Thursday, 28 June 2012

AMBILKAN BULAN : Kesederhanaan Imajiner Kepolosan Anak-anak

Quotes:
Amelia: Kenapa sih mama gak pernah cerita kalo aku punya kakek nenek yang masih hidup?


Nice-to-know: 
Film yang diproduksi oleh Mizan Productions bekerjasama dengan Falcon Pictures ini gala premierenya dilangsungkan di Epicentrum XXI pada tanggal 17 Juni 2012.

Cast:
Lana Nitibaskara sebagai Amelia
Agus Kuncoro sebagai Ayah Amelia
Astri Nurdin sebagai Ratna
Landung Simatupang sebagai Mbah Gondrong
Hemas Nata Negari sebagai Pandu
Bramantyo Suryo Kusumo sebagai Kuncung
Jhosua Ivan Kurniawan sebagai Hendra
Berlianda Adelianan Naafi sebagai Ambar

Director: 
Merupakan film ketujuh bagi Ifa Isfansyah yang tahun lalu menggebrak lewat Sang Penari / The Dancer.

W For Words: 
Masa liburan sekolah memang biasanya diisi oleh film anak-anak. Pertama kali melihat nama sutradara Ifa Isfansyah yang tengah naik daun berkat Sang Penari (2011) melakukan kecenderungan itu ditambah faktor penulis skrip handal Jujur Prananto yang juga terlibat, ekspektasi saya seketika melambung jauh. Dapat dikatakan film yang terinspirasi dari lagu kondang lawas milik A.T Mahmud ini memiliki nilai jual yang tinggi walaupun aktor-aktris cilik pendatang baru yang terlibat di dalamnya belum mempunyai nama samasekali.

Setelah kematian suaminya, Ratna harus banting tulang untuk menghidupi keluarga. Sayang putri semata wayangnya, Amelia justru merasa kesepian dan kurang perhatian. Perkenalannya dengan sepupu Ambar melalui Facebook membuat Amelia bertekad menghabiskan waktu liburnya di desa. Di sana ia bertemu teman-teman Ambar yaitu Pandu, Kuncung dan Hendra bersama-sama menjelajah desa Karanganyar. Mereka keasyikan bermain hingga tersesat di hutan angker yang konon dihuni oleh Mbah Gondrong yang tidak bersahabat dengan anak-anak. 

Genre fantasi musikal yang diusung film memang cenderung konsisten dari awal sampai akhir. Adegan pembuka yang memperlihatkan lukisan “hidup” dengan kupu-kupu yang terbang “keluar” sudah menjelaskan konsepnya. Peran CGI disini amatlah penting. Hasilnya memang cukup memanjakan mata terlepas dari korelasi dengan bangunan cerita yang tidak terlalu krusial di beberapa bagian. Tidak lupa pakem “modernisasi” juga tercermin dari penggunaan ponsel canggih hingga kefasihan bersosial media di kalangan anak-anak tersebut. Sebuah contoh relevansi nyata yang sulit disembunyikan.

Bagian awal yang menitikberatkan konflik anak dan orangtua memang biasa. Beruntung sutradara Ifa tak mendramatisir, ia memilih untuk menekankan esensi “pengertian” Ratna terhadap Amelia dan begitupun sebaliknya dengan caranya masing-masing tanpa harus berlebihan. Paruh terakhir yang mengedepankan persahabatan Amelia dengan kawan-kawan barunya terjalin melalui dialog-dialog wajar, sesekali memancing tawa karena perbedaan dialek ataupun bahasa yang terjadi. Memang secara chemistry, kelima bocah ini belum menampilkan chemistry yang kuat satu sama lain tetapi kepolosan mereka lumayan mencuri perhatian penonton.

Pegunungan Lawu di Jawa Tengah yang menjadi latar belakangnya ditampilkan dengan sangat indah. Kontras dengan isu llegal logging alias pembalakan liar yang diangkat filmmaker. Tidak kompleks tapi sesuai dengan faktual yang ada. Saya bersyukur tidak ada stereotype penjahat pintar-pintar bodoh melawan anak-anak cerdas yang sudah terlalu sering diusung. Tokoh-tokoh cilik disini tampaknya cukup dewasa untuk memikirkan konsekuensi setiap tindakan mereka. Bukankah kecanggihan teknologi dalam menyerap informasi di jaman modern ini seharusnya membantu seperti itu?

Selayaknya genre fantasi pada umumnya, Ambilkan Bulan sedikit terjebak pada absurditas hampa yang membuat plotnya terasa diperpanjang disana-sini. Hal ini cukup melelahkan bagi penonton untuk mengikutinya sampai akhir dengan menghiraukan kebosanan yang hinggap. Namun sisi musikalitas yang dibebatkannya berhasil menutupi kelemahan tersebut. Olah vokal dan koreografi para pemeran film ini dituntaskan dengan baik. Dukungan sepuluh hit lawas A.T Mahmud yang disuarakan sejumlah musisi kondang Indonesia dengan sedikit pembaharuan itu mengalun nyaman di telinga. Suguhan sederhana nan imajinatif dari dan untuk hati ini tetaplah pantas diapresiasi.

Durasi: 
90 menit

Overall: 
7 out of 10

Movie-meter: