Zee: Kita harus baca doa dulu, Jo. Supaya hantunya takut..
Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Global Pictures ini tidak mengadakan press screening ataupun gala premiere.
Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Global Pictures ini tidak mengadakan press screening ataupun gala premiere.
Cast:
Rizky Black sebagai Zee
Stefhani Zamora Husen sebagai Flo
Dandy Rainaldy sebagai Jo
Dede Yusuf Effendi
Rizky Hanggono
Virnie Ismail
Tike Priatna Kusumah
Director:
Merupakan debut penyutradaraan Ivan Alvameiz.
W For Words:
Tanpa gaung, tanpa iklan, tanpa promo, film anak-anak yang satu ini melenggang ke bioskop seluruh Nusantara. Sebegitu percaya dirikah produser Ferry Noerdin Lawadue? Atau justru ketiadaan bujet untuk melakukan itu semua? Saya jadi ingat kasus Keumala tahun lalu yang tiba-tiba muncul di hari Kamis tanggal 1 Maret. Mungkin hanya Tuhan dan mereka yang tahu. Kita sebagai penonton pun dibebaskan untuk membuat keputusan, tahu atau tidak tahu. Dua opsi yang pada akhirnya berujung pada nonton atau tidak nonton? Silakan tentukan pilihan anda sekarang juga.
Zee, Flo dan Jo belajar di sebuah sekolah negeri yang sama. Ketiganya bersahabat karib meski memiliki karakter dan status sosial yang berbeda satu sama lain. Organisasi kepramukaan merencanakan camping ke desa Jatinangor. Zee yang ketakutan terus menerus dibujuk kedua temannya. Bukan apa-apa, orangtua sejak awal digambarkan menggunakan momok hantu agar anak-anak tidak membangkang. Berbagai cara dilakukan Flo dan Jo termasuk membuat riset mengenai hantu hutan demi meyakinkan Zee. Benarkah hantu itu ada?
Skrip yang ditulis oleh Ivan Alvameiz ini samasekali mengabaikan strukturalisme sastra yang baku. Nyaris tak ada garis lurus yang dapat ditarik sejak menit pertama hingga terakhir. Jikapun menurutnya ada, keseluruhan sekuens alur sangatlah mengganggu. Ivan yang juga duduk di kursi sutradara tampak terlalu sibuk menerjemahkan ide-idenya sendiri tanpa peduli apakah daya tangkap penonton sama dengannya. Alhasil durasi yang sekian menit kurang dari dua jam ini begitu menyiksa dengan segala tetek bengek yang mengaburkan mana plot utama, mana subplot tambahan.
Peran orangtua dalam memberi pengertian pada anak-anaknya terutama yang menyangkut hal-hal mendasar amat diperlukan. Pertama, menstruasi yang dialami Flo, papa mamanya malah malu daripada menjelaskan secara benar. Kedua, sifat klenik yang dimiliki Jo, papa mamanya malah terbirit-birit dibanding menerangkan secara rasional. Tunggu, ada yang aneh, dalam dua scene itu orangtua sama-sama diperankan Rizky Hanggono. Apakah Flo dan Jo kakak beradik? Atau mereka hanya dua sahabat yang tinggal serumah? Mohon koreksi jika ada pembaca yang kebetulan lebih cermat dalam menonton.
Peran sekolah dalam memberi pendidikan pada siswa-siswinya tidak digambarkan secara detail. Kepala pembina yang dimainkan oleh Dede Yusuf Effendi cuma berpesan pada Zee, Flo dan Jo. Selebihnya? Mereka bertualang sendiri. Apakah aturan melarang murid membawa ponsel masih berlaku di jaman sekarang hingga Flo bersusah payah menyembunyikan di ketiaknya? Benarkah Zee yang katanya miskin sampai terkesan tidak pernah memegang ponsel sekalipun? Mengingat kedua temannya, Flo dan Jo justru sibuk ‘berinteraksi’ dengan gadget yang jauh lebih modern.
Pada end credit title tertera, “Nantikan petualangan selanjutnya.” Sebuah optimisme yang pantas diacungi jempol. Terus terang saya tidak mengerti dimana letak istimewanya penggunaan judul dan subjudul Tiga Sekawan : Iihh Hantu. Satu alasan yang mungkin mendasari adalah konsistensi pembahasan hantu di dalam konten filmnya meski lebih dominan dalam ranah tak berpati. Mengajak untuk tidak takut atau justru semakin takut? Arti persahabatan yang menjadi misi di sini pun terbilang dangkal sehingga tak banyak pesan yang dapat diambil kecuali teman tak saling meninggalkan.
Durasi:
116 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter:
Sumber Foto: KapanLagi.com