesan saya: Jangan malu untuk tertawa ataupun meneteskan air mata sekalipun!
Durasi:
155 menit
U.S. Box Office:
$3,253,168 till end of Feb 2010
Overall:
9 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Saturday, 27 February 2010
3 IDIOTS : Perjalanan Mewujudkan Cita-Cita Di Atas Persahabatan
Rancho-Pursue excellence, and success will follow, pants down.
Storyline:
Dua sahabat bodoh, Farhan dan Raju sedang dalam perjalanan mencari teman mereka yang menghilang, Rancho. Ingatan pun melayang pada masa-masa bersekolah di kampus terbaik negeri yang dikepalai oleh rektor Viru. Pembelajaran yang disiplin, peraturan yang ketat serta tuntutan mendapat nilai tinggi tidak jarang membuat siswa-siswi bekerja keras hingga frustrasi. Kehadiran Rancho sedikit mengubah itu semua dengan ide-ide konyol sekaligus briliannya. Belum lagi putri rektor yang cantik, Pia menambah dinamika perkawanan Rancho, Farhan dan Raju. Apapun perjalanan hidup mereka, ada beberapa hal yang tidak akan terpisahkan dan terlupakan..
Nice to know:
Sedikit banyak karakter-karakternya diinspirasi dari novel berjudul Five Point Someone yang dihasilkan oleh Chetan Bhagat.
Cast:
Dua bintang papan atas Bollywood, Aamir Khan dan Kareena Kapoor dipasangkan sebagai Rancho dan Pia.
Sharman Joshi sebagai Raju
Madhavan sebagai Farhan
Boman Irani sebagai Viru Sahastrabudhhe
Omi Vaidya sebagai Chatur Ramalingam
Director:
Ini adalah film ketiga bagi Rajkumar Hirani setelah terakhir Lage Raho Munna Bhai (2006) dimana ia juga bertindak sebagai penulis skenario, editor dan sutradara.
Comment:
Sinematografi yang disuguhkan benar-benar mengguncang secara visualisasi termasuk area Shimla dan Ladakh yang memanjakan mata. Koreografi dan lagu-lagunya enak didengar dan sangat pas seiring bergulirnya narasi cerita. Temanya sebetulnya simpel mengenai sistem pendidikan yang perfeksionis yang menuntut murid memaksimalkan potensinya walau harus mengorbankan impiannya masing-masing. Namun karakterisasi dan castnya lah yang membuat film ini berbeda dimana semuanya tampil lepas dan maksimal. Dianggap sebagai salah satu performa terbaik Aamir Khan sebagai Rancho yang pandai dan ekstrim meski usianya tidak bisa dibilang anak dua puluh tahunan lagi. Kareena juga bermain lumayan apalagi dengan kecantikannya sebagai putri rektor yang idealis. Boman cukup kharismatik sebagai rektor otoriter yang melakukan segala cara demi nama baik pribadi dan institusinya. Sharman dan Madhavan juga kompak dalam memerankan siswa tertindas yang tidak terlalu pintar. Semua itu dimix dengan luar biasa oleh sang editor sekaligus sutradara Hirani yang terampil memainkan momen-momen emosional di beberapa bagian. Humor-humor yang ditampilkan agak bergaya komikal tajam sinis sekaligus menyegarkan. Tidak dipungkiri, 3 Idiots dianggap publik sebagai film India terbaik tahun 2009! Luangkan waktu anda untuk menyaksikannya di jaringan bioskop Blitz Megaplex untuk tertawa sekaligus menangis selayaknya menaiki rollercoaster.
Durasi:
170 menit
U.S. Box Office:
$6,523,137 till end of Feb 2010
Overall:
8.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Friday, 26 February 2010
DEAR JOHN : Ujian Jarak Waktu Cinta Tentara
Savannah Curtis: The saddest people I've ever met in life are the ones who don't care deeply about anything at all.
Storyline:
Marinir John Tyree tengah menghabiskan masa cuti selama 2 minggu di kampung halamannya. John berkenalan dengan Savannah Curtis hingga terlibat dalam asmara yang amat membahagiakan. Liburan dihabiskan berdua sampai John mengenalkan Savannah pada ayahnya yang menderita autis. Walaupun sempat timbul masalah, keduanya sepakat meneruskan hubungan melalui surat. Terpisah jarak dan waktu, Savannah mulai ragu akan masa depan hubungan mereka. Di sisi lain, John yang terus berpindah-pindah dalam misinya terus percaya akan kekuatan cinta yang membuatnya bertahan.
Nice-to-know:
Rilis minggu pertamanya di United States menempati posisi puncak sekaligus mengakhiri Avatar nya James Cameron yang sudah berada di sana selama 7 minggu berturut-turut!
Cast:
Baru saja membintang utamai G.I. Joe: The Rise of Cobra (2009), Channing Tatum berperan sebagai John Tyree
Mulai dikenal luas sejak serial televisi Veronica Mars (2004-2006), Amanda Seyfried bermain sebagai Savannah Curtis
Richard Jenkins sebagai Mr. Tyree
Henry Thomas sebagai Tim Wheddon
D.J. Cotrona sebagai Noodles
Director:
Lasse Hallstrom baru saja sukses mengharu-biru penonton lewat Hachiko : A Dog’s Story (2009)
Comment:
Nicholas Sparks memang terkenal dengan novel-novel romansa melankolisnya yang rata-rata sudah pernah difilmkan sebelumnya. Judul yang satu ini tanpa pengecualian dimana percintaan jarak jauh antara gadis konservatif dan pemuda Angkatan Darat menjadi bumbu utama. Jamie Linden ditunjuk untuk menggarap skripnya tanpa banyak perubahan berarti, terkecuali mempertajam dialognya yang disesuaikan dengan momen-momen yang ingin disampaikan.
Channing Tatum merupakan pilihan tepat untuk menokohkan John Tyree. Badannya yang tinggi tegap terlihat amat cocok sebagai tentara muda. Sepintas anda dapat menangkap kegelisahan jiwanya karena tumbuh di dalam keluarga yang tidak sempurna, bahkan tidak mengakui kalau ayahnya memiliki kelainan autisme. Sayangnya kiprah John di medan perang hanya terkesan sebagai latar belakang saja sehingga empati penonton tidak sampai terbangun dengan kuat untuk mempedulikannya.
Aktris muda bermata besar yang sedang naik daun, Amanda Seyfried memberikan penjiwaan yang cukup matang. Keriaan Savannah Curtis yang juga berjiwa sosial itu mampu dikombinasikannya dengan perasaan perempuan yang tak berdaya karena cinta yang tak pernah benar-benar ada di sisinya. Chemistry keduanya terjalin manis meskipun scene yang mempertemukan keduanya berhadap-hadapan boleh dihitung dengan jari.
Sutradara Hallstrom sudah populer dengan kemampuannya meracik bumbu drama sedemikian rupa hingga menjadi tontonan yang emosional. Sinematografinya cukup natural berpadu dengan ilustrasi musik tipikal bergaya lawas. Kali ini ia sampai melakukan syuting ulang untuk penutupan film karena adegan asli yang setia dengan bukunya tidak sesuai dengan harapan audiens pada saat screening awal. Jujur saya belum membaca bukunya sehingga tidak merasa berhak untuk membandingkan.
Sebagai sebuah drama percintaan, Dear John mengeksploitasi perasaan tentara perang dan gadis yang menunggunya dengan seimbang. Itulah sebabnya penonton pria maupun wanita mampu menikmati narasinya dengan curahan perasaan penuh lewat tulisan. Cinta sejati memang butuh ujian, sebagian menyerah dan sebagian lagi terus berupaya meskipun tertatih dan kehilangan arah. Satu yang pasti, waktu yang akan menjawab itu semua.
Durasi:
108 menit
U.S. Box Office:
$ 80,014,842 till Apr 2010
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Notes:
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Thursday, 25 February 2010
TCM 31 Days of Oscar Contest - AND THE WINNER IS....
Turner Classic Movies, as you know by now, is providing three DVDs for us to give away here on Another Old Movie Blog. We’re calling this: The Another Old Movie Blog Princess Prize Pack:
“Roman Holiday” (1953), in which Audrey Hepburn won Best Actress for her role as a runaway princess. We discussed “Roman Holiday” here in The 1950s Princess - Part 1.
“Anastasia” (1956), in which Ingrid Bergman won Best Actress for her role as an exiled princess. Maybe. We discussed “Anastasia” here in The 1950s Princess - Part 3.
“The Country Girl” (1954), in which Grace Kelly won Best Actress for her role as a longsuffering wife of an alcoholic actor. She doesn’t play a princess in this, but since she became a princess in real life, it still counts. We didn’t discuss this one yet. We will, I promise. We discussed instead Grace Kelly’s performance as a princess in search of a prince in “The Swan” (1955) here in The 1950s Princess - Part 2. Also good.
And the winner is…..
MILLIE !!!!!
Congratulations!
Please contact me by email at JacquelineTLynch@gmail.com, with the name and mailing address where the DVDs should be sent. I will contact TCM with the info; they are in charge of shipping and fulfillment.
Thank you to everyone who participated.
Thank you to Turner Classic Movies for providing the three-DVD prize pack as a free giveaway on this blog. As always, stay tuned to TCM for the best in classic films.
KAIN KAFAN PERAWAN : Kutukan Penunggu Gerbong Kereta
Saat sedang membuat video klip Rasty bersama kelima temannya Smitha, Debby, Marchel, Harry dan Dhana malah menemukan penampakan hantu wanita pada hasil editingnya. Rasa penasaran membuat mereka kembali ke stasiun kereta tersebut dengan ide baru yaitu membuat film dokumenter horor untuk dijual ke stasiun TV! Sayangnya keputusan mereka ternyata salah besar karena satu persatu dari kelima sahabat tersebut tewas termasuk Rasty yang akhirnya koma di rumah sakit. Kakak Rasty, Feli dan temannya, Sarah yang seorang fotografer terkejut saat dihubungi polisi. Setelah menjenguk Rasty, keduanya juga turut dihantui. Atas saran seorang paranormal, Feli dan Sarah harus membakar sepotong kain kafan perawan di dalam gerbong kereta untuk menghentikan semua kutukan tersebut.
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Rapi Films dan diproduseri oleh Gope T. Samtani & Subagio S.
Cast:
Masing-masing cast menggunakan nama panggilan aslinya dalam film. Kehabisan idekah?
Ardina Rasti
Ratu Felisha
Sarah Jane
Director:
Bekerjasama dengan penulis skenario Riady Adef, Nayato nampaknya kembali "bereksperimen" dengan karya terbarunya yang tampaknya terinspirasi dari kesuksesan Tali Pocong Perawan.
Comment:
Masih dengan formula campur aduknya dari beberapa film horor terdahulu Nayato yang belakangan ini menghasilkan film layar lebar selayaknya stripping sinetron kejar tayang. Segerombolan anak muda yang bermain-main di tempat yang tidak semestinya, diteror hantu hingga sebagian diantaranya tewas, sisanya harus kembali ke tempat semula untuk melakukan sesuatu yang belum selesai walau beresiko kehilangan nyawa. Tema yang sudah tidak asing lagi bukan? Yang baru mungkin dari jajaran cast. Kembalinya Ratu Felisha ke layar lebar setelah serangkaian kasus kehidupan pribadi yang dialaminya. Menarik bahwa fakta ia memulainya dengan bekerjasama dengan Nayato! Masih terasa terlalu muda sebagai kakak dari Rasty yang seakan berpromosi lagu dan video klipnya pula disini. Hmm.. Yang lain sepertinya tidak terlalu penting karena sebagai pelengkap penderita saja. Jika horor box office 2008, Tali Pocong Perawan masih memiliki cerita dan karakterisasi yang beralasan, tidak halnya dengan Kain Kafan Perawan yang judulnya hanya tempelan belaka dan terasa dipaksakan menjadi konklusi dari semua kejadian di ending film.
Durasi:
80 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Tuesday, 23 February 2010
WOLFMAN : Manusia Serigala Resahkan Penduduk London Klasik
Lawrence Talbot-I am what I say I am... a monster.
Storyline:
Setelah saudara kandungnya menghilang, Lawrence Talbot kembali ke kediaman keluarganya termasuk perjumpaan kembali dengan ayahnya yang aneh, Sir John Talbot. Berusaha mencari adiknya atas permintaan sang tunangan Gwen Conliffe, Lawrence malah menemukan takdir yang menakutkan bagi dirinya terlebih setelah masa kecilnya hancur dikarenakan kematian ibunya. Diserang oleh serigala jadi-jadian pada suatu malam, beberapa waktu kemudian Lawrence mulai mendapati "perubahan" pada dirinya terutama pada bulan purnama. Korban penduduk desa pun terus berjatuhan yang memacu Inspektur Aberline untuk turun tangan. Akankah kutukan tersebut dapat diakhiri?
Nice-to-know:
Awalnya direncanakan untuk tayang di tahun 2007. Tetapi karena kesulitan mencari sutradara, akhirnya berpindah ke Februari 2009 lalu November 2009 hingga akhirnya Februari 2010.
Cast:
Memenangkan Oscar Aktor Terbaik lewat Traffic (2000), Benicio Del Toro adalah salah satu dari sedikit aktor Amerika Latin yang paling bersinar di Hollywood. Kali ini ia membawakan karakter Lawrence Talbot.
Terkenal lewat peran psikopat Dr. Hannibal Lecter, Anthony Hopkins disini bermain sebagai Sir John Talbot yang eksentrik sekaligus misterius.
Memulai karir lewat Boudica (2003), Emily Blunt kebagian peran Gwen Conliffe yang berduka atas menghilangnya tunangan yang dicintainya sekaligus bernostalgia dengan cinta lamanya dalam diri Lawrence Talbot.
Director:
Film pertama yang mendapat rating Dewasa bagi sutradara kelahiran Texas bernama Joe Johnston ini yang pertama kali angkat nama lewat film keempatnya, Jumanji (1995) yang meledak di box-office dunia itu.
Comment:
Original score yang dikerjakan pemenang Oscar, Danny Elfman benar-benar membuat film ini terasa hidup apalagi setting kota London kuno tahun 1940an berhasil dibangun dengan apik lengkap beserta segala atributnya. Belum lagi kostum dan make-up yang juga dikerjakan pemenang Oscar, Rick Baker menempatkan film ini sangat relevan dengan situasi aslinya. Kinerja penulis skrip Andrew Kevin Walker juga sukses membangun nuansa mitos lycan dan kemungkinan delusional yang dialami Lawrence Talbot sehingga perpanjangan film dari versi aslinya yang cuma 70 menit cukup beralasan dan memberikan kesan yang berbeda. Sang sutradara, Johnston mampu mempertahankan suasana mencekam sepanjang film dengan atmosfir yang gelap, kering, berkabut dan sorotan bulan purnama yang indah. Del Toro dan Hopkins tampil sesuai kalibernya masing-masing dan berbagi chemistry yang tidak biasa. Blunt dan Weaving juga lumayan ciamik dalam mendukung keduanya. Plotnya memang sedikit "pendek" dalam mencapai tujuannya tetapi sinematografinya bisa dibilang tepat. Alhasil adaptasi terbaru Wolfman ini akan membuat anda terlompat dari kursi dengan beberapa elemen kejutannya serta adegan sadis seperti terpotongnya kepala dari tubuh korban-korban sang serigala jadi-jadian.
Durasi:
95 menit
U.S. Box Office:
$35,555,065 the opening week of mid Feb 2010
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Monday, 22 February 2010
31 Days of Oscar CONTEST
As mentioned last week, Turner Classic Movies, is providing three DVDs for us to give away here on Another Old Movie Blog. We’re calling this: The Another Old Movie Blog Princess Prize Pack:
“Roman Holiday” (1953), in which Audrey Hepburn won Best Actress for her role as a runaway princess. We discussed “Roman Holiday” here in The 1950s Princess - Part 1.
“Anastasia” (1956), in which Ingrid Bergman won Best Actress for her role as an exiled princess. Maybe. We discussed “Anastasia” here in The 1950s Princess - Part 3.
“The Country Girl” (1954), in which Grace Kelly won Best Actress for her role as a longsuffering wife of an alcoholic actor. She doesn’t play a princess in this, but since she became a princess in real life, it still counts. We didn’t discuss this one yet. We will, I promise. We discussed instead Grace Kelly’s performance as a princess in search of a prince in “The Swan” (1955) here in The 1950s Princess - Part 2. Also good.
CONTEST RULES:
1. Brush your teeth.
2. Clean your room.
3. No playing ball in the house.
Oh, wait. Those are the wrong rules. (Searches file cabinet drawer for the right folder. )
Here were are. It was misfiled.
CONTEST RULES:
Leave a comment on this post telling me you want to enter the contest.
Hmm. That seems to be it. I wonder why I filed this under “K to L”?
Come back Thursday when we’ll pick the winner, which will be posted on this blog 1 p.m. Eastern Time. You have until then to enter.
Good luck. Brush your teeth anyway.
And in the meantime, keep a close watch on Turner Classic Movies and the 31 Days of Oscar.
Sunday, 21 February 2010
LITTLE BIG SOLDIER : Nostalgia Jackie Chen dengan Karakter Lawasnya
Seorang prajurit negara Liang berhasil menawan seorang jenderal negara Wei dimana kedua negara tersebut sedang berseteru. Interaksi keduanya sepanjang perjalanan secara tidak langsung berubah dari saling membenci hingga saling menyelamatkan. Tanpa diketahui, adik sang jenderal terus mengikuti jejak kakaknya yang hilang untuk diam-diam merebut tahta. Kini dilema menjadi problem sang prajurit yang harus membawa pulang sang jenderal ke negaranya sekaligus berkumpul dengan keluarganya kembali.
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Polybona Films, Jce Movies Limited dengan bujet kurang lebih 25 juta dollar.
Cast:
Terakhir tampil dalam Spy Next Door yang dibilang orang sebagai bentuk lain dari The Pacifiernya Vin Diesel, Jackie Chan disini bermain sebagai prajurit Liang.
Pernah dipuji saat mendukung Lust, Caution! (2008), kali ini Wang Lee Hom berperan sebagai jenderal Wei.
Director:
Merupakan film kedua bagi Ding Sheng setelah Underdog Knight (2008) yang dibintangi Liu Ye dan Anthony Wong.
Comment:
Sebagai sebuah tontonan, film ini sangat simpel dan mudah dicerna, hingga simpelnya semua karakternya tidak diberi nama samasekali! Dari awal sampai akhir, penonton hanya disuguhi tindak tanduk kocak praktis sang prajurit yang secara real dihidupkan oleh Chen Lung yang memang sudah memainkan karakter serupa selama lebih dari 20 tahun sebelum namanya melejit sebagai legenda hidup pelakon Mandarin di kancah perfilman dunia termasuk Hollywood yang sudah ditaklukkannya. Gaya khas Jackie muncul disini termasuk adegan-adegan slapstick. Konon awalnya Jackie ditawarkan peran sang jenderal tetapi karena faktor usia beralih ke tokoh prajurit. Sedangkan biduan tenar Taiwan, Wang tidak terlalu banyak bereksplorasi sebagai jenderal muda yang idealis dan arogan. Beruntung keduanya berbagi chemistry yang cukup baik. Sepanjang perjalanan, interaksi Chen dan Wang mengalami pertumbuhan yang unik sehingga arah film menjadi sedikit blur. Beberapa pesan sosial juga diselipkan disini. Sayangnya ending Little Big Soldier mungkin terkesan tidak masuk akal dan sangat dipaksakan. Oleh karenanya tidak sedikit penonton yang mengeluh saat meninggalkan bioskop. Bagaimana menurut anda?
Durasi:
90 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Friday, 19 February 2010
ARISAN BRONDONG : Menggilir Brondong Kesulitan Uang
Lihat, siapa yang beruntung bulan ini?
Storyline:
Lolita yang iri dengan Misye yang memamerkan brondong terbarunya yang ganteng bernama Erick segera mengumpulkan teman-temannya, Jeung Uut dan Anis untuk mengadakan arisan brondong. Lewat sejumlah seleksi yang tidak membuahkan hasil, Lolita akhirnya menjatuhkan pilihan pada Ryan, pengantar aqua galon butiknya secara tidak sengaja. Ryan yang cute itu kebetulan sedang kesulitan uang karena baru berpacaran dengan Tika yang anak orang kaya menyetujui syarat yang diajukan Lolita. Bersama teman seperjuangannya, Bagus dan Jaja, Ryan memulai "karier"nya sebagai brondong giliran yang diperebutkan juga oleh Heidi dari California dan Miss Nana dari Jepang. Pekerjaan yang bertentangan dengan hati nuraninya itu membuat Ryan selalu merasa bersalah dengan Tika, apalagi Tika juga mulai mengendus kejanggalan tersebut. Akankah pada akhirnya Ryan bisa jujur pada dirinya sendiri sebelum terlambat?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Maxima Pictures dan gala premierenya diselenggarakan di fX.
Cast:
Ferly Putra sebagai Ryan
Bella Saphira sebagai Lolita
Heather Storm sebagai Miss Heidi
Hardi Fadillah sebagai Bagus
Navy Risky sebagai Tika
Andi Soraya sebagai Misye
Anita Hara sebagai Anis
Farish Nahdi sebagai Erick
Boy Hamza sebagai Jaja
Director:
Baru saja menghebohkan dengan Suster Keramas, Helfi Ch Kardit langsung kembali dengan drama komedi remaja dewasa ini yang kembali dimeriahkan oleh aktris seksi Taiwan.
Comment:
Meski premisnya menarik dan dikaitkan dengan kata ARISAN, film ini tidak banyak beranjak dari pakem yang ada belakangan ini. Ditunjang oleh poster yang cukup eye-catching dengan tampilan dua wanita impor bertutupkan selimut, rasanya perolehan rupiah di box-office akan cukup memuaskan. Mari kita bahas mulai temanya yang unik tapi terkesan menggampangkan logika. Andai saja skrip dibuat lebih rapi dan mau sedikit berpikir, niscaya hasilnya akan lebih baik lagi. Dari jajaran cast, Ferly sebagai "brondong utama" tampil cukup wajar dan menarik apalagi didukung oleh Hardi dan Boy yang juga sama bodohnya. Penampilan Bella sebagai tante sosialita cukup menggiurkan, lengkap dengan bahasa tubuh dan kostumnya. Kedua temannya, Anis yang malu-malu kucing serta Jeung Uut yang boros bodi itu juga turut melengkapi trio tersebut. Humor-humor yang ditawarkan cenderung slapstik dan situasional sehingga mampu memancing tawa lepas. Sayangnya Helfi terkesan terlalu terburu-buru menutup film tanpa berusaha menggali nilai-nilai sosial secara matang yang seharusnya mampu menjadi senjata pamungkas pada endingnya. Alhasil Arisan Brondong hanyalah tontonan menghibur belaka yang semestinya bisa lebih menggigit lagi.
Durasi:
90 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Thursday, 18 February 2010
RAPED BY SAITAN : Gadis Malang Diperkosa Arwah Hiperseks
Sepintas Rico terlihat keren, baik hati dan sopan sehingga tidak heran banyak gadis-gadis yang jatuh ke pelukannya. Tetapi sebetulnya ia seorang hiperseks dan selalu berganti teman tidur setiap malam sampai tewas mengenaskan dibunuh seorang kuntilanak yang menyamar sebagai gadis cantik. Beberapa waktu kemudian, Marsya yang baru datang dari Pekalongan datang ke Jakarta untuk menyambung hidup dan secara tidak sengaja menempati kamar kos bekas Rico. Gangguan demi gangguan gaib dialaminya setiap malam. Beruntung Marsya kemudian mendapat pekerjaan sebagai sekretaris Pak Raymond, bos muda yang memiliki asisten bermana Andre. Tidak dipungkiri Pak Raymond menaruh hati pada Marsya yang sayangnya lebih tertarik pada Andre. Situasi bertambah rumit karena akibat persetubuhan arwah Rico terhadap Marsya, gadis tersebut hamil. Siapakah yang akan mempercayai ceritanya kelak dan mau menerima Marsya apa adanya?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh MM Creations Pictures.
Cast:
Cynthiara Alona sebagai Marsya
Teguh Julianto sebagai Rico
Faizal sebagai Pak Raymond
Elfrida Manik sebagai Andre
Amastur
Anggun
Nia
Winda Amanta
Daffy
Director:
Terbilang pendatang baru di jajaran sutradara film nasional, Petruska Karangan pede bekerjasama dengan penulis skrip Cherryl Samantha untuk membesut film ini.
Comment:
Dari judul yang vulgar, rasanya bisa ditebak film ini akan mengarah kemana. Lagi-lagi horor seks yang dangkal. Apalagi melihat jajaran castnya terutama dua nama utama. Cynthiara dan Teguh. Cynthiara merupakan andalan Maxima Pictures dalam beberapa komedi horor berbau seks seperti Setan Budeg dsb. Tidak perlu berakting ciamik, hanya perlu mendesah-desah dan bergaya menggelepar-gelepar selayaknya diperkosa bayangan sepanjang film. Sedangkan Teguh yang pernah menjadi salah satu ikon aktor drama seks 1990an entah apa yang ia cari disini. Mulai dari produser, pria hiperseks, hantu, hingga bocah hantu ia lakoni disini. Wow! Belum lagi beberapa adegan syur yang untungnya telah tergunting sensor di usianya yang sudah memasuki paruh baya. Motif tersendiri? Entahlah! Yang jelas dari awal film bergulir ke pertengahan hingga akhir, penonton semakin mengernyitkan dahi dan tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan cerita tidak masuk akal di hadapan mereka.
Durasi:
85 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
TCM's 31 Days of Oscar (and a contest)
Our Favorite Network, in launching their annual lovefest for Oscar winning and nominated films, actors, actresses, and techies, is providing three DVDs for us to give away here on Another Old Movie Blog. More on that below.
First, feast your eyes on some of the goodies featured on this year’s 31 Days of Oscar.
Now, about that contest. The good folks at TCM have given me the power-mad opportunity to select three DVDs of Oscar-winners from their vault (INSERT SOUND OF CREAKING DOOR HERE), and offer them to you as a prize package. We’re calling this: The Another Old Movie Blog Princess Prize Pack.
Remember the three-part series we did on The 1950s Princess last month? Hmm? How soon they forget.
The Another Old Movie Blog Princess Prize Pack (now I’m thinking that’s a lot to type) contains (INSERT DRUM ROLL HERE):
“Roman Holiday” (1953), in which Audrey Hepburn won Best Actress for her role as a runaway princess. We discussed “Roman Holiday” here in The 1950s Princess - Part 1.
“Anastasia” (1956), in which Ingrid Bergman won Best Actress for her role as an exiled princess. Maybe. We discussed “Anastasia” here in The 1950s Princess - Part 3.
“The Country Girl” (1954), in which Grace Kelly won Best Actress for her role as a longsuffering wife of an alcoholic actor. She doesn’t play a princess in this, but since she became a princess in real life, it still counts. We didn’t discuss this one yet. We will, I promise. We discussed instead Grace Kelly’s performance as a princess in search of a prince in “The Swan” (1955) here in The 1950s Princess - Part 2. Also good.
Come back Monday for the start of the contest and the rules. Next Thursday, we’ll pick the winner.
In the meantime, keep a close watch on Turner Classic Movies and the 31 Days of Oscar.
Monday, 15 February 2010
"Vertigo" Restored and Redeemed
“Vertigo” is regarded by many as Alfred Hitchcock’s masterpiece, and his most personal film. The restoration done by Robert A. Harris and James C. Katz saved the film, but also shows us what this story is about in a manner that was not fully appreciated when it was a fading Vista Vision fifth or sixth generation reprint.
We get it now. It is a curious set of circumstances when a film is not merely given new life by restoration, but that its reputation as a classic among future generations will be based almost entirely on the restoration and not on the original.
Rich in imagery and a complex plot, the film relies on the use of color, light and dark contrast, and shading to texture the storyline. We discussed “Vertigo” in this previous post, so I won’t review the film again. Instead, its post-premiere life is what we might focus on to understand the peculiar legacy of this film.
Its earnings upon release were mixed, and its reviews the same. The New Yorker called it “far-fetched nonsense.” Time famously called it “another Hitchcock and bull story.” According to “Vertigo, The Making of a Hitchcock Classic by Dan Auiler (St. Martin’s Press, NY, 1998), the film was re-released in theaters in 1963, and again in the late 1960s. In 1968 the rights for the film reverted to Mr. Hitchcock. After a limited period of exposure on television, the film was pulled from all distribution by Hitchcock in 1974. It was not seen again until its release in December 1983, after Hitchcock’s death.
In those years, the film’s reputation grew somewhat among film scholars. However, until its early ‘80s release, it was unknown to a new generation of filmgoers. Instead, it was famed to the public more for being one of the five so-called “Lost Hitchcock’s”, which included “The Man Who Knew Too Much” (1956), “Rear Window” (1954), “The Trouble With Harry” (1955), and “Rope” (1948).
When the public finally got a chance to see it, the film they saw was seriously faded, with a diminished sound and visual quality that must have made some wonder what the big fuss was about. I can remember being less than impressed with a television print of it in the mid-1980s, but being unaware at the time that the movie I saw was reprint of a reprint of a reprint of a film that was disintegrating. When Mr. Katz and Mr. Harris set to work restoring the film, they discovered cans of rotting film stock.
A very interesting documentary about the restoration, originally an American Movie Classics channel production, called “Obsessed with Vertigo” is part of the bonus features on the “Vertigo” DVD released in 1999. It’s a fascinating look at the meticulous work of film restoration, and the enormous challenge of finding enough original material to compile into a restored film. Before and after shots are remarkable, not only for the success of the restoration which made faded scenes vivid again, but for the realization that this film was only a couple decades old before it began to fade. Keeping the original safe in a vault was not keeping it safe at all.
We are accustomed to believing that film stars achieve a kind of immortality on film. They don’t. They are only as alive as long the nitrate does not decompose.
Many film buffs and historians will point with regret how so many silent films, particularly most of the body of the work of the great Lon Chaney, has been lost forever. It is unfortunate, but perhaps more understandable that would happen to those old films, with poorer film stock of that day, inadequate storage methods, and the practice of films being routinely discarded, or recycled for their silver content.
It is somehow harder to swallow the thought that a well-made film from 1958 (its Vista Vision production was technologically the top of the line at the time), of esteemed and well-known reputation could have been lost as easily as an obscure film from 1908.
It was almost too late. The documentary of the restoration recounts the scramble for prints of the film of dubious quality from various parts of the world, of searching for analog sound clips of 1950s cars for to replace on the new soundtrack, of using Hitchcock’s original notes to recreate lost elements. They found the green dress Kim Novak wore as “Judy”, and used it to discover what hue the now much faded green dress in the movie was really supposed to be.
Thanks to the efforts of the restorers, “Vertigo” has been transferred with painstaking detail from Vista Vision to 70mm, digital sound, in a manner Alfred Hitchcock himself never saw. It is all there, the breathtaking colors in the flower shop when door is first opened, the evocative score by Bernard Herrmann, the pastel backdrop in sharp detail of San Francisco, the vibrant, classic color of the Golden Gate Bridge, and Judy’s now very green dress.
Now, we get it.
All film deteriorates, and most is not restored, but only copied and copied again until it is faded. Restoration is difficult technical work. It is expensive. The purpose of this blogathon sponsored by Self-Styled Siren and Ferdy on Films is to generate awareness about saving America’s film heritage. The National Film Preservation Foundation, a non-profit organization set up by the U.S. Congress, is where you can donate to make this happen.
The NFPF will give away 4 DVD sets as thank-you gifts to blogathon donors chosen in a random drawing: Treasures III: Social Issues in American Film, 1900-1934 and Treasures IV: American Avant Garde Film, 1947-1986.
Please visit the other blogs taking part in the blogathon. You can find a list of them over at the Siren’s place.
Sunday, 14 February 2010
VALENTINE'S DAY : Sehari Penuh Kasih Sayang Di Los Angeles
A Love Story. More or Less.
Storyline:
Meski bukan libur nasional, 14 Februari merupakan hari wajib yang dirayakan terutama bersama orang spesial. Orang terkasih yang mengharapkan untuk menerima pemberian romantis dari pacarnya. Para pria yang berusaha keras untuk memberikan kesan indah pada wanitanya. Para lajang yang tersiksa untuk mendapat pria terbaik saat merasa putus asa tidak dicintai siapapun. Di Los Angeles, hari Valentine mengikuti kisah beberapa pasang yang unik. Mulai dari ibu dan anak, sepasang sahabat, cinta bocah, cinta abadi lansia, cinta pekerja, cinta sesama jenis, cinta selingkuhan dsb. Kesemua cerita tersebut terkoneksi satu sama lain antar tokoh-tokohnya yang pada akhirnya menghadapi dilema masing-masing untuk menentukan jalan cintanya.
Nice-to-know:
Saat film ini dirilis, cast yang bertabur bintang itu telah mengumpulkan 16 nominasi Oscar termasuk empat piala pemenang dalam jajaran akting terbaik. Katherine Heigl, Rachel McAdams, Elizabeth Banks, Sam Worthington, Jake Gyllenhaal dan Orlando Bloom sempat diaudisi walau akhirnya batal mengisi.
Cast:
Sedemikian banyak cast dengan nama-nama besar rasanya tidak perlu dijelaskan satu persatu.
Jessica Alba sebagai Morley Clarkson
Kathy Bates sebagai Susan
Jessica Biel sebagai Kara Monahan
Bradley Cooper sebagai Holden
Eric Dane sebagai Sean Jackson
Patrick Dempsey sebagai Dr. Harrison Copeland
Hector Elizondo sebagai Edgar
Jamie Foxx sebagai Kelvin Moore
Jennifer Garner sebagai Julia Fitzpatrick
Topher Grace sebagai Jason
Anne Hathaway sebagai Liz
Carter Jenkins sebagai Alex
Ashton Kutcher sebagai Reed Bennett
Queen Latifah sebagai Paula Thomas
Taylor Lautner sebagai Willy
George Lopez sebagai Alphonso
Shirley MacLaine sebagai Estelle
Emma Roberts sebagai Grace
Julia Roberts sebagai Captain Kate Hazeltine
Bryce Robinson sebagai Edison
Taylor Swift sebagai Felicia
Director:
Sutradara gaek berusia 65 tahun ini sudah malang melintang sebagai aktor, penulis, sutradara, produser dsb di dunia perfilman Hollywood. Garry Marshall juga tampil sebagai cameo salah satu pemusik pada adegan Jason yang berbaikan dengan Liz.
Comment:
Bukan maksud mengekor pasangan kekasih untuk menyaksikan film ini di hari Valentine tetapi saya menyukai Love Actually (2003) yang sangat British itu dan berharap menemukan kesan serupa di versi Amerika nya ini (menurut opini publik) terlepas dari kegagalan New York, I Love You yang rilis nyaris berbarengan itu. Nama-nama tenar yang mengisi jajaran cast sudah cukup menjadi modal utama ditambah kepiawaian sang sutradara yang selama ini mampu meramu bumbu romantis dan komedi sekaligus. Mungkin jika dicermati lebih jauh, banyak karakter yang tidak terbangun dengan baik dikarenakan scene demi scene terus berpindah-pindah satu sama lain, tidak seperti Love Actually yang unggul jauh tersebut. Namun rasanya tidak terlalu mengurangi kenyamanan menonton karena inti cerita dari masing-masing penggalan cerita dapat disampaikan dengan komunikatif. Chemistry antar pemainnya tergambar dengan baik karena berkesan humanis terutama Roberts-Cooper, Kutcher-Garner. Lautner dan Swift cukup manis sebagai pasangan muda. Acungan jempol terutama dialamatkan pada Kutcher yang mampu menjadi sentralisasi karakter utama yang menampilkan emosi luar biasa. Yang cukup menjadi pertanyaan tanpa bermaksud rasis, mengapa unsur India perlu diangkat di pertengahan film. Jika dihilangkan rasanya tidak berpengaruh apa-apa. Jika ditanya mana scene favorit saya, maka anda tahu jawabannya bukan, dimana Kutcher dan Garner seakan-akan berkali-kali mengalirkan perasaan dan empati mereka terhadap penonton.
Durasi:
120 menit
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Friday, 12 February 2010
NGEBUT KAWIN : Supir Taksi "Terpaksa" Menikahi TKW
Hidup pas-pasan sebagai supir taksi tidak membuat Ones bermalas-malasan. Ia tetap bekerja keras terutama untuk membahagiakan engkongnya yang sudah sangat lanjut usia hingga meminjam uang 5 juta rupiah demi membeli kursi pijat modern! Kalut didera hutang, pada suatu hari Ones bertemu Ningsih, TKW yang baru pulang dari Arab Saudi dan berniat pulang kampung ke Indramayu. Diiming-imingi 5 juta rupiah, Ones tergiur mengantar Ningsih. Komunikasi pun mulai terjalin diantara keduanya. Berjam-jam perjalanan ditempuh tidak membuat masalah Ones selesai begitu saja, Ningsih memohon agar Ones berpura-pura menjadi calon suaminya di hadapan kedua orangtuanya yang sebetulnya sudah memiliki calon lain yaitu Cecep, pemuda setempat yang kaya raya. Cecep pun menantang Ones untuk menjalani fit and proper test demi menentukan siapa yang terbaik diantara mereka. Berhasilkah Ones menjawab tantangan tersebut sekaligus melunasi hutangnya pada bos Rambo?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh MD Pictures.
Cast:
Kembali dengan peran lucu setelah terakhir dalam Bukan Malin Kundang, Ringgo Agus Rahman kali ini berperan sebagai supir taksi bernama Ones yang bernasib kurang baik karena dikejar hutang.
Film keenamnya bagi Wiwied Gunawan terlepas dari kesuksesan dwilogi Kawin Kontrak. Disini ia bermain sebagai TKW bernama Ningsih yang dituntut kawin oleh kedua orangtuanya.
Lagi-lagi kebagian karakter menyebalkan, Vincent Rompies sebagai Cecep, perjaka desa kaya raya yang penuh tipu muslihat.
Jangan lupakan kehadiran aktor-aktris senior macam Kadir, Ira Wibowo, Doyok, Harry de Fretes, Hengky Soelaiman sampai Boneng.
Director:
Pernah sukses dengan duet Luna Maya dan Tora Sudiro dalam Cinlok (2008), Guntur Soeharjanto kembali dengan film beraroma komedi romantis.
Comment:
Dari ide cerita tidak ada yang baru karena sudah berkali-kali diketengahkan oleh film2 Hollywood ataupun Korea. Hanya saja penggarapan yang dilakukan Guntur terbilang menyegarkan apalagi dengan tone warna hijau yang dominan sepanjang film mulai dari warna taksi, seragam Ones hingga suasana pedesaan yang kental kealamiannya. Pemasangan Ringgo dan Wiwied bisa disebut fresh karena belum pernah terpikirkan sebelumnya. Walaupun chemistry diantara keduanya tidak terlalu pas tapi mereka berhasil menguasai scene-scene bersama dengan gaya humornya masing-masing. Vincent lagi-lagi terjebak dengan peran stereotype pemuda terpandang yang menyebalkan dengan improvisasi yang itu-itu saja. Dikhawatirkan lama kelamaan penonton akan bosan padanya. Terima kasih pada segerombolan bintang lawas yang turut memberikan andil positif bagi jajaran cast yang ada. Sulit memberi rating film ini karena berada di antara 6.5 dan 7. Pada akhirnya Ngebut Kawin bisa dikategorikan komedi menghibur dengan unsur-unsur pembentuk yang setidaknya dijelaskan ini itunya walaupun ada kesan agak dipaksakan.
Durasi:
90 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Thursday, 11 February 2010
PERCY JACKSON & THE LIGHTNING THIEF : Perjuangan Demigod Membersihkan Nama Baik
Chiron-Use this to defend yourself. It's a powerful weapon. Percy Jackson-This is a pen. Chiron-Only use it in times of severe distress. Percy Jackson-This is a *pen*.
Storyline:
Abad 21 tetapi dewa-dewa pegunungan Olympus dan juga bermacam-macam monster masih menyembunyikan keberadaannya. Hingga pada suatu ketika, pelajar SMU bernama Percy Jackson mengetahui bahwa dirinya adalah keturunan spesial, setengah manusia dan setengah dewa yaitu putra dari Poseidon. Hal tersebut menjelaskan kemampuan bertahan lama di bawah air! Kemudian Percy secara semena-mena dituduh mencuri petir milik Zeus yang juga menyebabkan ibunya hilang secara misterius. Dikawani oleh pelindungnya, Grover dan putri dewi Athena, Annabeth, Percy harus membersihkan namanya sekaligus menyelamatkan ibunya dengan mencari pencuri yang sesungguhnya meskipun harus berpacu dengan waktu sebelum pegunungan Olympus menjadi ricuh.
Nice-to-know:
Diangkat dari novel laris Rick Riordan yang sudah terbit hingga 5 seri sampai saat ini.
Cast:
Tiga pemeran utamanya justru aktor-aktris muda yaitu Logan Lerman, Brandon T. Jackson, Alexandra Daddario sebagai trio Percy Jackson, Grover dan Annabeth dimana masing-masing dari mereka pernah bermain dengan bintang-bintang yang lebih senior sebelumnya.
Sederetan aktor-aktris kawakan Hollywood turut andil seperti Uma Thurman sebagai Medusa, Pierce Brosnan sebagai Chiron, Sean Benn sebagai Zeus dsb.
Director:
Pria berusia 51 tahun bernama Chris Columbus ini kebanyakan menyutradarai film keluarga sepanjang karirnya. Satu-satunya kemunculan di tahun 2009 lalu boleh dianggap gagal yaitu I Love You, Beth Cooper.
Comment:
Meskipun belum melihat atau membaca bukunya, saya tertarik dengan film ini setelah menyaksikan trailernya selama satu setengah menit! Apalagi setelah mengetahui di Indonesia sendiri rilis 2 hari lebih awal dibanding Amrik sana. Setengah jam pertama agak membosankan, kehidupan Percy yang monoton di rumah ataupun sekolah hingga perkenalannya dengan kedua orang yang akan membantunya kelak. Mulai dari sini, cerita bergulir lebih menarik tetapi harus diakui agak flat dan mudah ditebak. Apalagi endingnya yang terasa antiklimaks. Dukungan sutradara sekaliber Columbus rasanya belum cukup mengangkat film ini walaupun castnya boleh dibilang menjadi modal awal. Kemunculan Thurman, Brosnan, Bean yang singkat rasanya tidak terlalu banyak berpengaruh. Sedangkan Lerman masih dengan kharisma remaja biasa, tidak ada yang spesial begitupun dengan apa yang diperlihatkan Daddario ataupun Jackson terasa klise. Pertarungan Percy melawan musuh-musuhnya, tidak terlalu jauh dengan apa yang dipertunjukkan The Golden Compass ataupun Seeker yang juga flop itu. Sesuatu yang seharusnya lebih digarap serius atau setidaknya mengekor Harry Potter dalam pendekatannya. Efek CGI yang digunakan juga tidak wah, standar saja di era yang mestinya lebih maju ini. Dengan rating PG, rasanya Percy Jackson & The Lightning Thief ini hanya akan memuaskan kalangan remaja saja, bagi orang dewasa rasanya sedikit sulit untuk menikmatinya bahkan agak merasa dilecehkan nalarnya. Gunakanlah sudut pandang masa kecil anda saat menontonnya, itu akan sangat membantu..
Durasi:
115 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Carol Heiss and the Three Stooges
One of that special club of American Gold Medal figure skating ladies, she was a product of the era when the sport was still about figures and less about jumps. Miss Heiss was actually the first female skater to land a double axel. But, then as now, what does a champion do with herself when the contest has been won? Today, with the line blurred between amateur and professional, an Olympic athlete may pick up endorsements and compete professionally as well as in the Olympic venue for as long as her ankles, and her youth, holds out.
Back then, once stepping down off the podium, a ladies’ figure skater could either chuck the sport for retirement, or another career (like Tenley Albright, who became a surgeon), or shoot for the traveling ice shows.
Or, throw the dice on a big gamble. Carol Heiss, like Sonja Henie before her, skated briefly for Team Hollywood.
It was only one movie, and it was “Snow White and the Three Stooges” (1961). Not exactly a four-star film, but it still appeals to kids and people who have a soft spot for the Three Stooges and Olympic figure skaters. She did her double axel jump in this movie, but according to this post on About.com, her solo skating footage was edited out of the movie. The producers thought there was “too much skating.”
Have a look at this trailer from the movie.
And now, have a look from Carol Heiss’ 1960 free skate program, and see what it was that made her a champion.
Tuesday, 9 February 2010
FROM PARIS WITH LOVE : Memburu Sekaligus Diburu Di Kota Paris
Richard Stevens-What do you think this is about?
FBI agent Charlie Wax-Its about terrorists!
Storyline:
Asisten pribadi Dubes AS di Perancis, James Reece memiliki kehidupan yang mengagumkan di Paris mulai dari kekasih sempurnanya, Caroline hingga memelihara impiannya menjadi anggota CIA suatu saat nanti. Semua itu mulai terwujud saat bertemu agen khusus Charlie Wax yang punya aturan main sendiri. Keduanya mulai terlibat kerjasama untuk menghentikan serangan teroris di Perancis sekaligus memberantas gerombolan pengedar kokain. Namun ketika menyadari dirinya juga menjadi incaran kelompok penjahat yang akan mereka berantas, James harus mengandalkan Charlie untuk tetap hidup yang mungkin mengubah hidupnya selamanya.
Nice-to-know:
Memiliki referensi film dengan From Russia with Love (1963), The Karate Kid (1984) dan Pulp Fiction (1994).
Cast:
Pernah gagal total saat memproduseri film berbujet besar Battlefield Earth (2000), John Travolta disini bermain sebagai Charlie Wax yang keras, tangguh dan juga hedonis.
Baru saja bermain dalam serial televisi The Tudors, Jonathan Rhys Meyers berperan sebagai James Reece yang lugu sekaligus memiliki rasa ingin tahu yang besar.
Director:
Pria kelahiran Perancis bernama Pierre Morel ini lebih banyak bertugas di bidang sinematografi. District 13 (2004) merupakan debut penyutradaraannya.
Comment:
Nama besar Luc Besson mungkin jaminan tersendiri bagi sebagian besar penonton terutama setelah kesuksesan Leon (1994). Namun setelah itu film-film yang ditulis, diproduseri ataupun disutradarainya nyaris serupa tapi tak sama dari segi tema. Tengok saja Taxi yang dibuat sampai 4 jilid, belum lagi trilogi The Transporter dll. Plot ceritanya tentang dua orang yang semula bertolak belakang dan akhirnya harus berjibaku untuk bertahan hidup. Simpel bukan? Dari nama Morel sang sutradara, rasanya cukup menjanjikan karena walaupun baru sedikit film aksi yang dibesutnya terbukti cukup laris dan baik secara kualitas. Adegan perkelahian satu lawan banyak, tembak-tembakan, kebut-kebutan, kejar-mengejar juga tetap menjadi menu andalan yang seringkali terkesan mengabaikan pengembangan karakter-karakter utamanya. Belum lagi twist dan ending yang sangat klise. Pemasangan Rhys Meyers dan Travolta cukup aneh karena Travolta masih terlihat sama dengan apa yang ditampilkannya dalam Pelham 123 dan Rhys Meyers yang aslinya beraksen Inggris dipaksakan menjadi orang Amerika. Pada akhirnya, From Paris With Love hanyalah mengandalkan aksi semata dalam tempo yang cepat. Pemilihan judul yang sebetulnya tidak berkorelasi apapun terhadap isi filmnya..
Durasi:
90 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Monday, 8 February 2010
And the winner is....
Thank you for all those who participated in the contest, and congratulations to a commenter at Arte Acher's Falling Circus who signs himself “East of the IC”.
Alan, please email me at: JacquelineTLynch@gmail.com with the name and mailing address where the “WWII in HD” DVD set is to be sent. Your name and address will remain confidential.
My review of this documentary series was originally posted here.
If you’d like to buy a copy, here’s where you can order the DVD set.
Here’s where you can order the Blu-ray edition.
For more information on “WWII in HD” have a look at this website.
Note: A&E Home Entertainment has provided me with a review copy of the DVD set, and one to give away, and my thanks to them.
Sunday, 7 February 2010
EDGE OF DARKNESS : Balas Dendam Berbuntut Intrik Tingkat Tinggi
Thomas Craven: I'm a guy with nothin to lose!
Storyline:
Detektif pembunuhan Departemen Kepolisian Boston yang sudah pensiun, Thomas Craven menjemput putrinya yang baru berusia 24 tahun, Emma selepas pulang tugasnya. Setelah berbincang-bincang singkat di rumahnya, Emma mimisan dan tiba-tiba ditembak oleh pembunuh misterius di pintu rumah Thomas. Emma pun tewas seketika! Semua orang berasumsi, Emma tidak sengaja terbunuh karena target utamanya adalah Thomas. Dalam masa berkabungnya, Thomas mulai mencurigai bahwa sesungguhnya Emma memang diincar. Thomas mulai menyelidiki masa lalu Emma dan pekerjaan apa yang dilakukannya sampai bertemu pejabat penting perusahaan dan juga pemerintahan. Dibantu salah satu staf pemerintahan, Jedburgh, Thomas pun terlibat dalam intrik yang rumit.
Nice-to-know:
Dibuat berdasarkan miniseri 6 episode populer Inggris di tahun 1985 berjudul sama yang ditulis Troy Kennedy-Martin dan juga disutradarai oleh Martin Campbell.
Cast:
Bermain kembali sebagai aktor utama setelah terakhir Signs (2002), Mel Gibson didaulat sebagai Thomas Craven, mantan detektif paruh baya yang berduka karena kehilangan putrinya, Emma Craven yang diperankan pendatang baru, Bojana Novakovic.
Dua aktor senior, Ray Winstone dan Danny Huston kebagian peran Jedburgh dan Jack Bennett.
Director:
Salah satu dari sedikit sutradara yang mengarahkan lebih dari satu pemeran James Bond yaitu Goldeneye (1995) dengan Pierce Brosnan dan Casino Royale (2006) dengan Daniel Craig, Martin Campbell bisa dibilang spesialis film-film aksi.
Comment:
Temanya tentang ayah yang berusaha membalaskan dendam kematian anaknya mungkin sudah beratus-ratus kali diangkat. Lantas apakah kelebihan film ini? Pertama, kita bicara cast, Gibson, Huston dan Winstone yang sudah sangat kaliber menunjukkan kelas akting yang baik disini. Kedua, Campbell sang sutradara merupakan jaminan mutu dan juga perolehan pundi-pundi dollar selama ini. Tengok saja filmografinya di masa lalu. Dari segi cerita, intensitasnya memang terjaga dari awal sampai akhir sehingga membawa penonton tetap konsisten mengikutinya. Namun jika anda berharap sebuah film aksi yang cepat alurnya dimana sang jagoan membunuh setiap penjahat yang ditemuinya, anda akan kecewa. Pasalnya Edge Of Darkness lebih ke arah drama kepolisian dengan intrik tingkat tinggi yang baru terungkap di akhirnya. Agak membosankan? Mungkin saja anda berpendapat begitu. Tetapi jika dilihat secara keseluruhan, masih banyak nilai plus film yang dirilis oleh Warner Bros Pictures ini. Satu hal yang agak mengganggu bagi saya yaitu "seakan-akan" roh Emma yang kembali di setiap langkah ayahnya, berbau supernatural walau unsur personal yang ingin ditonjolkan.
Durasi:
110 menit
U.S. Box Office:
$17,214,384 in the opening week end of Jan 2010
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!